Mencermati Semakin Menguatnya Gerakan Sayap Kanan Ekstrem Menguasai Eropa
(last modified Sat, 08 Jun 2019 10:47:57 GMT )
Jun 08, 2019 17:47 Asia/Jakarta
  • Wakil-wakil partai sayap kanan negara-negara Eropa di Parlemen Eropa
    Wakil-wakil partai sayap kanan negara-negara Eropa di Parlemen Eropa

Salah satu masalah dan tantangan serius integrasi Eropa dan Uni Eropa adalah pertumbuhan luar biasa dari gerakan dan partai-partai sayap kanan ekstrem di Eropa selama beberapa tahun terakhir, yang telah meningkatkan kekhawatiran para pejabat senior Uni Eropa dan pemimpin negara-negara Eropa utama.

Dalam beberapa tahun terakhir, partai-partai sayap kanan ekstrem ini telah fokus pada mendapatkan akses ke parlemen Uni Eropa dan kemudian mendapatkan lebih banyak kursi di Parlemen Eropa. Menurut Angela Merkel, Kanselir Jerman, "Di banyak negara, termasuk Jerman, kita melihat peningkatan populisme dan nasionalisme ekstrem."

Angela Merkel, Kanselir Jerman

Gerakan dan partai-partai sayap kanan ekstrem hingga kini telah memenangkan perolehan yang signifikan dalam pemilihan parlemen Italia, Hongaria, Austria, Denmark, Slovakia, Jerman, Swedia, Perancis, Polandia, Belgia dan Spanyol. Di antara alasan yang telah menyebabkan kandidat sayap kanan radikal di beberapa pemilihan Parlemen Eropa dalam beberapa tahun terakhir adalah krisis pencari suaka ilegal dan imigran di satu sisi dan kehadiran Donald Trump di Gedung Putih.

Trump mendorong kebijakan ekstremnya dengan dalih nasionalisme. Dengan mengadopsi pendekatan populis dan slogan nasionalis, presiden Amerika Serikat berhasil menggiring gerakan sayap kanan ekstrem di sejumlah negara-negara Eropa menyelaraskan kebijakannya dengan Trump dalam banyak kasus. Trump telah berulang kali menekankan nasionalisme pada banyak kesempatan dalam perjalanan ke Eropa dan bahkan telah dengan jelas menyatakan keinginannya untuk menghancurkan Uni Eropa. Pendekatan dan sikap anti-Eropa Trump berulang kali direaksi para pejabat Eropa. Bruno Le Maire, Menteri Keuangan Perancis menjelaskan bahwa Amerika Serikat tidak ingin Eropa yang bersatu dan kuat.

Dengan mencermati bahwa pemilihan Parlemen Eropa di 28 negara anggota Uni Eropa akan berlangsung dari 23 hingga 26 Mei 2019, sebelum ini ada pawai di 50 kota Eropa untuk menarik perhatian warga Eropa terhadap risiko yang ditimbulkan oleh kemunculan sayap kanan dan kemungkinan akan mengurangi suara mereka.

Parlemen Eropa, yang berkantor pusat di Brussels dan Strasbourg, memiliki 751 kursi, dengan perwakilan yang dipilih untuk masa jabatan lima tahun. Mereka mewakili warga negara dari 28 anggota Uni Eropa. Dalam pemilihan terakhir, hampir 400 juta orang di UE memenuhi syarat untuk memilih. Sebanyak 751 anggota parlemen mewakili lebih dari 512 juta anggota UE. Malta memiliki 6 kursi dan paling sedikit kursi diperebutkan di negara ini dan Jerman terbanyak dengan 96 kursi di parlemen Eropa.

Parlemen Eropa memainkan peran utama dalam perundang-undangan UE dan para anggota parlemen ini bekerja sama dengan Dewan Eropa, bertanggung jawab untuk mengawasi orientasi dan kebijakan umum Uni Eropa di berbagai bidang. Jumlah peserta dalam pemilihan parlemen Eropa baru-baru ini naik untuk pertama kalinya sejak pemilihan Eropa pertama pada tahun 1979. Berbeda dengan jajak pendapat baru-baru ini, dalam beberapa dekade terakhir menunjukkan tingkat partisipasi turun menjadi sekitar 51% dari 28 negara anggota UE. Belgia memiliki tingkat partisipasi tertinggi dengan 88,5 persen dan Slovakia terendah dengan 22,7%. Perubahan iklim, migrasi dan perdagangan global adalah subyek utama dari kampanye pemilu.

Pemilu Parlemen Eropa

Dengan diadakannya pemilihan Parlemen Eropa dan pengumuman hasilnya, telah terjadi perubahan luas dalam komposisi lembaga Eropa yang penting ini. Partai-partai sayap kanan dan kiri moderat yang telah mengendalikan Parlemen Eropa selama bertahun-tahun terus tergerus suaranya. Sebaliknya, dengan semakin populernya partai-partai sayap kanan ekstrem dan partai-partai anti-Uni Eropa serta semakin banyaknya partai-partai hijau, membuat mereka mencapai keberhasilan yang signifikan, walaupun harapan partai-partai sayap kanan ekstrem tidak terpenuhi seperti yang diperkirakan. Namun, popularitas partai-partai hijau telah meningkat secara dramatis karena meningkatnya kekhawatiran publik tentang perubahan iklim.

Hasil jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan bahwa dua kubu utama Parlemen Eropa menghadapi penurunan dalam dukungan, tetapi kali ini mereka tetap dapat merebut sebagian besar kursi. Kubu pertama, yang sebagian besar terdiri dari kaum konservatif dan Demokrat Kristen dan secara umum sayap kanan moderat telah berkumpul di bawah payung Partai Rakyat Eropa (EPP). Kubu tersebut telah menguasai 180 kursi.

Sementara kubu kedua, yang disebut Aliansi Progresif Sosialis dan Demokratik (S&D), termasuk Sosialis dan Demokrat, dengan kecenderungan sayap kiri moderat. Kubu ini memiliki 146 kursi di Parlemen Eropa. Dibandingkan dengan pemilu 2014, Partai Rakyat Eropa telah kehilangan 35 kursi dan Aliansi Progresif Sosialis dan Demokrat malah kehilangan 40 kursi. Dengan cara ini, kedua kelompok akan memiliki total 326 kursi di 751 Parlemen Eropa kali ini, padahal mereka memiliki 401 kursi di parlemen sebelumnya.

Sebaliknya, seperti yang diharapkan, di beberapa negara besar Eropa, partai-partai sayap kanan ekstrem dan partai-partai hijau telah mencapai kemenangan luar biasa, menghadapi kegagalan partai-partai tradisional dan besar. Di Perancis, misalnya, partai Front Nasional yang dipimpin Marine Le Pen adalah arus utama sayap kanan ekstrem Perancis, memperoleh 23,2 persen suara menjadi yang terdepan dalam pemilu ini yang merupakan kemenangan besar bagi nasionalis Perancis dua tahun setelah kekalahan atas Emmanuel Macron dalam pemilu presiden 2017. Sementara partai La Republique en Marche (LREM) di bawah kepemimpinan Macron memenangkan tempat kedua dengan meraih 21,9% suara.

Di Jerman, sebagai negara paling penting di Uni Eropa, terlepas dari Demokrat Kristen yang sedang berada di atas, tetapi Partai Hijau mengalami salah satu kemenangan politik terbesarnya dengan mendapatkan setidaknya 20%. Sementara Partai Sosial-Demokrat Jerman dengan 15,5 persen suara berada di urutan ketiga dan partai sayap kanan ekstrem "Alternatif untuk Jerman" (AFD) memenangkan 10 persen suara di Parlemen Eropa. Hasilnya menunjukkan bahwa popularitas partai "Alternatif untuk Jerman" telah meningkat setidaknya 3 persen dibanding pemilihan Parlemen Eropa sebelumnya.

Sementara di Inggris, seperti yang diharapkan, "Partai Brexit", partai yang baru didirikan juga merupakan pilihan pertama Inggris. Partai brexit didirikan oleh Nigel Farage, politisi sayap kanan ekstrem berhasil meraih suara 31,7 persen, partai berkuasa Konservatif meraup 8,7 persen dan Partai Buruh yang dipimpin oleh Jeremy Corbin, hanya mampu mendapat 14,1 persen suara. Nigel Farage, pemimpin Partai Brexit mengatakan, "Kami sedang menunggu kemenangan besar." Dengan demikian, warga negara Inggris lebih memilih untuk mendukung Partai Brexit, daripada memilih antara dua partai tradisional negara ini; Partai Buruh dan Partai Konservatif.

Nigel Farage, Pemimpin Partai Brexit Inggris

Di Italia, Partai Sayap Kanan Ekstrem Lega yang dipimpin oleh Matteo Salvini meraih kemenangan besar 34,3 persen. Partai Lega sebelumnya telah menyusup ke dalam kekuasaan tertinggi Italia dan menempatkan Salvini sebagai menteri dalam negeri dan wakil perdana menteri. Di beberapa negara UE lainnya, termasuk Yunani, Hongaria dan Austria, partai-partai sayap kanan memenangkan pemilihan. Di Hongaria, Partai Fidesz yang berkuasa memenangkan lebih banyak suara di Eropa daripada partai sayap kanan moderat atau sayap kanan ekstrem lainnya. Partai tersebut, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban, yang mengadvokasi kebijakan populis dan anti-imigrasi, memenangkan 52,3% suara Hongaria.

Dengan demikian, di negara-negara penting Uni Eropa seperti Perancis, Inggris dan Italia, sayap kanan ekstrem telah berhasil memperoleh kemenangan yang signifikan. Pencapaian partai-partai nasionalis ekstrem di negara-negara Eropa berarti para pengritik semakin banyak dan lebih berpengaruh terhadap Uni Eropa yang ingin membatasi kewenangan UE. Kenyataan penting ini menjadi lonceng bahaya bagi negara-negara Eropa dan pertumbuhan dukungan rakyat untuk gerakan dan partai sayap kanan ekstrem yang membuat Kanselir Jerman Angela Merkel mengeluarkan peringatan.

Sebelumnya, Merkel sudah memperingatkan penyebaran nasionalisme yang mengancam perdamaian di Eropa dan dunia. Merkel mengatakan dalam sebuah wawancara dengan jaringan berita CNN, "Jerman, mengingat catatan Nazi di negara itu, perlu lebih waspada terhadap gerakan nasionalis di seluruh Eropa. Jerman perlu mengatasi populis yang telah mendapatkan dukungan utama dan menilai kembali "apa yang telah dibawa sejarah kepada mereka"."

Sekarang, dua kubu utama sayap kiri dan kanan moderat di Parlemen Eropa telah kehilangan mayoritas mereka di tengah meningkatnya dukungan atas Partai Hijau dan nasionalis ekstrem. Guy Verhofstadt, pemimpin kubu Aliansi Liberal-Demokrat (ALDE) di Parlemen Eropa, mengatakan, "Untuk pertama kalinya dalam 40 tahun terakhir, dua partai tradisional, Sosialis dan Konservatif tidak memiliki mayoritas di Parlemen Eropa. Jelas, kita tengah menyaksikan peristiwa bersejarah. Karena keseimbangan kekuasaan di Parlemen Eropa akan berubah."

"Kubu Partai Rakyat Eropa" (EPP) akan tetap menjadi kubu terbesar di Parlemen Eropa dan diperkirakan akan membentuk koalisi mayoritas untuk mendukung Uni Eropa. Namun, perwakilan partai-partai sayap kanan ekstrem serta Partai Hijau akan dapat membentuk fraksi kuat di institusi legislatif Eropa ini dan fakta ini adalah mimpi buruk yang selalu disebutkan dan diperingatkan oleh para pemimpin Uni Eropa.

Meningkatnya kehadiran partai-partai sayap kanan ekstrem di Parlemen Eropa tidak hanya mendorong kebijakan dan tindakan nasionalisme dan anti-konvergensi Eropa, tetapi juga dapat mempengaruhi peran Parlemen Eropa dalam politik Eropa, bahkan di jalur Uni Eropa.

Steve Bannon, mantan Penasihat Donald Trump

Menurut Steve Bannon, mantan Penasihat Donald Trump, "Hasil pemilihan Parlemen Eropa sangat mencengangkan. Sangat mungkin bahwa partai-partai nasionalis Hongaria, Belanda dan Inggris, bersama dengan Partai Lega di bawah kepemimpinan Salvini dan Partai Front Nasional yang dipimpin oleh Marine Le Pen akan membentuk kubu besar partai-partai nasionalis. Ini akan mengarah pada pembentukan kubu terbesar kedua di Parlemen Eropa dari partai-partai nasionalis. Namun, apakah gerakan nasionalis ini bersatu atau tidak, tapi yang pasti mereka akan memiliki pengaruh besar."

Meningkatnya kehadiran partai-partai sayap kanan ekstrem di parlemen negara-negara Eropa dan sekarang di Parlemen Eropa tidak hanya meningkatkan nasionalisme Eropa dan kebijakan anti-konvergensi tetapi juga dapat dilihat dalam perubahan konteks peran Parlemen Eropa dalam politik Eropa, bahkan jalur Uni Eropa.

Menurut Steve Bannon, "Tentu saja, kelompok-kelompok ini (partai sayap kanan ekstrem di Parlemen Eropa) dapat menghentikan banyak tindakan. Saya harus mengatakan bahwa saya percaya bahwa setiap hari di Brussels kita akan melihat pertempuran seperti pertempuran Stalingrad."

Parlemen Eropa telah memperkuat kekuasaannya selama beberapa tahun terakhir dan telah berperan penting dalam masalah-masalah penting seperti ratifikasi wilayah udara Eropa, pengurangan penggunaan plastik, penghapusan biaya roaming telepon seluler, penguatan privasi di dunia maya dan pengurangan emisi karbon dioksida dari mobil.

Pada saat yang sama, fraksi partai-partai sayap kanan ekstrem di Parlemen Eropa akan dapat mengancam beberapa undang-undang Uni Eropa (seperti Perjanjian Schengen) dan memperkuat kecenderungan yang berbeda dari negara-negara anggota dan merusak proses konvergensi UE. Juga, peningkatan dramatis dalam aksi kekerasan sayap kanan ekstrem terhadap imigran, terutama pencari suaka Muslim, adalah bahaya bagi pemerintah dan orang-orang Eropa untuk mengambil tindakan serius sesegera mungkin untuk mencegah penyebaran fenomena ini.