Standar Ganda Kamala Harris dalam Menyikapi Perang Gaza dan Israel
Kamala Harris, Wakil Presiden Amerika Serikat dan kandidat dari Partai Demokrat dalam pemilihan umum presiden Amerika Serikat 2024, meskipun mengakui tragedi yang disebabkan oleh rezim Zionis dalam perang Gaza, tapi tetap menekankan dukungan kuatnya terhadap rezim ini.
"Biar saya perjelas," kata Harris. “Saya akan selalu membela hak Israel untuk membela diri, dan saya akan selalu memastikan bahwa Israel mempunyai kemampuan untuk membela diri.”
Sekalipun demikian, ia mengatakan, Pada saat yang sama, apa yang terjadi di Gaza selama sepuluh bulan terakhir sangatlah menghancurkan. Semua nyawa tak berdosa ini telah hilang. Orang-orang yang putus asa dan kelaparan berulang kali berpindah dari satu sisi ke sisi lain untuk menjaga keselamatan mereka. Luas penderitaan ini sangat memilukan.
Media-media Amerika menafsirkan posisi Kamala Harris sama seperti Joe Biden selama 10 bulan terakhir.
Meski secara lisan menyinggung penderitaan rakyat Gaza dalam 10 bulan terakhir, Biden tetap menjadi pendukung utama rezim Zionis dalam perang Gaza.
Harris menghadapi kemarahan aktivis pro-Palestina yang mendorong gencatan senjata di Gaza dan embargo senjata terhadap Israel.
Standar ganda Kamala Harris mencerminkan sikap Gedung Putih dan Partai Demokrat secara umum terhadap perang Gaza-Israel.
Sehubungan dengan klaim terus-menerus Partai Demokrat untuk melindungi hak asasi manusia dan membela hak-hak dasar dan kebebasan masyarakat, serta basis sosialnya, yang pada dasarnya adalah kalangan muda, perempuan, serta etnis dan agama minoritas di Amerika Serikat, para pejabat dan para pemimpin Partai Demokrat, termasuk Presiden AS Joe Biden dan Wakilnya Kamala Harris hanya bereaksi verbal terhadap tragedi kemanusiaan selama perang Gaza yang dilakukan rezim Zionis dan tampaknya secara lahiriah ingin situasi ini diakhiri.
Padahal mereka belum mengambil tindakan efektif untuk mencegah berlanjutnya situasi bencana ini.
Rancangan manifesto pemilu Partai Demokrat, yang dirilis pada pertengahan Juli, menyerukan “gencatan senjata segera dan abadi” di Gaza dan pembebasan tahanan.
Namun, laporan tersebut tidak menyebutkan lebih dari 40.000 penduduk Gaza, yang sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan, gugur syahid dalam perang baru-baru ini, dan juga tidak menyebutkan perlunya membatasi bantuan senjata kepada Israel.
Hal ini terlepas dari kenyataan bahwa Amerika baru-baru ini menyetujui tambahan penjualan senjata senilai 20 miliar dolar ke Israel.
Meskipun Amerika Serikat memberikan dukungan politik dan militer yang luas kepada rezim Zionis dan penolakan rezim ini untuk menerima tuntutan masyarakat internasional, termasuk permintaan Amerika Serikat untuk melakukan gencatan senjata dalam perang Gaza dan tidak melakukan serangan ke Rafah, pemerintahan Biden dan pejabat senior Amerika hanya memberikan peringatan yang tidak efektif kepada Tel Aviv dan tidak menggunakan tekanan politik dan keuangan untuk memaksa Israel menghentikan perang Gaza.
Selain itu, meskipun kejahatan rezim Zionis, khususnya genosida rakyat Gaza, serta penggunaan senjata yang menyebabkan kelaparan dan terjadinya kelaparan di wilayah ini, adalah hal yang pasti dan tidak dapat disangkal, tapi pemerintahan Biden mencegah kecaman terhadap rezim Zionis ini di lembaga-lembaga internasional, padahal penanganan kejahatan ini telah dituntut oleh lembaga peradilan internasional seperti Mahkamah Pidana Internasional.
Pemerintahan Biden memiliki kebijakan ganda dalam menghadapi Israel. Meskipun sejumlah besar anggota parlemen dari Partai Demokrat di Kongres AS menentang penjualan senjata kepada rezim Zionis, Gedung Putih masih menekankan untuk mempersenjatai Tel Aviv dan mengirimkan amunisi dan bom dalam jumlah besar ke rezim Zionis untuk membunuh rakyat tertindas di Gaza
Sebenarnya, dukungan Gedung Putih yang tidak perlu diragukan lagi terhadap Tel Aviv selalu menjadi lampu hijau bagi rezim Zionis untuk terus melanjutkan aksi kriminalnya, terutama genosida terhadap masyarakat Gaza dan penggunaan senjata kelaparan di Jalur Gaza.
Pada saat yang sama, Gedung Putih mengklaim menginginkan gencatan senjata dalam perang berdarah di Gaza.
Pertanyaannya adalah, jika Gedung Putih benar-benar ingin melakukan hal ini, mengapa mereka tidak memberikan tekanan apa pun terhadap Israel, tapi dalam ukuran minimal mereka tidak berhenti mengirim bom berpemandu ke rezim Zionis, yang secara langsung menargetkan orang Gaza?
Poin pentingnya adalah karena peran penting pemerintahan Biden dalam dukungan politik, militer, dan senjata kepada Israel, telah terjadi protes yang meluas di Amerika Serikat oleh masyarakat, terutama perempuan, pemuda dan pelajar, terhadap Gedung Putih dan posisi Biden maupun Harris yang mendukung rezim Zionis
Sehubungan dengan hal ini, bersamaan dengan diadakannya Kongres Nasional Partai Demokrat di Chicago, ribuan warga Amerika melakukan demonstrasi untuk mendukung rakyat Palestina dan mengutuk kejahatan rezim Zionis di Gaza.
Mereka membawa poster bertuliskan, “Hentikan bantuan AS kepada Israel” dan “Hentikan perang (di Gaza)”.
Para pengunjuk rasa Amerika dalam pawai ini, ketika bergerak menuju tempat Kongres Nasional Partai Demokrat, menuntut penghentian bantuan militer Amerika kepada rezim Zionis dan mempersenjatai militer Zionis untuk membunuh warga sipil Palestina.
Para pengunjuk rasa menuntut Partai Demokrat mengambil tindakan untuk mencapai gencatan senjata di Gaza dan mencoba mengurangi pengeluaran militer.
Hal lain yang harus diperhatikan adalah bahwa jika Partai Demokrat setidaknya secara lisan dan lahiriah ingin mengakhiri situasi bencana di Gaza dan membangun gencatan senjata dalam perang Gaza, tapi Partai Republik bahkan mengabaikan kepura-puraan ini dan dengan dukungan penuh untuk Israel serta permintaan untuk melanjutkan dan bahkan meningkatkan bantuan dan senjata militer tidak menyebutkan situasi mengerikan yang dialami rakyat Gaza dan genosida yang dilakukan oleh rezim Zionis, dan mereka bahkan menyerukan tindakan yang lebih keras terhadap rakyat Gaza.
Selain itu, Donald Trump, mantan presiden dan kandidat Partai Republik pada Pilpres AS 2024, bahkan menyebut Kamala Harris anti-Israel dalam klaim yang aneh.
Mengkritik ketidakhadiran Harris dalam pidato Netanyahu di Kongres AS, Trump mengatakan dia membenci Israel.
Selama kampanye presiden tahun 2024, Trump secara agresif mempromosikan dirinya sebagai kandidat yang pro-Israel, mengklaim bahwa dia adalah "presiden Amerika terbaik yang pernah ada untuk Israel" dan bahwa setiap orang Yahudi yang memilih Demokrat "membenci agamanya".
Dengan demikian, jelas bahwa Trump bermaksud untuk mengikuti pendekatan lama yang ia ikuti pada masa jabatan pertama kepresidenannya, yaitu mendukung penuh Israel jika ia kembali menjabat di Gedung Putih.(sl)