Apr 07, 2022 19:20 Asia/Jakarta
  • Menlu Iran Hossein Amir-Abdollahian
    Menlu Iran Hossein Amir-Abdollahian

Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran, Hossein Amir-Abdollahian terkait krisis Ukraina mengatakan, Iran meminta fokus pada solusi politik di Ukraina.

Hossein Amir-Abdollahian Rabu (7/4/2022) di kontak telepon dengan sejawatnya dari Hongaria membicarakan hubungan bilateral, perundingan Wina dan krisis Ukraina.

Menlu Iran terkait krisis Ukraina menjelaskan, "Kami menolak perang dan sanksi."

Presiden Rusia, Vladimir Putin pada 21 Februari 2022 seraya mengkritik ketidakpedulian Barat atas kekhawatiran keamanan Moskow mengakui secara resmi kemerdekaan Republik Donetsk dan Luhansk di kawasan Donbass. Putin pada 24 Feberuari 2022 menginstruksikan operasi militer khusus ke Ukriana dan dengan demikian hubungan tegang Moskow dan Kiev berujung pada konfrontasi militer.

Perang di Ukraina

Sejak awal krisis Ukraina, Republik Islam Iran telah mengumumkan sikapnya terkait urgensi solusi damai friksi berdasarkan hukum internasional, dan meminta semua pihak untuk menghormati piagam PBB dan hukum internasional. Iran juga menegaskan urgensi menjaga penuh kedaulatan wilayah seluruh negara dan jaminan keamanan serta keamanan semua warga sipil dan infrastruktur sipil.

Dengan demikian, menlu Iran pada 14 Maret lalu di kontak telepon dengan Menlu Ukraina Dmytro Kuleba, seraya menjelaskan sikap Tehran menentang perang dan menekankan pentingnya memperhatikan solusi politik, mengungkapkan dukungan Iran terhadap setiap upaya politik guna menyelesaikan krisis Ukraina.

Republik Islam Iran seraya menentang perang, juga menilai akar utama krisis Ukraina adalah keputusan dan langkah politik serta militer Amerika dan pengobaran krisis negara ini di dunia.

Rahbar, Ayatullah Khamenei pada 1 Maret di pidatonya menyebut pengobaran krisis sebagai karakteristik utama jaringan mafia politik, ekonomi dan pembuat senjata Amerika yang meraih keuntungan besar dari maraknya krisis. Rahbar seraya menyinggung intervensi Amerika di urusan internal Ukraina, menilai bantuan Amerika dalam menciptakan kudeta beludru dan warna, dan relokasi pemerintah sebagai contoh yang jelas dari kebijakan pengobaran krisis AS.

Kini domain konfrontasi Barat dan Rusia terkait krisis Ukraina semakin luas, dan setelah penerapan sanksi luas ekonomi, finansial dan perdagangan terhadap Moskow, negara-negara Barat mulai melancarkan perang diplomatik terhadap Rusia serta lebih dari 330 diplomat Rusia diusir dari negara-negara Barat.

Sementara itu, negara-negara yang menjatuhkan sanksi kepada Rusia akan mengamali dampak ekonomi akibat balasan Moskow. Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan, sanksi Barat terhadap negaranya akan meningkatkan kelangkaan makanan di wilayah miskin di dunia, mengakibatkan gelombang baru migrasi serta kenaikan harga pangan.

Wajar jika Iran menilai kondisi kemanusiaan di Ukraina dan wilayah yang bertetangga dengan negara ini sangat mengkhawatirkan, dan menyerukan tindakan segera untuk memastikan pemindahan yang aman dan sukarela bagi semua pengungsi sipil dan orang-orang terlantar dari daerah-daerah yang terkena dampak di Ukraina.

Berdasarkan hal ini, Wakil tetap Iran di PBB, Majid Takht-e Ravanchi pada 24 Maret seraya mendukung perundingan kedua pihak untuk menyelesaikan krisis Ukraina saat ini, kembali mengumumkan seruan Iran untuk dihentikannya segera konfrontasi dan juga kesiapan Tehran bekerjasama dan memberi bantuan kemanusiaan kepada korban perang ini. (MF)

 

Tags