Otak Publik Dunia Dibombardir Hoaks soal Kondisi Perempuan Iran
Mar 16, 2024 19:36 Asia/Jakarta
Komite Status Perempuan PBB, merilis laporan terkait kondisi perempuan di Iran, dan berdasarkan laporan itu mereka mengaku menjadi pembela hak perempuan Iran.
Tirai Pertama: Amerika Serikat Mencemaskan Perempuan Iran!
Pada tanggal 8 Maret 2024, Komite Status Perempuan PBB menilai apa yang disebutnya sebagai diskriminasi berakar terhadap perempuan dan anak perempuan di Iran, sebagai pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan kemanusiaan. Masalah itu mendapat respons dari para pejabat pemerintah Iran.
Apakabar Gaza?
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani, menanggapi laporan Komite Status Perempuan PBB dengan mengatakan,
"Delegasi yang menamakan diri tim pencari fakta, dibentuk dengan pertunjukan hak asasi manusia konyol beberapa negara Barat, terutama Jerman, dengan uang hadiah mereka pada Desember 2022. Setelah kegagalan proyek kekacauan di dalam Iran, delegasi itu merilis laporan yang meliputi serangkaian penyimpangan terorganisir, serta kebohongan-kebohongan, dan alih-alih mencari fakta, malah menjungkirbalikkan fakta secara terarah."
Jubir Kemlu Iran menambahkan, "Delegasi yang menamakan diri pencari fakta internasional itu dalam laporan terbarunya menunjukkan bahwa mereka bekerja atas perintah dan upah dari Jerman, Inggris, AS dan Rezim Zionis, serta menjadikan mekanisme HAM PBB, sebagai alat untuk mendapatkan tujuan busuk dan ilegal rezim-rezim tersebut."
Menurut Kanaani, negara-negara tersebut bermaksud membalas kekalahannya terutama dalam upaya menciptakan kekacauan di dalam Iran,
"Daripada melakukan intervensi-intervensi yang tidak selayaknya terhadap Iran, negara-negara Barat, lebih baik memperhatikan kasus-kasus pelanggaran HAM di negaranya sendiri terutama jika mereka sedikit saja menaruh perhatian pada HAM, dan hak perempuan, pasti mereka sudah memperhatikan pelanggaran hak ribuan perempuan, dan anak-anak, serta pembantaian lebih dari 30.000 warga Palestina, yang 70 persennya perempuan dan anak-anak, dalam lima bulan terakhir, dan tidak akan mendukung berlanjutnya genosida, serta kejahatan kemanusiaan di Gaza."
Tirai Kedua: Di sini Gaza….
Beberapa waktu lalu Pengamat Hak Asasi Manusia Eropa-Mediterania, Euro-Med HRM, mengumumkan, "Kami telah mewawancarai sejumlah perempuan Palestina, di Gaza, yang ditangkap pasukan Israel, dan baru saja dibebaskan. Mereka mengaku terancam aksi-aksi keji seperti penyiksaan brutal, dan perilaku buruk para tentara Zionis. Serdadu-serdadu Israel, mengancam akan memperkosa para perempuan Palestina, dan memaksa mereka telanjang bulat. Tentara Israel, menutup mata para perempuan ini dalam waktu yang lama, dan memasukkan mereka ke dalam kerangkeng mirip tempat mengurung binatang. Mereka tidak diperbolehkan mendapat makanan, obat-obatan, perawatan dan barang-barang kebutuhan lain. Mereka dilarang bertemu anak-anaknya. Pasukan Israel, juga merampas uang dan semua yang dimiliki perempuan-perempuan Palestina itu."
Euro-Med HRM menuturkan,
"Penyiksaan mengerikan terhadap perempuan Palestina, dan perilaku buruk terhadap mereka, termasuk kejahatan perang, anti-kemanusiaan dan dilakukan dalam rangka kejahatan genosida yang dimulai Israel, pada 7 Oktober di Gaza. Kami meminta Komite Palang Merah Internasional, untuk melaksanakan tanggung jawab mereka, dan memeriksa kondisi perempuan Palestina, di penjara-penjara Israel, terutama perempuan, dan anak-anak perempuan."
Tirai Ketiga: Di sini Amerika…..
Akan tetapi ini semua bukanlah akhir dari cerita, karena kondisi dalam negeri Amerika Serikat, dan Eropa, juga patut untuk mendapat perhatian.
Berdasarkan laporan Pusat Nasional untuk Korban Kejahatan, serta Pusat Penelitian dan Perawatan Korban Kejahatan di Medical University of South Carolina, rata-rata 1.871 perempuan diperkosa di AS, setiap harinya. Dari tiga tentara perempuan AS, paling tidak satu di antaranya pernah diperkosa. Data menunjukkan 90 persen perempuan bekerja di Angkatan Bersenjata AS, pernah diperkosa selama perang Teluk Persia.
Dengan memperhatikan data dari Universitas George Mason, dari tiga perempuan Amerika, seorang di antaranya pernah mendapat pelecehan seksual. Data ini juga mengatakan 19 persen perempuan Amerika, sepanjang hidupnya minimal pernah sekali diperkosa. Selain itu, sekitar 43 persen perempuan Amerika, selama hidupnya pernah mendapat kekerasan seksual. Menurut laporan Forbes, sekitar sepertiga tahanan perempuan dunia berada di AS. Artinya, lebih dari 201.000 tahanan perempuan terdapat di AS, yaitu 10 persen populasi tahanan di negara ini didominasi perempuan.
Di Eropa, kondisinya tidak lebih baik, misalnya di Swedia, dari empat perempuan, satu di antaranya pernah diperkosa. Berdasarkan penelitian umum yang dilakukan Kementerian Kehakiman Inggris, terkait pelecehan seksual, di Inggris dan Wales, terjadi sekitar 85.000 kasus pemerkosaan. Data menunjukkan dari setiap lima perempuan Inggris, seorang di antaranya pernah mengalami kekerasan seksual sebelum menginjak usia 16 tahun. Sebuah lembaga anti-kekerasan terhadap perempuan di Inggris mengumumkan, 463 kasus pemerkosaan tercatat di universitas-universitas Inggris, dalam dua tahun kebelakang. Hal ini membuktikan bahwa aksi pemerkosaan terjadi selama aktivitas pendidikan berlangsung.
Menurut laporan situs Global Research, pasukan AS, selama menduduki Afghanistan, saat menyerang sebuah desa di Chahar Bolak, di Provinsi Balkh, memperkosa sejumlah perempuan Afghanistan.
Akan tetapi sekarang para pengklaim pembela hak perempuan palsu ini, mengaku mencemaskan kondisi perempuan Iran, dan ini baru satu bagian kecil dari pertunjukan kebohongan Barat.
Cerita-cerita berulang ini menjadi bukti kata-kata yang pernah diucapkan Joseph Goebbels, propagandis Nazi Jerman,
"Jika kamu mengatakan kebohongan yang cukup besar dan terus mengulangnya, maka masyarakat pada akhirnya akan mempercayai kebohongan itu. Kebohongan hanya dapat dipertahankan ketika negara mampu melindungi masyarakatnya dari konsekuensi-konsekuensi kebohongan tersebut di bidang politik, ekonomi dan militer. Oleh karena itu sangat penting bagi negara untuk mengerahkan segenap kekuatan guna menekan perbedaan pendapat, karena kebenaran adalah musuh bebuyutan kebohongan, maka dari itu kebenaran adalah musuh terbesar negara."
Menurut Joseph Goebbels, "Kebohongan harus sedemikian besar sehingga tidak ada seorang pun yang berani mengingkarinya, dan terkadang kebohongan-kebohongan yang sudah saya katakan, membuat saya sendiri ketakutan." (HS)
Tags