Perang Nagorno-Karabakh dalam Perspektif Rahbar
(last modified Wed, 04 Nov 2020 09:32:12 GMT )
Nov 04, 2020 16:32 Asia/Jakarta
  • Konflik Nagorno-Karabakh
    Konflik Nagorno-Karabakh

Berlanjutnya konflik bersenjata antara Armenia dan Republik Azerbaijan terkait kawasan Nagorno-Karabakh telah memicu kekhawatiran di tingkat regional.

Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Selasa (3/11/2020) di sebagian pidatonya bertepatan dengan peringatan kelahiran Rasulullah Saw (Maulid Nabi) dan Imam Jakfar Sadiq as, menyebut perang antara Armenia dan Republik Azerbaijan sebagai peristiwa pahit dan ancaman bagi keamanan kawasan.

Rahbar mengatakan, konfrontasi bersenjata ini harus secepatnya diakhiri; seluruh wilayah Republik Azerbaijan yang direbut Armenia harus dibebaskan dan dikembalikan kepada Baku.

Rahbar Ayatullah Khamenei

Rahbar menekankan untuk menjaga keamanan Armenia di wilayahnya dan mematuhi perbatasan internasional oleh kedua pihak. “Teroris yang berdasarkan laporan terpercaya telah memasuki wilayah ini, tidak boleh mendekati perbatasan Iran dan jika mereka berani mendekat, pastinya akan dihadapi dengan tegas.”

Pidato Rahbar terkait konflik Karabakh menunjukkan sikap transparan dan rasional Republik Islam Iran terkait konflik tersebut yang berubah menjadi luka lama dan jika tidak dipikirkan cara untuk menyelesaikannya, akan berujung pada tensi lebih besar. Dari perspektif ini, ada dua poin yang patut dipikirkan: pertama, ancaman yang dikobarkan melalui perang akan mengancam kawasan dan kedua, mekanisme penyelesaian konflik dengan mempertahankan kedaulatan wilayah dan menjaga hak kedua pihak dalam koridor prinsip di hubungan luar negeri.

Dengan dasar ini, Republik Islam Iran sejak awal konfrontasi di wilayah Nagorno-Karabakh memulai upayanya untuk menyelesaikan konflik ini. Sebagai kelanjutan dari upaya tersebut, Sayid Abbas Araqchi, wakil khusus Iran untuk menyelesaikan konflik Karabakh, pekan lalu dalam kunjungannya ke Baku dan Yerevan dan kemudian kunjungannya ke Rusia dan Turki, memaparkan prakarsa Iran untuk menerapkan perdamaian di Karabakh.

Utusan khusus presiden Iran ini menyebut diakhirinya pendudukan wilayah Republik Azerbaijan sebagai unsur penting di prakarsa Iran dan menambahkan, menjaga hak kaum minoritas dan HAM merupakan prinsip lain dari prakarsa Iran untuk mengakhiri konflik Nagorno-Karabakh. Pendekatan regional dan partisipasi negara-negara berpengaruh di kawasan juga karakteristik lain dari prakarsa Iran.

Krisis Nagorno-Karabakh berubah menjadi perang yang dahsyat pada Februari 1988 dan berlangsung hingga Maret 1994. Meskipun sejak awal konflik Nagorno-Karabakh banyak aktor dari Eropa hingga Amerika Serikat memasuki krisis dan mempresentasikan rencana, tetapi rencana ini termasuk pembentukan kelompok kerja Minsk tidak membuahkan hasil.

Pengalaman menunjukkan bahwa Barat memiliki tujuan di kawasan dan juga dengan penuh motivasi menjaga kepentingannya melalui pengobaran krisis di hubungan negara-negara kawasan. Bentrokan antara Republik Azerbaijan dan Armenia juga tidak terkecuali dari kaidah ini dan berlanjutnya hal ini pastinya akan merugikan kepentingan nasional kedua pihak yang berkonflik serta negara-negara kawasan.

Pidato Rahbar terkait dampak perang Nagorno-Karabakh bagi keamanan kawasan sangat penting dari sisi ini. Sekaitan dengan ini, Sayid Abbas Mousavi, duta besar Iran di Baku di akun Twitternya menulis, menyusul arahan Rahbar terkait krisis saat ini di Nagorno-Karabakh, Deputi menlu Republik Azerbaijan, Khalaf Khalafov dalam sebuah kontak telepon menyatakan pujian pemerintah dan bangsa Azerbaijan atas pidato penting dan adil ini serta menekankan persahabatan dan persaudaraan kedua negara bertetangga. (MF)