Pria yang Temukan Puing-puing Pesawat Malaysia MH370 Dibombardir Ancaman Pembunuhan
Jun 01, 2022 20:47 Asia/Jakarta
Blaine Gibson, pria Australia yang melacak puing pertama dari maskapai Malaysia Airline MH370 yang hilang pada 2014, mengaku telah dibombardir ancaman pembunuhan setelah meluncurkan operasi penyelidikan atas insiden itu.
Sejak awal, penyelidikan independen Blaine Gibson telah mendapat apresiasi keluarga dari 239 korban. Kerabat yang putus asa mencari kejelasan soal pesawat, yang menghilang setelah lepas landas dari bandara Kuala Lumpur 8 Maret 2014, bahkan bergabung dengannya untuk menyisir pantai Madagaskar setelah pihak berwenang Malaysia gagal menemukan jejak.
Namun, film dokumenter terbaru dari Channel 5 mengungkap bahwa pemburu puing pesawat asal Australia ini telah dirundung oleh ancaman pembunuhan, dan merasa diikuti saat dia melanjutkan pencariannya.
Berbicara dalam program “MH370: The Vanishing” awal minggu ini, Blaine mengatakan dia takut "seseorang yang berusaha mencegah ditemukannya Malaysia Airline MH370 mungkin akan melakukan tindakan kekerasan terhadap saya ... tapi saya tidak tahu siapa".
“Saya mulai mendapatkan ancaman pembunuhan dari orang-orang yang tidak dikenal. Hal-hal seperti 'Tidak ada pesawat, tidak ada Blaine' dan menyuruh saya menghentikan pencarian saya,” kata dia dalam program itu sebagaimana dilansir The Sun pada Selasa (31/5/2022).
Lebih lanjut kata dia, seorang temannya bahkan mendapat telepon dari orang yang juga tidak dikenal, yang mengatakan bahwa dia “tidak akan meninggalkan Madagaskar hidup-hidup.” “Saya sedang diikuti dan saya difoto dan, ya, itu sangat mengganggu. Itu mengintimidasi.”
Film dokumenter itu terbagi dalam tiga bagian, dan mengudara selama tiga malam berturut-turut. Isinya meneliti teori di balik hilangnya pesawat secara misterius, setelah tiba-tiba berubah arah dan menghilang dari radar setelah keluar dari kontrol lalu lintas udara Malaysia.
Teror dan tawaran bantuan mencurigakan
Setahun setelah pesawat hilang, ketika keluarga dan teman berkumpul di Kuala Lumpur, Beijing, dan Paris, masih belum ada tanda-tanda puing-puing dari pesawat itu.
Namun pada Juli 2015, bagian dari sayap Boeing 777 ditemukan di Pulau Reunion, di Samudra Hindia Selatan. Blaine Gibson memutuskan untuk mencari lebih banyak puing-puing karena tergerak ingin membantu keluarga menemukan kejelasan.
Meskipun tim pencari Australia memprediksi puing-puing pesawat Malaysia MH370 kemungkinan akan terdampar di Sumatera, Blaine mengikuti saran ahli kelautan terkemuka Dr Charita Pattiaratchi, yang mengklaim arus akan membuat hal itu tidak mungkin.
Pattiaratchi mendesak pria asal Australia itu untuk mencari lebih lanjut di Madagaskar dan Mozambik sebagai gantinya. “Ketika saya sampai di sana, saya bertanya kepada penduduk setempat - nelayan, tukang perahu - di mana puing-puing dari laut lepas terdampar?” ujarnya.
“Ada gundukan pasir di luar terumbu yang terpapar ke Samudra Hindia, tempat barang-barang terdampar ke darat. Tiba-tiba tukang perahu memanggil nama saya dan berkata 'Apakah ini Malaysia 370'?" Segitiga abu-abu itu, bertuliskan No Step, ternyata merupakan bagian dari ekor.
Pada Juni 2016, tiga potongan lagi ditemukan dan keluarga, termasuk Ghyslain dan Grace, terbang ke Madagaskar untuk membantu, menyisir 20 km garis pantai untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut. Pada 2018, Pemerintah Malaysia akhirnya setuju membiarkan perusahaan pencarian swasta, Ocean Infinity, meluncurkan pencarian baru di Samudra Hindia Selatan di bawah perjanjian tanpa biaya jika tak ada temuan baru.
Menggunakan probe hi-tech, tanpa pengemudi, perusahaan mencari 12 km persegi per hari hingga kedalaman 6000 meter. Tapi usaha itu dibatalkan setelah tidak menemukan apa pun selama 138 hari. Pada saat yang sama ketika Blaine mulai menerima ancaman pembunuhan.
Ghyslain Wattrelos, ayah dan suami yang berduka setelah kehilangan istri dan dua anaknya dalam insiden itu mengatakan dia juga dihubungi oleh ribuan orang yang menawarkan untuk membantunya menemukan kebenaran.
Tetapi Ghyslain meyakini beberapa memiliki motif jahat. Ayah yang berduka, yang juga memeriksa catatan radar ini, mulai meyakini bahwa pihak berwenang Malaysia atau China menutupi posisi sebenarnya dari kemungkinan kecelakaan itu, karena mereka tidak ingin pesawat itu ditemukan.
“Di suatu tempat di dunia ini seseorang tahu apa yang terjadi dan itu bukan hanya satu orang, ini adalah cerita besar. Ini cerita kotor dan melibatkan banyak negara,” katanya.
"Saya sangat yakin ada sesuatu atau seseorang di pesawat yang mereka tidak ingin tiba di Beijing sehingga mereka menyasar pesawat itu." Tidak ada bukti yang mendukung teori ini, tapi setiap ancaman terhadap Blaine justru membuatnya lebih bertekad untuk mencari kebenaran.
“Saya hanya mengubah hidup saya sehingga (bekerja) efektif dari ‘bawah tanah’ tetapi itu (ancaman) tidak efektif membuat saya berhenti,” katanya.
Misteri saat pesawat kehilangan kontak
Penerbangan Malaysia Airlines MH370 dijadwalkan lepas landas dari Kuala Lumpur ke Beijing tepat setelah tengah malam pada 8 Maret 2014, dengan 227 penumpang dari 14 negara berbeda, serta 12 anggota awak, di dalamnya.
Kapten Zaharie Ahmad Shah, pilot berusia 53 tahun dengan pengalaman 30 tahun, telah menjalani pemeriksaan dan dokumen biasa. Dia bertugas bersama co-pilot First Officer Fariq Abdul Hamid (27 tahun), yang berada di penerbangan pelatihan terakhir sebelum ujian untuk Boeing 777.
Pada pukul 1.19 pagi, saat mendekati wilayah udara Vietnam, Kapten Zaharie melakukan kontak radio untuk mengatakan 'Selamat malam Malaysia dari 370', kemudian menghilang dari radar. Lebih dari satu jam sebelum pejabat maskapai diberitahu bahwa pesawat itu hilang dan, empat jam kemudian, pada pukul 5.30 pagi, misi pencarian dan penyelamatan diluncurkan.
Tetapi pihak berwenang tidak tahu di mana pesawat yang hilang itu - atau apakah itu masih di udara. Saat jam dan hari berlalu, keluarga berkumpul di hotel di China dan Malaysia menunggu berita dan kecewa dengan minimnya informasi yang disediakan oleh pihak berwenang.
Teks 'menyatakan keluarga meninggal' Malaysian Airlines awalnya mengklaim pesawat itu hanya akan mampu terbang selama empat jam sebelum kehabisan bahan bakar.
Tapi kemudian diketahui bahwa pesawat itu masih berada di udara selama setidaknya enam jam setelah kehilangan kontak. Radar militer menangkap penerbangan berbelok hampir 180 derajat dan menuju kembali ke Kuala Lumpur, tak lama setelah kontak radio hilang.
Namun kemudian melewati ibu kota dan melanjutkan perjalanan ke Pulau Penang, menyeberangi Selat Malaka lalu membelok ke laut Andaman sebelum menuju ke Sumatera, di Indonesia.
Setelah seminggu tanpa berita, polisi mulai mencurigai Kapten Zaharie membajak pesawatnya sendiri dan menggeledah rumahnya, di mana mereka menemukan simulator penerbangan canggih dengan data yang dihapus.
Pada 24 Maret, dua minggu setelah insiden itu, Malaysia Airlines mengeluarkan pernyataan yang mengatakan "menurut data baru, penerbangan MH370 berakhir di selatan Samudera Hindia," menambahkan bahwa semua penumpang "diasumsikan tewas." (kompas.com)
Tags