Via Telepon, Menlu Iran dan Hamas Bahas Palestina
Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Hossein Amir Abdollahian mengatakan, rezim Zionis Israel telah menjadi lebih lemah untuk menahan kebangkitan rakyat dan perlawanan bangsa Palestina.
Hal itu disampaikan Menlu Iran dalam percakapan telepon dengan Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh pada hari Jumat, 15 April 2022.
Dia menambahkan, apa yang sedang terjadi di Masjid al-Aqsa menunjukkan tumbuh besarnya perlawanan rakyat Palestina yang heroik dan pemberani dan ketidakberdayaan Zionis.
"Hari ini, perlawanan berada pada titik terbaiknya dan rezim teroris Zionis berada pada titik terlemahnya," tegasnya.
Dalam percakapan telepon tersebut, Kepala Biro Politik Hamas menjelaskan kejahatan terbaru pasukan rezim Zionis Israel di Kompleks Masjid al-Aqsa.
"Palestina saat ini dihadapkan pada dua pilihan: menerima Yahudisasi Masjid al-Aqsa atau melawan rezim Zionis. Rakyat Palestina dan kelompok-kelompok perlawanan telah dengan kuat memilih jalan perlawanan," kata Haniyeh.
Lebih dari 220 warga Palestina terluka dalam serangan pasukan rezim penjajah al-Quds terhadap jemaah salat di Masjid al-Aqsa dan bentrokan di Tepi Barat serta al-Quds pendudukan pada hari Jumat.
Penyerangan, penganiayaan, kekerasan dan kejahatan rezim Zionis terhadap rakyat Palestina berlanjut hingga sekarang. Mereka meningkatkan kejahatan itu terutama pada hari-hari menjelang bulan suci Ramadan dan menjelang Hari al-Quds Sedunia.
Tahun ini, militer rezim Zionis meningkatkan tindakan kekerasan terhadap warga Palestina setelah adanya operasi mati syahid yang dilakukan oleh warga Palestina untuk merespons meningkatnya kejahatan rezim ilegal itu. Operasi seperti bahkan meluas hingga ke jantung Tel Aviv.
Rezim Zionis adalah penyebab utama dari semua kerusuhan di wilayah Palestina pendudukan, sebab rezim ini terus memperluas pendudukan, rasisme, penindasan, pembunuhan dan penyerangan terhadap tempat-tempat suci seperti al-Quds Sharif dan Masjid al-Aqsa. Melihat fakta ini, rakyat Palestina yang tertindas tidak memiliki pilihan selain melawan kejahatan rezim teroris tersebut.
Dukungan kepada rakyat dan cita-cita luhur Palestina merupakan salah satu prioritas dalam kebijakan luar negeri Republik Islam Iran selama bertahun-tahun pasca Kemenangan Revolusi hingga sekarang, yang memiliki posisi strategis dalam kebijakan tersebut.
Menurut Pasal 154 Konstitusi Iran, "Republik Islam Iran menganggap kebahagiaan dan kesejahteraan manusia di seluruh masyarakat sebagai cita-cita, dan mengakui bahwa kemerdekaan, kebebasan, dan supremasi hukum dan keadilan sebagai hak semua orang. Oleh karena itu, Republik Islam Iran mendukung perjuangan legal orang-orang tertindas melawan kubu arogan di titik mana pun di dunia dengan tetap sepenuhnya menahan diri dari campur tangan dalam urusan internal negara-negara lain.
Republik Islam Iran juga membela hak-hak rakyat Palestina dan perlawanan mereka terhadap penjajah Zionis di arena internasional dan regional, dan menyerukan kepada dunia untuk mengakui hak-hak sah rakyat Palestina untuk membela diri.
Dari sudut pandang Republik Islam Iran, satu-satunya solusi untuk krisis Palestina adalah mengadakan referendum dengan partisipasi semua penduduk utama negeri ini. Namun karena sifat teroris dan ingkar janji rezim penjajah Zionis, maka satu-satunya pilihan rakyat Palestina adalah melanjutkan perlawanan.
Peminpin Besar Revolusi Islam Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei dalam sebuah pidato mengatakan, tekanan keras front arogan terhadap Republik Islam Iran disebabkan dukungan negara ini kepada perjuangan Palestina.
"Tekanan-tekanan ini tidak akan pernah membuat kami mengabaikan kewajiban ilahi, agama, dan intelektual kami untuk mendukung Palestina." Tegasnya.
Jelas bahwa berlanjutnya perlawanan rakyat Palestina, kegagalan proses memalukan normalisasi hubungan dengan rezim Zionis oleh beberapa negara Arab, telah membuktikan dengan jelas bahwa konspirasi rezim Zionis untuk melemahkan perlawanan dan membuat rakyat Palestina putus asa tidak efektif.
Reza Sadr al-Husseini, seorang pakar urusan internasional, mengatakan, rezim Zionis terpaksa membangun hubungan terbuka dengan negara-negara kecil dan tidak berpengaruh di dunia Islam untuk menunjukkan bahwa rezim itu masih hidup dan memiliki peran, tetapi kenyataannya adalah banyak program propaganda dan media rezim Zionis telah dibayangi oleh keberanian dan perlawanan orang-orang yang sadar di seluruh dunia. (RA)