Mengapa Teroris Daesh Memerangi Poros Perlawanan, bukan Israel?
Barat memanfaatkan situasi ekonomi di kawasan Asia Barat dan pengalaman membentuk kelompok gerilya melawan Uni Soviet di Afghanistan untuk membentuk kelompok teroris terlatih dan profesional di Asia Barat, yang kemudian dikenal dengan sebutan ISIS atau Daesh.
Kelompok teroris ini memulai perang dengan masyarakat dan menghancurkan poros perlawanan yaitu Irak, Suriah, Lebanon dan Iran, yang semboyannya adalah mengusir personel militer Amerika dan pangkalan militernya dari Asia Barat.
Investigasi menunjukkan bahwa dengan berlanjutnya kejahatan Israel terhadap Palestina dan keinginan rezim ini untuk memperluas perang di wilayah tersebut setelah serangan di Lebanon dan Suriah dan serangan terhadap konsulat Iran, terdapat kesamaan perilaku destruktifnya dengan teroris Daesh.
Pertanyaan utama muncul, apakah Israel berupaya menyelesaikan proyek menghancurkan perlawanan Asia Barat? Sebuah proyek yang dulunya dilakukan bersama teroris Daesh.
Selain itu, pertanyaan lain yang muncul kembali, mengapa Daesh yang diklaim memiliki ideologi dengan slogan Islam, tidak menembakkan satu peluru pun ke arah Israel yang anti-Islam?
Mengapa tujuan dari apa yang disebut Negara Islam Suriah dan Irak bukan tujuan beberapa negara Arab, seperti Yordania dan rezim Zionis?
Menelaah film-film yang diterbitkan oleh kelompok ini mengungkapkan fakta bahwa kelompok ini tidak diragukan lagi dapat dianggap sebagai kelompok teroris paling profesional dalam pembuatan film dan produksi media. Adegan pembakaran atau pembunuhan orang yang difilmkan secara profesional mengingatkan kita pada adegan film Hollywood.
Penataan adegan-adegan yang dialkukan Daesh ini memerlukan kekuatan finansial dan media yang hanya mampu dimiliki oleh perusahaan film dan media besar. Artinya, terorisme versi baru dengan fitur profesional dan dukungan finansial, politik, dan media.
Sebuah versi baru yang melengkapi kelompok teroris seperti al-Qaeda untuk menciptakan kekacauan guna menghancurkan aliran perlawanan anti-kolonial, yang menjadi pembenaran atas kehadiran beberapa kekuatan global di kawasan.
Dalam bukunya Hard Choices, Hillary Clinton menyebut terciptanya kekacauan di beberapa wilayah di dunia sebagai kekacauan yang konstruktif. Dalam pidato lainnya, ia mengakui bahwa ISIS merupakan ide dan rencana Amerika yang bertujuan menciptakan kekacauan yang konstruktif. kemudian, pernyataan ini menjadi sasaran kritik Trump.
Kelompok teroris Daesh memiliki banyak perbedaan dengan model kelompok teroris sebelumnya di kawasan, meskipun misi baru juga ditetapkan untuk kelompok ini.
Kelompok teroris ISIS melanjutkan model kelompok teroris seperti Al-Qaeda di kawasan untuk membenarkan kebijakan ekspansionis dan kehadiran Amerika. Selain itu, hal ini juga digunakan untuk membenarkan kekerasan ekstrem terhadap umat Islam dengan memberikan definisi yang keras tentang agama Islam yang sebenarnya berorientasi perdaiaman dan kerukunan keluarga kepada dunia.
Selain itu, Daesh menargetkan dua negara yang sangat penting dan strategis dalam wacana perlawanan di Asia Barat dan berpengaruh dalam kedalaman Arab dan Islam. Negara-negara bernama Suriah dan Irak, tentu saja Lebanon dan beberapa negara di kawasan, dan terakhir Iran menjadi sasarannya.
Dalam rancangan yang kompleks ini, terlihat bahwa Suriah, sebagai salah satu mata rantai utama poros perlawanan di Asia Barat menghabiskan energinya untuk isu-isu internal dan penanganan kelompok teroris, sehingga lingkungan sekitar rezim Zionis yang menjadi sekutu utama Barat, akan berada dalam keamanan penuh.
Barat, terutama Amerika Serikat merancang pembentukan ISIS bertujuan untuk menyelesaikan rencana dan program yang oleh beberapa kekuatan dunia disebut sebagai Timur Tengah Baru pada tahun 2000 untuk mengubah geopolitik kawasan. Dalam rencana ini, negara-negara yang memiliki pendekatan berlawanan dengan kepentingan Amerika mejadi sasaran.
Masalah yang mengejutkan banyak orang adalah mengapa ISIS membunuh umat Islam atas nama Islam, bukan Zionis yang jelas menjadi musuhnya.
Faktanya, dalam rancangan Barat mengenai kelompok teroris seperti ISIS, terdapat prinsip bahwa tidak boleh ada kerusakan yang terjadi pada poros Amerika Serikat, terutama Israel. Oleh karena itu, ISIS mengobarkan perang, penghancuran, dan pembunuhan di Irak, Suriah, dan terkadang Lebanon, namun tidak menginjakkan kaki di wilayah Israel dan juga tidak menembaki sekutu regionalnya, Yordania.
Namun dalam penciptaan ISIS dan eksploitasinya, semuanya diperhitungkan kecuali faktor pencegah dan faktor yang dapat menghancurkan segala perilaku dan pendekatan politik para pencipta ISIS sebagai persamaan baru.
Dengan demikian, model-model baru dalam menghadapi ISIS terbentuk dengan pengaruh wacana resistensi dan regionalis Iran. Model seperti kekuatan perlawanan rakyat di Irak dan Suriah, bersama dengan tentara kedua negara dan kekuatan perlawanan Lebanon, dengan nasihat militer Iran dan komandan terkenal seperti Qassem Soleimani berhasil mengancurkan kelomlpok teroris Daesh.
Namun, sejak saat itu telah ditekankan bahwa penggulingan dan kejatuhan ISIS secara permanen memerlukan penghancuran landasan intelektual dan ideologis kelompok teroris ini yang bersekutu dengan Amerika Serikat.
Mayjen Qassem Soleimani, komandan utama poros perlawanan melawan ISIS, bersama pasukan perlawanan rakyat Irak dan Suriah.(PH)