Krisis Politik di Kabinet Rezim Zionis Semakin Membara
Berlanjutnya protes jalanan di Wilayah Pendudukan, perbedaan pendapat antara pihak oposisi dan kabinet rezim Zionis, serta meningkatnya kemungkinan Mahkamah Internasional mengeluarkan perintah untuk menangkap Benjamin Netanyahu telah menyebabkan krisis politik di Tel Aviv semakin membara.
Konsekuensi dari operasi Badai Al-Aqsa yang dimulai oleh kelompok pejuang Palestina pada 7 Oktober 2023 telah meningkatkan ketidakstabilan dalam rezim Zionis, dan kabinet Benjamin Netanyahu berada di ambang kehancuran.
Yair Lapid, ketua oposisi kabinet rezim Zionis ikut serta dalam demonstrasi pemukim Zionis melawan Benjamin Netanyahu di Tel Aviv pada Sabtu, 27 April.
Keluarga tahanan Zionis dan ribuan penentang kabinet Netanyahu juga berunjuk rasa di depan gedung Kementerian Perang Rezim Zionis di Tel Aviv.
Surat kabar Zionis Ma'ariv juga melaporkan, dengan mengutip sumber informasi, bahwa Perdana Menteri Netanyahu sangat khawatir dan terganggu oleh ketakutannya untuk mengeluarkan surat perintah penangkapannya di Mahkamah Internasional.
Krisis politik semakin meningkat di Tel Aviv dalam beberapa hari terakhir, dan partai-partai oposisi menyerukan pemilihan umum dini dan pemecatan Netanyahu.
Protes jalanan juga banyak terjadi di wilayah-wilayah pendudukan, dan para pengunjuk rasa melihat Netanyahu sebagai alasan utama berlanjutnya perang di Gaza dan kegagalan mencapai kesepakatan mengenai negosiasi gencatan senjata dengan Hamas.
Netanyahu telah membuat janji-janji sejak awal perang di Gaza, tapi seiring berjalannya waktu, menjadi jelas bahwa ia tidak dapat mencapai satupun dari janji tersebut.
Bukan saja klaim Netanyahu untuk mengalahkan Hamas dan mengusir kelompok perlawanan Palestina dari Gaza tidak menjadi kenyataan, tapi militer Zionis juga mengalami kekalahan telak dalam menghadapi kelompok perlawanan itu.
Masalah pembebasan tahanan Zionis juga merupakan salah satu janji Netanyahu yang belum membuahkan hasil karena aksi destruktif perwakilan rezim Zionis dalam perundingan gencatan senjata dengan Hamas.
Berlanjutnya perang Gaza juga membuat situasi di Wilayah Pendudukan menjadi lebih sulit secara ekonomi, dan kabinet Netanyahu tidak mampu mengendalikan perang ini.
Kejahatan militer Zionis, dan pembunuhan ribuan perempuan dan anak-anak yang tidak berdaya di Gaza juga meningkatkan kebencian opini publik dunia terhadap rezim Zionis.
Meskipun media-media yang berafiliasi dengan Amerika dan Barat secara luas menyensor fakta-fakta perang Gaza, para aktivis pro-Palestina dan kelompok perdamaian telah berhasil menciptakan konsensus global menentang rezim Zionis.
Mahkamah Internasional mungkin akan memeriksa kasus kejahatan yang dilakukan oleh rezim Zionis dalam beberapa hari ke depan, dan tersangka utama kejahatan dan pembunuhan tidak manusiawi di Gaza adalah Perdana Menteri Rezim Zionis, para anggota ekstremis dan penghasut perang dari kabinetnya.
Rezim Zionis telah menghadapi berbagai krisis internal dan anggota kabinet Netanyahu juga berada di ambang pengadilan dan penuntutan internasional.
Perang di Gaza telah berubah menjadi mimpi buruk bagi Netanyahu dan kabinetnya yang suka berperang, sehingga kondisi internal di Wilayah Pendudukan menjadi semakin kritis dan kemungkinan jatuhnya kabinet semakin meningkat setiap harinya.
Netanyahu juga memiliki perbedaan pendapat dengan kelompok Zionis ekstrem di kabinet, dan ketegangan ini terus bertambah.
Konsekuensi internal dan eksternal dari penghasutan kabinet Netanyahu adalah semakin intensifnya krisis politik dan ekonomi di wilayah-wilayah pendudukan, yang menempatkan rezim Zionis di ambang kehancuran.(sl)