Krisis Baru Netanyahu: Kaum Haredi Ancam Boikot Ekonomi terhadap Israel
-
Kaum Haredi
Pars Today - Para pemimpin kaum Yahudi Ortodoks ultra-konservatif (Haredi) tengah mempertimbangkan langkah boikot ekonomi terhadap sejumlah perusahaan besar Israel sebagai bentuk protes terhadap undang-undang wajib militer dan penangkapan anggota komunitas mereka oleh militer Israel.
Menurut laporan IRNA pada Senin (10/11/2025), mengutip Channel 13 televisi Israel, para rabi dan dewan rohani Haredi sedang membahas larangan pembelian produk dari perusahaan besar seperti Strauss, Tnuva, dan Osem, raksasa di sektor makanan dan produk susu, selama satu bulan penuh. Langkah ini dimaksudkan untuk menekan pemerintah agar membatalkan kebijakan wajib militer bagi pelajar seminari dan anggota komunitas religius mereka.
Seorang pejabat pengadilan agama Yahudi mengatakan kepada Channel 13, “Populasi Haredi mencapai sekitar 1,5 juta orang. Jika kami bersatu, kami dapat menimbulkan kerugian ekonomi besar bagi perusahaan-perusahaan utama, dan hal ini akan memberikan tekanan langsung kepada para pengambil keputusan. Kami tidak akan diam ketika anggota kami ditangkap dan dipaksa untuk menjalani wajib militer.”
Ancaman Ekonomi dan Tekanan Politik terhadap Netanyahu
Para analis ekonomi Israel memperingatkan bahwa aksi boikot semacam ini dapat menyakiti perekonomian nasional, meskipun sejauh ini belum ada perkiraan pasti mengenai besaran kerugiannya. Namun, ini bukan kali pertama komunitas Haredi melakukan boikot.
Pada tahun 2023, mereka pernah memboikot jaringan toko roti “Angel”, setelah perwakilan perusahaan itu ikut serta dalam demonstrasi yang mendukung wajib militer bagi Haredi. Akibat tekanan besar itu, pihak perusahaan akhirnya meminta maaf secara publik kepada komunitas religius tersebut.
Channel 13 melaporkan bahwa satu-satunya cara untuk menghentikan boikot ini adalah dengan menyerahkan rancangan undang-undang pembebasan dari wajib militer, yang sebelumnya dijanjikan oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu kepada para pemimpin Haredi saat pembentukan koalisinya.
Sebagai bentuk tekanan tambahan, kelompok Haredi telah menggelar demonstrasi mingguan setiap Kamis di Tel Aviv dan Al-Quds, menuntut pembebasan penuh komunitas religius dari kewajiban militer. Mereka juga mengancam akan menarik dukungan politik dan membubarkan koalisi Netanyahu jika tuntutan tersebut diabaikan.
Rabi Moshe Hirsch, salah satu pemimpin spiritual Haredi dari kubu Lituania, sebelumnya memperingatkan bahwa jika pemerintah gagal mengesahkan undang-undang pembebasan ini, maka tidak ada pilihan lain selain mendorong pembubaran Knesset (parlemen Israel).
Latar Belakang Ketegangan
Isu wajib militer di Wilayah Pendudukan Palestina kini menjadi salah satu krisis politik terbesar di parlemen Israel.
Kaum Haredi menuntut pembebasan total bagi pelajar sekolah agama dari kewajiban militer, dengan alasan bahwa tugas mereka adalah melayani Tuhan melalui studi keagamaan. Namun, banyak kalangan sekuler dan partai oposisi menolak pandangan itu, menegaskan bahwa “setiap warga Israel harus setara di hadapan hukum, termasuk dalam wajib militer”.
Di sisi lain, militer Israel tengah menghadapi kekurangan besar tenaga personel, terutama dalam unit-unit tempur. Karena itu, para pejabat militer menolak permintaan pembebasan massal bagi kaum Haredi.
Para pemimpin oposisi, dalam pertemuan ketiga mereka pada Sabtu malam, berjanji akan melawan keras rencana Netanyahu untuk mengesahkan undang-undang pembebasan tersebut, dan terus mendorong kebijakan yang mewajibkan semua warga, termasuk Haredi, untuk ikut serta dalam dinas militer.
Para pengamat memperkirakan bahwa tekanan politik dari Haredi di satu sisi, dan perlawanan kuat dari oposisi sekuler di sisi lain, dapat mendorong Israel memasuki fase baru krisis politik dan perpecahan sosial internal, yang semakin memperlemah posisi Netanyahu dan stabilitas pemerintahannya.(sl)