Otoritas Palestina: Nasib Rakyat Palestina Harus Ditentukan Sendiri
-
Ali Faisal, ketua delegasi parlemen Palestina
Pars Today - Ketua delegasi parlemen Palestina mengatakan dalam rapat komite APA, “Menentukan nasib rakyat Palestina sendiri dan tanpa perwalian, mendukung pembelaan sah rakyat Palestina dan mendirikan negara Palestina, serta koordinasi bersama untuk menggagalkan apa yang disebut rencana Israel Raya di Asia Barat merupakan beberapa isu yang harus dipertimbangkan.”
Menurut laporan Pars Today, Ali Faisal, ketua delegasi parlemen Palestina, menekankan perlunya menentukan nasib rakyat Palestina sendiri dan tanpa perwalian asing dalam rapat Komite Palestina Majelis Parlemen Asia (APA) yang diadakan di Mashad.
Faisal, mengapresiasi dukungan Republik Islam Iran terhadap agresi dan tindakan kekerasan rezim Zionis, menjelaskan situasi kritis di Gaza dan mengatakan, "Dalam dua tahun terakhir, lebih dari 70.000 orang gugur dan 170.000 orang terluka akibat serangan Zionis, dan 90 persen wilayah Gaza telah hancur."
Mengacu pada pendudukan sejumlah desa di Tepi Barat, pejabat Palestina ini menilai tujuan rezim Zionis adalah untuk menciptakan jarak antara penduduk di wilayah tersebut dan Gaza serta membuka jalan bagi "Hari Nakba baru".
Ia menekankan bahwa perlawanan rakyat Palestina dan negara-negara di kawasan untuk mempertahankan tanah mereka merupakan bagian dari upaya menjaga keamanan regional.
Menurut ketua delegasi parlemen Palestina pada pertemuan Komite Palestina Majelis Parlemen Asia (APA), gencatan senjata baru-baru ini di Gaza telah disetujui dengan dukungan berbagai negara untuk mencegah kelaparan, tetapi rezim Zionis terus melanggarnya.
Faisal juga menyinggung serangan Zionis terhadap rumah-rumah warga di Tepi Barat, penutupan perlintasan Rafah, dan serangan terhadap tempat-tempat suci umat Islam dan Kristen, seraya mengatakan, “Rezim ini bahkan menargetkan negara-negara yang berpihak pada rakyat Palestina."
Ali Faisal menutup pidatonya dengan menekankan perlunya mendukung pembelaan sah rakyat Palestina, mendirikan negara Palestina merdeka, melawan rencana "Israel Raya", dan menindaklanjuti keputusan Mahkamah Internasional terhadap para pemimpin rezim Zionis, serta menyerukan upaya global untuk mengisolasi rezim pendudukan ini.(sl)
Peluncuran Buku "Italia dan Iran 1857-2015"; Meninjau Kembali Hubungan Kuno Tehran dan Roma
Pars Today - Acara peresmian peluncuran buku "Italia dan Iran 1857-2015" diselenggarakan di Institut Kerja Sama Italia-Asia di hadapan duta besar Iran untuk Roma, para penulis, dan peneliti.
Buku "Italia dan Iran 1857-2015" diluncurkan pada hari Kamis (05/12/2025) dalam sebuah acara yang dihadiri oleh Mohammad Reza Sabouri, Duta Besar Republik Islam Iran untuk Italia, para penulis buku, dan sekelompok profesor serta peneliti terkemuka. Acara ini dipandu oleh Mario Margoni, Kepala Institut Kerja Sama Italia-Asia (ISIA).
Menurut laporan IRNA, di awal acara, kepala Institut Kerja Sama Italia-Asia, merujuk pada hubungan mendalam antara kedua negara, menggambarkan hubungan ini sebagai "jembatan kunci antara Iran dan Barat" dan menekankan bahwa hubungan antara kedua negara, terlepas dari perbedaan nilai, telah berlanjut melalui dialog dan menemukan solusi bersama, dan pengalaman ini menunjukkan bahwa "kesuksesan adalah milik mereka yang percaya pada dunia bersama dan kerja sama, bukan mereka yang mencari dominasi dan kekuasaan".
Dalam sambutannya, Duta Besar Republik Islam Iran untuk Italia juga menyinggung pentingnya penelitian sejarah yang komprehensif ini dan menyebut buku "Italia dan Iran 1857-2015" sebagai "referensi fundamental dalam memahami sejarah hubungan Iran-Italia". Mengingat bahwa hubungan resmi antara Tehran dan Roma dimulai bahkan sebelum berdirinya Kerajaan Italia dan tidak pernah terputus sepanjang sejarah, beliau menganggap kesinambungan ini sebagai tanda yang jelas dari saling pengertian, rasa hormat historis, dan ikatan budaya yang mendalam antara kedua negara.
Sabouri lebih lanjut menekankan bahwa buku ini, di luar analisis hubungan politik, merupakan "cerminan identitas bersama kerja sama dan saling pengertian antara kedua negara", dan menunjukkan bahwa kedua negara, Iran dan Italia, "lebih memilih dialog daripada konfrontasi, bahkan dalam situasi internasional yang paling sulit sekalipun".
Mengacu pada kapasitas ekonomi, industri, budaya, dan akademik Iran dan Italia yang luas, ia menyatakan, “Kedua negara dapat menjadi mitra yang andal dalam perjalanan menuju perdamaian, stabilitas, serta pembangunan regional dan global.”
Duta Besar Iran juga mengapresiasi upaya para penulis buku ini, dan menyebut mereka sebagai "pencipta karya yang abadi dan pengabdian bagi diplomasi budaya", serta memuji peran Institut Kerja Sama Italia-Asia dalam menyelenggarakan acara ini.
Menutup sambutannya, Sabouri menyatakan bahwa acara budaya ini dapat menjadi langkah menuju pencatatan memori bersama dan penguatan kerja sama antara kedua negara dalam beberapa dekade mendatang, dan sekali lagi menunjukkan bahwa hubungan jangka panjang antara Iran dan Italia masih memiliki potensi besar untuk memperluas interaksi di masa depan.(sl)