Kesuksesan Irak dalam Memberantas Daesh di Mosul
Pasukan relawan Irak melanjutkan upaya mereka untuk membebaskan berbagai desa dan kota di barat Mosul, utara negara ini dari pendudukan kelompok teroris Takfiri Daesh (ISIS). Baru-baru ini mereka berhasil membebaskan enam desa.
Hadi al-Amiri, salah satu komandan pasukan relawan Irak, al-Hashd al-Shaabi mengatakan, enam desa itu terbebas dari pendudukan teroris setelah beberapa hari dikepung dan dilakukan operasi militer.
Militer Irak pada Minggu, 21 Mei 2017 juga membersihkan beberapa distrik di barat Mosul dari keberadaan teroris dan memperketat pengepungan terhadap Daesh. Teroris Daesh menyerang dan menduduki kota Mosul –kota terbesar kedua Irak– di pusat Provinsi Nineveh pada tanggal 10 Juni 2014.
Pasukan gabungan Irak termasuk militer, polisi dan pasukan relawan memulai operasi pembebasan kota Mosul dari pendudukan Daesh pada tanggal 17 Oktober 2016 atas instruksi Haider al-Abadi, Perdana Menteri Irak yang sekaligus sebagai Panglima Angkatan Bersenjata negara ini.
Operasi militer tersebut hingga sekarang telah berhasil membebaskan sebagian besar wilayah yang diduduki teroris Daesh. Kini Daesh melewati hari-hari akhir mereka di Irak, sebab barat Mosul sedang di ambang pembebasan penuh dari pendudukan kelompok teroris Takfiri ini.
Terkait hal itu, al-Abadi beberapa waktu lalu mengatakan, pasukan Irak telah semakin dekat pada tahap akhir dari pembebasan Mosul, di mana barat kota ini di ambang pembebasan penuh dari pendudukan Daesh.
Mosul merupakan pangkalan teroris Daesh terpenting dan terakhir di Irak. Bagian timur kota ini sepenuhnya telah terbebas dari pendudukan teroris pada tanggal 24 Januari 2017. Setelah itu, operasi militer dilanjutkan untuk membebaskan barat Mosul yang dimulai pada tanggal 19 Februari.
Masuknya ke tahap akhir dari pembebasan bagian barat Mosul menunjukkan kekuatan militer Irak dan sekaligus tekad perlawanan rakyat di kawasan untuk menumpas terorisme.
Operasi pembebasan Mosul merupakan pertunjukan kekuatan dan persatuan semua etnis Irak di garis terdepan dalam perang melawan teroris Takfiri Daesh. Menurut para pejabat Baghdad, Mosul adalah titik akhir kehidupan Daesh di Irak.
Kegagalan upaya terbaru asing terkait dengan operasi pembebasan Mosul menunjukkan persatuan rakyat dan militer Irak dan sikap tegas mereka yang tidak membiarkan inisiatif operasi ini diserahkan kepada apa yang disebut sebagai Koalisi Internasional Anti-Daesh pimpinan Amerika Serikat.
Posisi kuat yang diambil pemerintah Irak dan dukungan rakyat negara ini telah mampu mengarahkan operasi pembebasan Mosul di jalur yang benar. Persatuan rakyat Irak dan penyandaran pada kapasitas dan potensi internal merupakan faktor utama kesuksesan luas Irak dalam memberantas Daesh dan membebaskan sebagian besar wilayah yang diduduki teroris ini, selama beberapa bulan terakhir.
Teroris Daesh menduduki kota Mosul selama sekitar 2,5 tahun. Mereka berhasil menduduki kota ini berkat konspirasi regional dan internasional yang dirancang AS dan sejumlah rezim reaksioner di kawasan. Pada Juni 2014, pemerintah Irak yang bersandar pada kekuatan militer dan pasukan relawan termasuk al-Hashd al-Shaabi memulai perjuangan serius untuk memberantas Daesh.
Kerjasama bersama dan langsung rakyat, militer dan pemerintah Irak dan terkepungnya Daesh di Provinsi Nineveh adalah faktor yang menentukan dalam melemahkan Daesh di negara ini.
Pejabat-pejabat senior Baghdad yang memandang realistis terhadap pengaruh persamaan pasukan relawan, al-Hashd al-Shaabi, militer dan pemerintah, mengumumkan bahwa tahun 2017 adalah tahun kematian Daesh di Irak.
Yang pasti, rakyat Irak harus menanggung kerugian yang besar akibat ulah Daesh dan pendukungnya seperti AS, Arab Saudi dan beberapa rezim reaksioner di kawasan. Rakyat Irak berharap segera bisa memberantas Daesh di negara mereka dan mengakhiri kondisi tersebut, sehingga mereka secepatnya bisa merekonstruksi Irak.
Tahap akhir pembersihan kota Mosul dari keberadaan Daesh bersamaan dengan operasi pemberantasan teroris di berbagai wilayah Suriah pasca pembebasan kota Aleppo menunjukkan percepatan proses kehancuran teroris di kawasan.
Kini para pendukung kelompok-kelompok teroris, yaitu sejumlah negara Barat terutama AS dan sejumlah rezim reaksioner seperti Arab Saudi terguncang menyaksikan kehancuran teroris dan kegagalan kebijakan mereka di kawasan.
Hal itu tampak jelas dalam pertemuan terbaru yang diselenggarakan Arab Saudi di Riyadh dengan istilah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab Islam-Amerika, di mana pada dasarnya merupakan upaya untuk mengevaluasi dan menyusun kembali kekuatan menyusul kegagalan kebijakan mereka di kawasan. (RA)