Dampak Pemecatan Penasihat Keamanan Nasional Irak
(last modified Fri, 31 Aug 2018 13:18:50 GMT )
Aug 31, 2018 20:18 Asia/Jakarta
  • PM Irak Haider al-Abadi (kanan) dan Penasihat Keamanan Nasional Irak Faleh al-Fayyaz (kiri).
    PM Irak Haider al-Abadi (kanan) dan Penasihat Keamanan Nasional Irak Faleh al-Fayyaz (kiri).

Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi mengeluarkan instruksi pada Kamis, 30 Agustus 2018 untuk memecat Pemimpin al-Hashd al-Shaabi dan Penasihat Keamanan Nasional Faleh al-Fayyaz dari jabatannya.

Ada dua alasan dari pencopotan tersebut, alasan yang tampak dari luar dan alasan tersembunyi dari keputusan ini. Alasan yang tampak dari luar adalah seperti yang disinggung oleh al-Abadi bahwa al-Fayyaz mengejar urusan politik dan berdasarkan konstitusi Irak, pejabat tinggi militer tidak boleh berperan dalam urusan politik.

 

Namun tidak diragukan lagi, itu hanya alasan yang tampak dari luar dari keputusan tersebut, dan tentunya ada alasan yang tersembunyi di balik tindakan itu. Salah satunya adalah seperti yang disinggung dalam pernyataan koalisi al-Fatah hari ini, Jumat, 31 Agustus 2018 yang dirilis untuk mereaksi keputusan terbaru PM Irak.

 

Al-Fatah dalam pernyataannya mengumumkan bahwa pemecatan al-Fayyaz adalah upaya al-Abadi untuk meraih kembali kursi PM Irak, sebab, al-Fayyaz tidak setuju jika al-Abadi menjadi PM untuk kedua kalinya. Pemimpin al-Hashd al-Shaabi itu menganggap tidak maslahat bagi Irak jika al-Abadi terpilih kembali menjadi PM.

 

Selain itu, menurut beberapa sumber, al-Abadi mencopot al-Fayyaz atas permintaan Amerika Serikat. Selama ini, AS dan sekutunya telah melakukan berbagai upaya untuk menyingkirkan al-Hashd al-Shaabi dari arena di Irak dan mendudukkan sebuah pemerintahan yang bergantung pada Washington.

Faleh al-Fayyaz

 

Kantor berita al-Ghad mengutip sumber terpercaya menyebutkan, AS telah mengusulkan kepada al-Fayyaz bahwa jika dia bersedia bergabung dengan koalisi al-Hikmah yang dipimpin oleh Ammar al-Hakim dan koalisi Sairoon yang berafiliasi dengan Muqtada Sadr, maka Washington akan mendukungnya menjadi PM, namun al-Fayyaz menolak usulan tersebut.

 

Pada dasarnya, usulan AS kepada al-Fayyaz itu bertujuan untuk menciptakan perselisihan antara dirinya dan al-Abadi, dan tampaknya usaha AS itu berhasil.

 

Meskipun tidak bisa dikatakan alasan yang mana yang telah mendasari al-Abadi memecat al-Fayyaz, namun langkah ini membawa beberapa konsekuensi dan dampak penting. Konsekuensi terpentingnya adalah akan semakin tertundanya dalam memperkenalkan PM baru Irak.

 

Pemilu parlemen Irak telah berlangsung pada tanggal 12 Mei 2018, namun dengan berlalunya lebih dari 100 hari dari pemilu ini, kelompok-kelompok politik Irak hingga sekarang belum mampu memperkenalkan PM baru. Pemecatan al-Fayyaz oleh al-Abadi akan semakin memperpanjang kondisi yang tidak jelas ini.

 

Konsekuensi lainnya adalah langkah al-Abadi yang memecat al-Fayyaz justru akan mengurangi peluang bagi dirinya untuk bisa menjadi PM Irak lagi, sebab, keduanya adalah pemimpin tinggi dari koalisi al-Nasr. Dan pemecatan ini tentunya akan menciptakan perselisihan yang lebih parah di antara koalisi ini. Dengan alasan ini, maka peluang al-Abadi untuk menjadi PM akan semakin kecil.

 

Konsekuensi lainnya adalah langkah al-Abadi itu akan berdampak negatif pada keamanan Irak. Hal ini telah diperingatkan dalam pernyataan koalisi al-Fatah bahwa pemecatan al-Fayyaz merupakan langkah berbahaya yang akan menyeret al-Hashd al-Shaabi dan badan keamanan Irak ke perselisihan politik. (RA/PH)