Perang Narasi Netflix terhadap Hashd Al Shaabi
Putaran baru serangan terhadap kelompok perlawanan rakyat Irak, Hashd Al Shaabi melalui dunia perfilman, dan media sosial, sudah dimulai.
Putaran baru serangan ini dilakukan, dan dikendalikan bersama oleh Amerika Serikat, dan Arab Saudi. Saudi di media sosial sedang berusaha merusak citra Hashd Al Shaabi dengan menuduh kelompok perlawanan rakyat Irak itu terlibat praktik korupsi, dan sektarian.
Di sisi lain, Amerika membuat film berjudul Mosul, dengan maksud untuk menghapus peran Hashd Al Shaabi, dan militer Irak dalam pembebasan kota Mosul dari tangan kelompok teroris Daesh, dan menonjolkan peran pasukan Amerika.
Film "Mosul" yang diproduksi perusahaan Amerika, Netflix pada tahun 2019, saat ini sudah diputar hampir di seluruh dunia.
Netflix selama ini dikenal sebagai perusahaan penyedia layanan media streaming yang kerap mengusung sentimen anti-Muslim. Dalam film Mosul, Netflix mencoba melancarkan perang narasi terkait pembebasan kota Mosul.
Film bergenre action ini pada kenyataannya menyimpangkan realitas perang melawan Daesh di Mosul, dan menampilkan narasi Hollywood dalam perang ini untuk menjatuhkan kredibilitas narasi pihak Irak.
Kepala Bidang Komunikasi dan Media, Kementerian Dalam Negeri Irak, Saad Moen, sehubungan dengan hal ini mengatakan, film Mosul berusaha mengecilkan kedudukan militer Irak, dan Hashd Al Shaabi dengan menuduh mereka korup, dan lemah.
Sementara Kepala Divisi Media, Hashd Al Shaabi, Mohanad Najim Al Eqabi menuturkan, film ini dibuat bukan hanya untuk menyerang Hashd Al Shaabi, tapi seluruh angkatan bersenjata Irak. Menurutnya, operasi pembebasan Mosul sama sekali bukan misi perang pasukan elit Amerika, SWAT.
Serangan perusahaan media Amerika terhadap militer Irak, dan Hashd Al Shaabi ini menyasar sejumlah tujuan.
Pertama, menonjolkan peran militer Amerika dalam perang melawan terorisme di Irak, dan realitasnya Amerika berusaha menunjukkan diri sebagai pemimpin perang melawan Daesh. Untuk mencapai tujuan ini, Amerika mengerahkan kekuatan industri perfilman, dan menggunakan taktik perang Hollywood. Film Mosul berusaha agar narasi Amerika terkait pembebasan Mosul, unggul.
Kedua, Amerika ingin menghapus peran signifikan Hashd Al Shaabi dalam membebaskan seluruh wilayah Irak yang diduduki teroris Daesh. Strategi dan peran Hashd Al Shaabi ini bukan hanya membuat bangga mereka sendiri, tapi seluruh rakyat Irak. Amerika untuk meraih tujuan ini menuduh militer Irak sudah usang, dan korup, sementara Hashd Al Shaabi adalah organisasi bau kencur, tidak berpengalaman, sektarian, dan terlibat korupsi.
Ketiga, Amerika berusaha menciptakan kesan bahwa kehadiran pasukannya di Irak adalah keharusan bagi rakyat negara ini. Pasalnya, jika pasukan Amerika diusir dari Irak, negara ini akan menghadapi banyak permasalahan keamanan karena pasukannya sudah usang, dan korup.
Keempat, menjelang pemilu parlemen dini Irak, citra Hashd Al Shaabi harus dirusak di benak rakyat Irak. Rencana ini dijalankan secara bersamaan oleh Amerika melalui Netflix, dan Saudi melalui media sosial.
Akan tetapi, publik Irak dengan hastag dukungan atas Hashd Al Shaabi di media sosial mereaksi keras penayangan film Mosul, dan upaya Saudi merusak citra kelompok perlawanan rakyat Irak, sehingga perang narasi yang dibangun kedua negara ini terhadap Hashd Al Shaabi dapat digagalkan. (HS)