Arab Saudi dan Perluasan Hubungan Dagang dengan Irak
Koran Okaz cetakan Arab Saudi di sebuah laporannya menulis, Menteri Perdagangan dan Investasi negara ini, Majid bin Abdullah Al Qasabi dengan disaksikan Dubes Saudi di Baghdad, Abdulaziz bin Khalid al-Shammari melantik atase perdagangan negara ini di Irak.
Selama beberapa bulan terakhir, ekonomi menjadi alat untuk mendekatkan hubungan Riyadh dan Baghdad. Awal bulan lalu sebuah delegasi Saudi mewakili Dewan Koordinasi Irak-Arab Saudi berkunjung ke Baghdad. Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi dan Putra Mahkota Saudi, Mohammad bin Salman pada 11 November lalu di sebuah dialog virtual menandatangani kesepakatan sembilan pasal antara kedua negara.
Selain itu, jalur penyeberangan Arar antara Arab Saudi dan Irak, yang termasuk jalur penyeberangan penting setelah 30 tahun akhirnya dibuka kembali. Majid al-Qasabi Senin (7/12/2020) dini hari bersama sejumlah bisnismen dan investor Saudi tiba di bandara udara Baghdad. Presiden Irak Barham Salih kemarin menjadi tuan rumah Majid al-Qasabi beserta rombongan.
Kunjungan dan pertemuan diplomatik ini menunjukkan bahwa Arab Saudi dan Irak telah mengambil langkah-langkah untuk mengembangkan hubungan, dan ekonomi telah memberikan dasar untuk ini. Kedua negara sepakat bahwa Arab Saudi akan berinvestasi di beberapa provinsi selatan dan barat Irak.
Masalah ini dalam hal kepentingan Irak kembali pada kebutuhan ekonomi negara ini. Irak saat ini memiliki sekitar 8 juta karyawan, yang gajinya membebani pemerintah sekitar 6 miliar dolar sebulan, sedangkan pendapatan pemerintah Irak sekitar 2 miliar dolar sebulan. Al-Kadhimi prihatin dengan protes rakyat atas keterlambatan pembayaran gaji dan memiliki nasib serupa dengan Adel Abdul-Mahdi, yang digulingkan sebagai perdana menteri Irak hanya satu tahun kemudian.
Di sisi lain, Irak akan menyaksikan pemilihan parlemen lebih awal pada 6 Juni 2021. Mustafa al-Kadhimi adalah salah satu tokoh Irak yang tidak memiliki basis partai di negara itu dan mendapat kritik keras atas kinerjanya sebagai perdana menteri. Al-Kadhimi berusaha mengamankan kepentingan politiknya dengan menarik investasi asing.
Arab Saudi juga berupaya memajukan kepentingan politik regionalnya dengan mengeksploitasi ekonomi. Tujuan politik terpenting Arab Saudi adalah menggunakan ekonominya untuk mengamankan kepentingan politik daerahnya. Apa yang dikejar oleh Al-Saud mempengaruhi struktur kekuasaan Irak. Riyadh berupaya memengaruhi kebijakan regional Irak dengan memengaruhi struktur kekuasaannya. Ini khususnya terlihat nyata di kasus hubungan Irak-Iran. Irak adalah salah satu negara terpenting di kawasan Asia Barat, yang memiliki hubungan dekat dengan Republik Islam Iran, sebuah masalah yang dianggap Arab Saudi tidak sesuai dengan kepentingannya.
Sementara itu, Arab Saudi sedang mengejar tujuan penting lainnya dengan kedok investasi ekonomi, yakni memutus kontak geografis antara poros perlawanan. Haitham Khazali, pakar keamanan Irak mengatakan, "Investasi yang ingin dilakukan Arab Saudi di beberapa bagian provinsi Irak hanyalah sebuah rencana Amerika untuk memisahkan Irak dari tetangganya dan mengubah daerah-daerah ini menjadi basis pemboman mobil dan perekrutan teroris. Karenanya, investasi Saudi merupakan ancaman keamanan utama bagi Irak."
Mengingat situasi ini, meskipun pemerintah Irak sedang mengejar tren peningkatan hubungan ekonomi dengan Arab Saudi, kebijakan ini menuai banyak kritik di dalam negeri Irak sendiri. (MF)