Pendidikan Perempuan Afghanistan Dibatasi, PBB Minta Taliban Dialog
Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam pertemuan khusus yang membahas situasi hak asasi manusia di Afghanistan, meminta Taliban untuk berbicara langsung dengan perwakilan komunitas perempuan di negara ini.
"Hari ini, saya kembali meminta otoritas Taliban untuk menerima permintaan mendesak perempuan Afghanistan untuk berdialog," kata Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet baru-baru ini.
Dia menyinggung kunjungan terbaru ke Kabul dan menuturkan, saya melihat pesan yang mengesankan dari para aktivis perempuan di Kabul. Mereka menuntut dialog langsung dan tatap muka dengan para pemimpin pemerintahan Taliban dan terus bekerja untuk memenuhi permintaan ini.
Di sisi lain, Pelapor Khusus PBB untuk Afghanistan Richard Bennett mengatakan dalam pidatonya pada pertemuan itu bahwa pernikahan dini dan pernikahan anak secara paksa, pembatasan gerak dan larangan pendidikan anak perempuan termasuk di antara pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak dasar perempuan yang dilakukan oleh Taliban.
Permintaan PBB kepada pemerintah Taliban untuk dialog dengan perwakilan komunitas perempuan Afghanistan adalah dalam kerangka pendekatan yang telah dimasukkan organisasi ini ke dalam agenda sejak bulan-bulan pertama Taliban menguasai Afghanistan pada musim panas lalu, dan langkah ini sejalan dengan pembelaan atas hak-hak perempuan di negara ini.
Berkuasanya kembali Taliban di Afghanistan, seperti yang diperkirakan, kelompok ini memberlakukan pembatasan pada komunitas perempuan di Afghanistan. Berdasarkan pembatasan ini, pendidikan dan pekerjaan untuk perempuan di Afghanistan kurang lebihnya dilarang.
Bahkan ada laporan yang menunjukkan bahwa sesuai dengan rencana yang diumumkan oleh Taliban, wanita Afghanistan dapat bepergian dan menggunakan transportasi umum hanya dengan kehadiran pasangan mahram mereka. Rencana ini menuai reaksi negatif di ruang publik Afghanistan.
Kebijakan terbaru Taliban adalah tidak mengundang perwakilan komunitas perempuan Afghanistan untuk menghadiri pertemuan Loya Jirga dan hanya ulama yang hadir dalam pertemuan tersebut. Langkah ini bertentangan dengan klaim Taliban sebelumnya.
Padahal berdasarkan pertemuan-pertemuan Loya Jirga sebelumnya di Afghanistan, para pemimpin suku, kabilah, dan tokoh politik berpengaruh di negeri ini harus hadir dalam pertemuan tersebut. Pertemuan terbaru Loya Jirga tidak memiliki kombinasi yang diadakan pada pertemuan masa lalu.
Dalam situasi ini, PBB dan masyarakat internasional menekankan dialog Taliban dengan perwakilan komunitas perempuan Afghanistan, tetapi kelompok ini belum bersedia untuk membahas hak-hak perempuan dengan perwakilan komunitas perempuan karena posisi mereka dalam menghadapi tekanan-tekanan berbagai kelompok.
Berlanjutnya kebijakan pembatasan Taliban terhadap komunitas perempuan Afghanistan telah menyebabkan masyarakat internasional menegaskan posisinya untuk tidak memberikan pengakuan resmi atas kedaulatan kelompok tersebut dan terus menolak untuk secara resmi menerima Taliban.
Mengingat karakteristik Taliban dalam ketidakfleksibelan ide-ide pemerintahannya, terutama penentangannya terhadap kebebasan individu dan sosial yang diterima dalam sistem internasional untuk rakyat Afghanistan, maka kecil kemungkinan tekanan masyarakat internasional agar Taliban mematuhi nilai-nilai yang dipertimbangkan dalam konvensi Hak asasi manusia ini, bisa terwujud.
Penolakan Taliban untuk menanggapi secara positif permintaan internal dan eksternal untuk pembentukan pemerintahan yang komprehensif di Afghanistan adalah contoh nyata dari keengganan kelompok ini untuk fleksibel dalam pemerintahannya di negara ini. (RA)