Kekhawatiran Kekerasan Politik dan Ancaman atas Demokrasi Meningkat di AS
(last modified Tue, 08 Nov 2022 04:40:41 GMT )
Nov 08, 2022 11:40 Asia/Jakarta

Menjelang pemilihan umum paruh waktu Amerika Serikat, yang dijadwalkan akan diadakan secara nasional pada Selasa (08/11/2022), kekhawatiran terkait kekerasan politik dan ancaman terhadap demokrasi telah meningkat pesat di negara yang mengklaim sebagai pelopor demokrasi di dunia.

Hasil jajak pendapat baru yang dilakukan oleh ABC News dan Washington Post menunjukkan bahwa hampir 9 dari 10 orang Amerika, atau 88 persen, khawatir bahwa perbedaan politik yang semakin intensif akan meningkatkan risiko kekerasan bermotif politik di negara ini.

Survei ini dilakukan seminggu setelah suami Ketua DPR Nancy Pelosi, Paul Pelosi, diserang dan dirawat di rumah sakit oleh seorang ekstremis di rumah mereka di San Francisco.

Nancy dan Paul Pelosi

Nancy Pelosi, saat menyatakan penyesalannya atas serangan terhadap suaminya dan mengakui bahwa demokrasi di Amerika Serikat sedang terancam, menekankan kepada warga Amerika, Kita tidak boleh takut dan menyerah, tetapi kita harus berani.

Beberapa hari sebelum pemilihan paruh waktu untuk Kongres AS, insiden kekerasan tersebut telah menimbulkan kekhawatiran bahwa penyebaran informasi yang salah dan perpecahan politik yang mendalam dapat menyebabkan tindakan kekerasan di tengah masyarakat.

Para pejabat Federal Amerika Serikat percaya bahwa isu-isu seperti perbedaan politik dan tuduhan pejabat kedua pihak terhadap satu sama lain adalah kekuatan pendorong di balik serangan dan kekerasan seperti serangan terhadap Paul Pelosi.

Barack Obama, mantan Presiden Amerika Serikat memperingatkan bahwa kesenjangan dan perbedaan di bidang politik Amerika mengarah pada penciptaan "atmosfer berbahaya".

Obama mengatakan: Serangan terhadap suami Nancy Pelosi, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS beberapa hari lalu adalah akibat dari ujaran kebencian di Amerika.

Sementara menurut jajak pendapat baru lainnya, peserta di kedua partai AS menganggap demokrasi dalam bahaya. Dua pertiga responden survei Universitas Quinnipiac mengatakan bahwa demokrasi Amerika dalam bahaya runtuh.

Jumlah ini telah meningkat sebesar 9% dibandingkan dengan terakhir kali pertanyaan ini diajukan pada bulan Januari.

Menjelang pemilihan umum paruh waktu Amerika Serikat, yang dijadwalkan akan diadakan secara nasional pada Selasa (08/11/2022), kekhawatiran terkait kekerasan politik dan ancaman terhadap demokrasi telah meningkat pesat di negara yang mengklaim sebagai pelopor demokrasi di dunia.

Dengan cara ini, jelas bahwa kekhawatiran tentang eskalasi kekerasan politik dan demokrasi di Amerika yang semakin dalam bahaya adalah perhatian politik utama warga Amerika, terutama pendukung dua partai utama, Demokrat dan Republik.

Sekalipun demikian, ada perbedaan pendapat yang signifikan tentang penyebab dan faktor anomali situasi politik di Amerika saat ini.

Dalam konteks ini, kita harus secara khusus menyebutkan tuduhan timbal balik dari kedua partai utama di Amerika, yang akhir-akhir ini saling menuduh telah merusak demokrasi.

Presiden Demokrat Joe Biden pekan lalu menyebut gerakan Make America Great Again mantan Presiden Donald Trump sebagai semi-fasis, sementara Partai Republik menuduh pemerintahan Biden memerintahkan penggerebekan FBI atas rumah Trump di Florida karena alasan politik.

Berkenaan dengan prediksi hasil pemilu paruh waktu di Amerika Serikat dan pengambilalihan mayoritas DPR oleh Partai Republik, sudah ada pandangan gelap tentang intensifikasi perpecahan politik dan konflik di Amerika Serikat, dan semakin melemahnya demokrasi di negara kapitalis terbesar di dunia.

Partai Republik sedang bersiap untuk memakzulkan Joe Biden karena "kejahatan serius" setelah mendapatkan kembali kendali Dewan Perwakilan Rakyat dalam pemilihan paruh waktu.

Ini dianggap sebagai balas dendam terhadap Demokrat atas pemakzulan Donald Trump dari Partai Republik pada Februari 2021 karena insiden 6 Januari 2021 dan penyerangan vila Trump dengan tujuan mendapatkan dokumen untuk penuntutannya.

Donald Trump, mantan Presiden AS

Secara khusus, Trump dan sekutunya menuduh Kementerian Kehakiman bermotif politik dalam penggerebekan FBI di rumahnya di Florida, yang tampaknya untuk mencari dokumen rahasia pemerintah.

Mantan presiden Amerika Serikat itu telah mengatakan bahwa penggerebekan FBI di rumahnya adalah sesuatu yang umum di negara dunia ketiga.(sl)