Ketika Putin Menegaskan Jangan Terlalu Optimis Memandang Barat
Pada hari Minggu (17/12/2023), Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pidatonya yang belum pernah terjadi sebelumnya mengakui kesalahan bersikap optimis dan percaya terhadap Barat dan bahwa Rusia tidak memiliki perselisihan dengan Barat.
Menurutnya, Saya salah mengira bahwa tidak akan terjadi perselisihan dan konflik antara Rusia dan Barat, dan dunia telah berubah.
“Pada awal tahun 2000an, saya mempunyai kesan naif bahwa dunia telah berubah dan tidak akan ada konfrontasi ideologis serta tidak ada alasan untuk konflik antara Barat dan Rusia,” ungkap Putin.
Pengakuan optimisme Presiden Rusia terhadap Barat dan kesalahan sikap tersebut masuk akal mengingat perkembangan periode pasca-Perang Dingin dan tindakan Barat terhadap Rusia dalam beberapa dekade terakhir.
Rusia, sebagai penerus Uni Soviet pada tahun 1990-an pada masa kepemimpinan Boris Yeltsin, mengadopsi pendekatan optimis dan berbasis niat baik terhadap Barat, dan bahkan pejabat senior Rusia percaya bahwa mereka dapat bergabung dengan institusi Barat dan Eropa.
Namun, pandangan optimis ini berangsur-angsur berubah karena tindakan dan pendekatan bermusuhan dari Barat, terutama upaya NATO untuk melakukan ekspansi ke timur dan memasukkan negara-negara Eropa Timur dan Tengah yang sebelumnya menjadi anggota Pakta Warsawa.
Pada tahap berikutnya, NATO, yang dipimpin oleh Amerika Serikat, melakukan upaya nyata untuk menjadikan negara-negara dekat Rusia, terutama Ukraina dan Georgia, menjadi anggota organisasi militer Barat ini, yang berarti berusaha membendung Rusia, dan ini memicu reaksi keras Moskow.
Sebenarnya akar permasalahan dari dua perang yaitu perang antara Rusia dan Georgia pada tahun 2008 serta perang antara Rusia dan Ukraina pada Februari 2022 hingga saat ini kembali pada isu ini.
Pendekatan NATO yang bermusuhan dan upaya terus-menerus untuk maju ke timur membuat Moskow menganggap NATO sebagai ancaman terhadap keamanan nasional Rusia dalam strategi keamanan nasionalnya.
Dari sudut pandang para pemimpin Kremlin, permusuhan dan kebencian negara-negara Barat terhadap Rusia bukanlah fenomena sesaat, tapi merupakan pendekatan berkelanjutan dan konstan yang dilakukan oleh NATO dan Amerika terhadap Rusia.
Pada hari Minggu (17/12/2023), Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pidatonya yang belum pernah terjadi sebelumnya mengakui kesalahan bersikap optimis dan percaya terhadap Barat dan bahwa Rusia tidak memiliki perselisihan dengan Barat.
Salah satu contoh nyata dari permasalahan ini adalah permintaan berulang kali Rusia kepada NATO untuk menarik diri dari kebijakan “ekspansi ke timur”, berbeda dengan NATO yang terus menerus meningkatkan tindakan permusuhannya terhadap Rusia dengan tidak menanggapi permintaan Rusia dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam hal ini, pihak Barat tidak hanya mengancam keamanan nasional Rusia, tetapi juga selalu mendukung penentang pemerintah Rusia dan kelompok separatis dengan mencampuri urusan dalam negeri negara tersebut.
Dalam konteks ini, Putin mengatakan, Saya telah mengamati tindakan negatif dalam kebijakan negara-negara Barat terhadap Rusia, terutama dukungan terhadap separatisme dan terorisme di tanah Rusia, tapi saya percaya bahwa masalah ini didiamkan secara intelektual dan praktis di pihak mereka. Namun faktanya belakangan saya yakin 100% bahwa setelah runtuhnya Uni Soviet, mereka di Barat berpikir bahwa mereka harus bersabar dan bahwa mereka juga akan meruntuhkan Rusia.
Hal ini didasarkan pada pendapat politisi Amerika Brzezinski yang menyatakan, Barat ingin menghancurkan Rusia, memecah belahnya, menundukkannya dan menggunakan sumber dayanya.
Di sisi lain, Rusia, sebagai satu-satunya negara yang setara dengan Amerika dalam bidang kekuatan nuklir strategis, selalu dianggap sebagai ancaman serius dari sudut pandang otoritas Washington, dan segala upaya Amerika ditujukan untuk melemahkan Rusia dan pada akhirnya menghancurkannya serta menghilangkan apa yang disebut sebagai ancaman nuklir.
Dari sudut pandang Washington, perang di Ukraina telah menciptakan peluang emas untuk melemahkan Rusia dan Putin serta mengurangi legitimasinya dan pada akhirnya menjatuhkannya dari kekuasaan.
Amerika selalu menyebut Rusia sebagai kekuatan pesaing dan revisionis dalam dokumen-dokumen nasionalnya.
Yang dimaksud Washington dengan istilah ini adalah keinginan Moskow untuk mengubah tatanan dunia sesuai dengan perkembangan substansial dalam politik dan ekonomi internasional, serta memberikan kewenangan dan peran lebih besar kepada PBB untuk menyelesaikan perselisihan regional dan internasional.(sl)