Kejahatan Barat - AS Jadikan 5.000 Orang Guatemala Sebagai "Tikus Lab"
https://parstoday.ir/id/news/world-i176194-kejahatan_barat_as_jadikan_5.000_orang_guatemala_sebagai_tikus_lab
Pars Today - Melihat sejarah sains Amerika menunjukkan bahwa adanya sikap rasis dan diskriminatif terhadap manusia di Amerika telah mendorong para peneliti di negara ini menggunakan manusia, terutama orang kulit hitam dan orang miskin, sebagai tikus laboratorium.
(last modified 2025-08-25T08:15:21+00:00 )
Aug 25, 2025 15:13 Asia/Jakarta
  • Warga Guatelama yang jadi korban AS
    Warga Guatelama yang jadi korban AS

Pars Today - Melihat sejarah sains Amerika menunjukkan bahwa adanya sikap rasis dan diskriminatif terhadap manusia di Amerika telah mendorong para peneliti di negara ini menggunakan manusia, terutama orang kulit hitam dan orang miskin, sebagai tikus laboratorium.

Menurut laporan Pars Today, kisah "5.000 Tikus Lab Guatemala" merujuk pada salah satu babak terkelam dalam sejarah kedokteran AS yang terjadi di Guatemala. Namun, "tikus lab" ini sebenarnya adalah manusia yang menjadi korban eksperimen yang tidak manusiawi.

Antara tahun 1946 dan 1948, para peneliti Amerika, yang dipimpin oleh Dr. John Charles Carter, melakukan eksperimen untuk menyelidiki efek penisilin terhadap penyakit menular seksual di Guatemala.

Dalam eksperimen ini, para peneliti Amerika menginfeksi lebih dari lima ribu tahanan Guatemala, perempuan jalanan, pasien gangguan jiwa, dan tentara dengan penyakit menular seksual untuk mempelajari efek penisilin dalam mengobati penyakit ini.

Orang-orang tanpa persetujuan sengaja diinfeksi dengan penyakit seperti sifilis dan gonore untuk mempelajari respons tubuh mereka terhadap pengobatan tersebut.

Dalam studi ini, hampir 1.300 tahanan tersebut tertular berbagai penyakit menular seksual tanpa menyadari tujuan eksperimen atau risikonya. Kasus ini merupakan salah satu contoh historis penyiksaan manusia dalam penelitian medis, yang kemudian diakui sebagai pelanggaran nyata terhadap etika kedokteran dan hak asasi manusia.

Pada tahun 2010, setelah terungkapnya kejahatan mengerikan ini, Presiden Guatemala saat itu, Álvaro Colom menyebut eksperimen tersebut sebagai "kejahatan terhadap kemanusiaan" dan menyerukan penyelidikan internasional.

Pada tahun 2011, Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, menyampaikan permintaan maaf resmi atas tindakan ini melalui panggilan telepon dengan Presiden Guatemala Álvaro Colom.

Namun, banyak yang menganggap permintaan maaf tersebut tidak cukup karena tidak ada tindakan yang diambil untuk memberikan kompensasi kepada para korban eksperimen tidak manusiawi ini.

Insiden eksperimen tidak manusiawi di Guatemala tidak hanya menjadi titik gelap dalam sejarah kedokteran, tetapi juga berdampak signifikan pada hubungan internasional, terutama antara Amerika Serikat dan Amerika Latin.

Setelah terungkapnya eksperimen ini pada tahun 2010, banyak negara Amerika Latin mulai meragukan niat sejati Washington di bidang kerja sama medis dan sains. Ketidakpercayaan ini semakin mengakar, terutama di bidang-bidang yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat dan hak asasi manusia.

Peristiwa ini mendorong organisasi internasional dan lembaga hak asasi manusia untuk lebih memperhatikan etika penelitian ilmiah. Insiden ini juga menciptakan tekanan untuk regulasi yang lebih ketat terkait persetujuan berdasarkan informasi dalam penelitian pada manusia.

Secara global, pengungkapan ini merusak reputasi ilmiah dan etika Amerika Serikat dan menyebabkan banyak negara menjadi lebih berhati-hati dalam interaksi ilmiah dan medis mereka dengan Amerika Serikat.(sl)