Konsultasi Tehran, Moskow, dan Beijing Mengenai Masalah Nuklir Iran
-
Mikhail Ulyanov, perwakilan Rusia
Pars Today - Para duta besar Iran, Tiongkok, dan Rusia di Wina pada hari Rabu (05/11/2025), menjelang diselenggarakannya pertemuan Dewan Gubernur Badan Energi Atom Internasional (IAEA), mengadakan pertemuan dan membahas koordinasi sikap ketiga negara terhadap isu-isu yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut.
Menurut laporan IRNA, Mikhail Ulyanov, perwakilan Rusia untuk organisasi-organisasi internasional yang berbasis di Wina, pada Rabu (05/11) malam menulis dalam sebuah pesan di aplikasi Telegram bahwa hari ini Iran, Tiongkok, dan Rusia mengadakan putaran lain dari konsultasi tiga pihak tradisional mengenai isu nuklir Republik Islam Iran.
Ulyanov menambahkan bahwa Iran, Tiongkok, dan Rusia telah menyelaraskan dan menyesuaikan posisi mereka agar siap menghadapi pertemuan mendatang Dewan Gubernur Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Berdasarkan jadwal yang telah diumumkan, pertemuan berikutnya Dewan Gubernur akan diselenggarakan pada 19–21 November di gedung Pusat Internasional Wina. Kali ini, berbeda dengan periode-periode sebelumnya, isu mengenai Iran akan dibahas semata-mata dalam kerangka Perjanjian Komprehensif Pengamanan (Comprehensive Safeguards Agreement), karena misi IAEA di bawah Resolusi 2231 Dewan Keamanan PBB telah berakhir.
Republik Islam Iran menegaskan bahwa dasar kerja sama dan interaksinya dengan IAEA adalah undang-undang yang disahkan oleh parlemen.
Esmaeil Baghaei, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, sebelumnya menyatakan, “Kami tetap menjadi anggota Traktat Nonproliferasi (NPT) dan berkomitmen pada perjanjian pengamanan. Dalam pelaksanaan kewajiban tersebut, dengan mempertimbangkan keputusan parlemen yang menunjuk Dewan Keamanan Nasional Tertinggi sebagai otoritas yang bertanggung jawab atas isu ini, kami terus melanjutkan interaksi kami dengan IAEA.”
Sementara itu, program nuklir damai Iran selalu berada di bawah tekanan politik dan tuduhan tak berdasar dari negara-negara Barat.
Sebelum tercapainya JCPOA (Perjanjian Nuklir 2015), negara-negara Barat berupaya mengamankan isu ini untuk menggunakan sanksi dan ancaman militer terhadap Iran, tapi penutupan berkas dimensi militer potensial (PMD) pada tahun 2015 menghilangkan dalih tersebut.
Setelah menandatangani JCPOA, Iran sepenuhnya mematuhi komitmennya, tetapi Amerika Serikat pada tahun 2018 secara sepihak menarik diri dari perjanjian tersebut, sementara Eropa gagal memenuhi kewajibannya. Akibatnya, Iran mengambil langkah-langkah pengurangan komitmen dalam kerangka hak-haknya di bawah JCPOA, dan pembicaraan untuk menghidupkan kembali perjanjian itu tidak mencapai hasil karena kelambanan dan tuntutan berlebihan dari pihak Barat.
Selama tujuh tahun terakhir, Republik Islam Iran telah dengan itikad baik menempuh semua jalur diplomatik, tapi tuntutan tanpa akhir dan tidak realistis dari Eropa dan Amerika Serikat telah membawa upaya tersebut ke jalan buntu.
Iran telah berulang kali menegaskan kesiapannya untuk mencapai kesepakatan yang berkelanjutan dan dapat dipercaya yang menjamin pencabutan sanksi secara pasti dan mencegah terulangnya penyalahgunaan di masa depan.(sl)