Kejahatan Inggris di Selandia Baru
https://parstoday.ir/id/news/world-i180016-kejahatan_inggris_di_selandia_baru
Pars Today - Inggris melakukan kejahatan selama masa kolonial Selandia Baru, yang dampaknya masih terasa dalam masyarakat Maori dan struktur politik negara tersebut hingga saat ini.
(last modified 2025-11-10T09:31:49+00:00 )
Nov 10, 2025 17:43 Asia/Jakarta
  • Kejahatan Inggris di Selandia Baru
    Kejahatan Inggris di Selandia Baru

Pars Today - Inggris melakukan kejahatan selama masa kolonial Selandia Baru, yang dampaknya masih terasa dalam masyarakat Maori dan struktur politik negara tersebut hingga saat ini.

Menurut laporan Pars Today, pada abad ke-19, ketika Kekaisaran Inggris memperluas pengaruhnya di Oseania, Selandia Baru menjadi salah satu target utama penjajah Inggris. Kedatangan para pemukim Eropa dan penandatanganan Perjanjian Waitangi pada tahun 1840 antara perwakilan Inggris dan beberapa suku Maori memicu periode konflik berdarah dan ketidakadilan yang meluas. Perjanjian tersebut seharusnya melindungi hak-hak suku Maori, tetapi dalam praktiknya justru menjadi alat untuk dominasi Inggris sepenuhnya.

Perang Kolonial terhadap Suku Maori

Setelah penandatanganan perjanjian itu, perselisihan mulai muncul mengenai interpretasi ketentuan-ketentuannya. Meskipun awalnya berjanji untuk melindungi hak-hak penduduk asli, pemerintah Inggris dengan cepat mengadopsi kebijakan yang menyebabkan penyitaan tanah suku dan melemahnya struktur sosial Maori. Sebagai tanggapan, suku-suku Maori melawan, dan perang antara mereka dan pasukan Inggris dikenal sebagai Perang Selandia Baru.

Perang yang berlangsung dari tahun 1845 hingga 1872 ini sangat keras, menewaskan, melukai, atau mengungsi ribuan penduduk asli, serta membakar desa-desa dan lahan pertanian. Selama konflik-konflik ini, tentara Inggris menggunakan taktik-taktik seperti membakar desa-desa, menghancurkan pasokan makanan, dan banyak pemimpin Maori dipenjara atau dieksekusi. Selain itu, setelah perang berakhir, sebagian besar tanah Maori disita dan diberikan kepada para pemukim Eropa, yang menyebabkan kemiskinan yang meluas dan hancurnya perekonomian tradisional penduduk asli.

Statistik historis menunjukkan jumlah korban yang besar dalam apa yang disebut "Perang Selandia Baru" dibandingkan dengan jumlah penduduk asli.

Perang Utara (1845–1846)

Lokasi: Teluk Kepulauan

Penyebab: Protes suku Maori atas berkurangnya kekuatan politik dan ekonomi setelah Perjanjian Waitangi

Korban: Sekitar 94 orang Inggris tewas, sekitar 28 orang Māori tewas dalam Pertempuran Ohaeawai

Perang Selatan (1847–1848)

Lokasi: Wilayah Wellington

Penyebab: Sengketa kepemilikan tanah suku

Korban: Sekitar 15 orang Māori tewas, sekitar 11 orang Inggris tewas

Perang Taranaki (1860–1861)

Lokasi: Wilayah Taranaki di Pulau Utara

Penyebab: Perlawanan suku terhadap perampasan tanah

Korban: Lebih dari 200 orang Māori tewas, sekitar 100 pemukim Inggris dan Eropa tewas

Perang Waikato (1863–1864)

Lokasi: Wilayah Waikato

Penyebab: Penentangan terhadap Gerakan Kerajaan Māori

Korban: Sekitar 500 orang Māori tewas, sekitar 230 pasukan Inggris dan sekutu tewas

Perang Timur (1865–1872)

Lokasi: Pulau Utara bagian timur

Penyebab: Penindasan gerakan keagamaan dan politik Māori seperti Gerakan Paimireire

Korban: Lebih dari 300 orang Maori tewas, sekitar 100 pasukan pemerintah tewas

Menurut perkiraan historis, total korban Perang Selandia Baru adalah sebagai berikut: Maori menewaskan lebih dari 2.000 orang, dan pasukan Inggris dan pemukim tewas sekitar 800 orang. Angka-angka ini termasuk korban langsung dalam pertempuran dan tidak termasuk korban tidak langsung akibat pengungsian, penyakit, dan kelaparan.

Perampasan Tanah dan Penghancuran Ekonomi Pribumi:

Salah satu kejahatan terbesar Inggris di Selandia Baru adalah perampasan tanah Maori secara meluas. Dengan diberlakukannya hukum kolonial, tanah suku menjadi milik pemerintah Inggris dan diberikan kepada para pemukim Eropa. Tindakan ini:

Menghancurkan ekonomi tradisional Maori.

Menyebabkan kemiskinan dan tunawisma yang meluas di kalangan penduduk asli.

Menghancurkan struktur sosial suku-suku.

Upaya penghancuran budaya dan identitas:

Kolonialisme Inggris tidak terbatas pada aspek militer dan ekonomi. Selain aspek militer, kolonialisme budaya juga diterapkan secara gencar. Kebijakan budaya juga diterapkan dengan tujuan asimilasi Maori ke dalam budaya Inggris:

Pengajaran bahasa Inggris, alih-alih bahasa Maori, di sekolah diwajibkan.

Ritual dan tradisi pribumi dilarang atau dihina.

Anak-anak Maori dipisahkan dari keluarga mereka dan dididik di sekolah asrama Inggris. Hal yang sama terjadi pada penduduk asli Kanada.

Tindakan-tindakan ini memisahkan generasi-generasi Maori dari akar budaya mereka, menyebabkan krisis identitas dan meninggalkan luka psikologis dan sosial yang mendalam. Saat ini, banyak orang Maori masih berjuang menghadapi konsekuensi kejahatan ini dan menuntut keadilan historis dan reparasi.

Ketidakadilan hukum dan diskriminasi yang dilembagakan:

Selama masa kolonial, sistem peradilan Selandia Baru sangat diskriminatif:

Orang Maori tidak terwakili di pengadilan.

Undang-undang pertanahan dan properti dirancang untuk menguntungkan para pemukim Eropa.

Sanksi berat dijatuhkan atas protes penduduk asli.

Ketidakadilan ini menghancurkan kepercayaan orang Māori terhadap lembaga pemerintah dan menciptakan kesenjangan sosial yang mendalam.

Konsekuensi psikologis dan sosial kolonialisme:

Kekejaman Inggris di Selandia Baru memiliki konsekuensi jangka panjang:

Meningkatnya angka bunuh diri dan narkoba di komunitas Maori

Menurunnya tingkat pendidikan dan kesehatan di kalangan penduduk asli

Perasaan terpinggirkan dan kurangnya identitas pada generasi mendatang

Konsekuensi ini masih terlihat dalam statistik sosial Selandia Baru dan mencerminkan luka mendalam akibat kolonialisme.(sl)