Laut Mediterania, Jalur Paling Mematikan bagi Imigran
Laut Mediterania menjadi lokasi terbunuhnya ribuan imigran yang memiliki harapan untuk hidup yang lebih baik dengan mengarungi samudera menuju Eropa.
Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Pengungsi dalam laporan terbaru mengatakan, selama tahun 2018 ini lebih dari 2000 imigran tenggelam di Laut Mediterania ketika mereka berusaha untuk mencapai wilayah Eropa. Berdasarkan laporan ini, setengah dari pencari suaka yang tenggelam itu sedang menuju Italia.
Juru bicara Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi Charlie Yaxley mengatakan, selama beberapa tahun terakhir, Laut Mediterania menjadi jalur mematikan dunia bagi para imigran dan pencari suaka, di mana kelanjutan situasi ini tidak bisa diterima oleh semua pihak.
Langkah-langkah politik dan keamanan negara-negara Eropa untuk mencegah masuknya imigran ke Eropa telah mengurangi masuknya para pencari suaka itu ke Eropa. Namun jumlah imigran yang tewas di Laut Mediterania tidak berkurang.
Kondisi tersebut kembali kepada kebijakan yang bertentangan dengan standar kemanusiaan dan hukum internasional negara-negara Eropa. Tampaknya pemerintah negara-negara Eropa tidak menganggap penting sisi kemanusiaan dalam kebijakan mereka untuk mencegah masuknya imigran ke wilayah mereka.
Negara-negara Eropa terutama Italia merupakan salah satu tujuan utama para migran. Negara ini berusaha mencegah masuknya para pencari suaka, bahkan menghalangi aktivitas lembaga-lembaga non-pemerintah dan pembela Hak Asasi Manusia untuk membantu imigran yang terjebak di Laut Mediterania.
Dalam beberapa kasus, kapal-kapal milik lembaga-lembaga non-pemerintah yang menolong para imigran harus terkatung-katung berhari-hari di Laut Mediterania karena menunggu izin masuk ke salah satu negara Eropa, pengklaim diri sebagai pembela HAM.
Jubir Komisaris Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi mengatakan bahwa lembaganya khawatir atas pembatasan hukum dan logistik yang telah diterapkan terhadap lembaga-lembaga non-pemerintah yang membantu operasi penyelamatan imigran di Laut Mediterania.
Sayangnya, ungkapan kekhawatiran dan peringatan itu hingga sekarang tidak memiliki pengaruh apapun terhadap kebijakan ketat negara-negara Eropa dan Amerika Serikat untuk mencegah masuknya imigran, bahkan sejumlah negara Barat seperti AS, Hongaria dan Austria keluar dari Konvensi dan Traktat Internasional tentang Perlindungan Pengungsi agar terhindar dari protes dari lembaga-lembaga internasional.
Kondisi buruk tidak hanya dialami oleh imigran yang berusaha masuk ke Eropa, namun mayoritas mereka yang telah tiba di salah satu negara di benua tersebut juga mengalami kondisi memprihatinkan. Mereka ditampung di kamp-kamp pengungsi dalam kondisi memprihatinkan.
Dalam laporan terbaru, Komisaris HAM Dewan Eropa –setelah lima hari mengunjungi kamp-kamp pengungsi di Yunani– memperingatkan kondisi buruk yang dialami para imigran di kamp-kamp dan pusat penerimaan pengungsi.
Disebutkan bahwa lebih dari 3.000 pengungsi di bawah umur dan tanpa keluarga berada di kamp-kamp pengungsi tersebut, di mana ini adalah mengkhawatirkan. Mayoritas pengungsi anak dan remaja itu tinggal bersama di kontainer atau tenda bersama dengan orang-orang dewasa tanpa adanya penjagaan khusus untuk mereka, sehingga banyak dari mereka yang mengalami pelecehan seksual.
Data tidak resmi mengenai kondisi pengungsi dan kasus-kasus yang mereka alami lebih banyak ketimbang data yang diumumkan oleh lembaga-lembaga internasioanal dan pembela HAM.
Jumlah imigran yang tenggelam atau tewas dan atau menjadi korban perdagangan manusia terus meningkat. Sementera keluarganya menanti kabar baik dari mereka. Jenazah tanpa nama dan identitas memenuhi kuburan di kota-kota pantai Italia, Yunani, Libya dan Gauteng di Afrika Selatan.
The Associated Press dalam laporannya menyebutkan, pasca tahun 2014, lebih dari 56.800 imigran tewas atau hilang. Angka ini adalah dua kali lipat dari jumlah yang diterima oleh lembaga internasional, di mana sebelumnya diumumkan bahwa hingga 1 Oktober, lebih dari 28.500 imigran tewas dan hilang.
Sayangnya, saat ini kita menyaksikan pemerintah negara-negara Barat mengabaikan sisi kemanusian dalam menangani para imigran. Para imigran adalah orang-orang yang tidak berdaya. Peningkatan langkah-langkah keamanan tidak akan mampu menyelesaikan masalah tersebut. (RA)