Mengapa Rusia Tolak Usulan Trump mengenai JCPOA ?
Rusia mengkritik tindakan AS yang keluar dari JCPOA, dan menilai Washington selama ini berperan negatif di kawasan Asia Barat dengan kebijakan unilateralismenya.
Kementerian Luar Negeri Rusia telah menolak permintaan Presiden AS Donald Trump untuk meninggalkan JCPOA. Pada hari Kamis, Rusia tetap menegaskan dukungannya terhadap JCPOA dan menerima posisi yang diambil Iran dalam perjanjian nuklir internasional.
Presiden AS, Donald Trump dalam pidato yang disampaikan hari Rabu menyatakan tidak akan membiarkan Iran meraih senjata nuklir. Trump menekankan sudah waktunya bagi Inggris, Jerman, Prancis, Rusia dan Cina untuk menyadari fakta ini, sehingga mereka harus menarik diri dari perjanjian nuklir internasional itu.
Pada 8 Mei 2018, Presiden AS secara sepihak menyatakan negaranya keluar dari JCPOA dan mengumumkan kembalinya sanksi nuklir terhadap Iran, yang melanggar komitmen Washington terhadap perjanjian nuklir internasional itu. Tindakan Trump tersebut menyulut kecaman luas di tingkat domestik dan internasional. Rusia menilai langkah AS keluar dari perjanjian yang didukung resolusi Dewan Keamanan PBB No.2231, dan memaksa negara lain keluar dari JCPOA merupakan pelanggaran serius terhadap aturan internasional.
Iran selama ini telah mematuhi komitmennya terhadap JCPOA hingga satu tahun setelah AS menarik diri dari perjanjian nuklir internasional itu, dan mengambil langkah legal dengan mengurangi komitmennya terhadap pakta nuklir bersama itu sebagai tanggapan atas sikap pasif Uni Eropa dan Trioka Eropa yang tidak menjalankan kewajibannya terhadap JCPOA. Oleh karena itu, posisi Rusia sebagai anggota kelompok 4+1 menekankan perlunya melestarikan JCPOA, serta tindakan serius dan efektif dari pihak Eropa, yaitu Uni Eropa, Jerman, Prancis, dan Inggris supaya mewujudkan janjinya. Menurut Kementerian Luar Negeri Rusia, JCPOA sudah matang dan disepakati bersama, tinggal dilaksanakan oleh anggotanya.
Rusia meyakini perlunya keseimbangan antara hak dan kewajiban dari pihak Barat dalam masalah JCPOA. Pasalnya, pihak Barat, termasuk Eropa, bahkan Amerika Serikat, yang telah menarik diri dari JCPOA, selalu menekankan perlunya Iran terus memenuhi komitmen penuhnya terhadap perjanjian nuklir internasional itu. Pada saat yang sama mereka sendiri tidak menjalankan janjinya, termasuk mekanisme instex.
Masalah lain yang ditekankan Rusia terhadap Washington mengenai peran destruktif AS di Asia Barat, terutama kebijakannya yang menciptakan instabilitas dan ketegangan di Teluk Persia.
Salah satu tindakan brutal Washington baru-baru ini adalah serangan teroris terhadap Syahid Solaemani dan rekan-rekannya di sekitar bandara internasional Baghdad, yang menyulut kecaman luas di tingkat dunia. Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menilai aksi militer AS di Asia Barat melanggar hukum internasional dan memicu konsekuensi serius yang membahayakan kawasan itu.
Selama beberapa bulan terakhir, Amerika Serikat telah meningkatkan kehadiran militernya di Teluk Persia dengan dalih menjaga keamanan sekutu-sekutu regionalnya, tapi faktanya justru menyulut peningkatan konfrontasi dan ketegangan geo-strategis di kawasan ini.
Tren perilaku AS terhadap Iran dari keputusannya keluar dari JCPOA, sanksi nuklir terhadap Tehran, aksi terorisme terhadap pejabat Iran, serta langkah-langkah provokatifnya di Teluk Persia, telah memicu kekhawatiran semua pihak, termasuk Rusia. Oleh karena itu, Moskow meminta Washington mengubah sikap dan pendekatannya terhadap Tehran demi menciptakan stabilitas dan perdamaian di Asia Barat.(PH)