Pecah Kongsi Politik Erdogan-Davutoglu
Stasiun televisi al-Mayadeen dalam satu laporannya, Kamis (5/5/2016) menyatakan Ahmet Davutoglu, Perdana Menteri Turki dan Ketua Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) mengundurkan diri dari kepemimpinan partai itu setelah terlibat ketegangan dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Media-media Turki sebelum ini juga mengabarkan tentang kemungkinan pengunduran diri Davutoglu dari kepemimpinan AKP. Ia memutuskan tidak mencalonkan diri untuk ketua partai pada kongres luar biasa AKP dalam beberapa pekan mendatang.
Beberapa pengamat politik Turki percaya bahwa alasan Davutoglu membuat keputusan itu karena meruncingnya perselisihan di internal partai antara dirinya dan Erdogan.
Ketegangan terbaru berhubungan dengan keputusan AKP untuk melucuti kewenangan perdana menteri dalam memilih para pejabat provinsi partai. Langkah ini dengan sendirinya akan mengurangi kekuasaan perdana menteri dan menambah pengaruh dan wewenang presiden.
Sebagian politisi yang dekat dengan Erdogan juga menuding perdana menteri telah berkhianat kepada pribadi presiden. Tudingan ini dilontarkan setelah Davutoglu untuk pertama kalinya dan secara tersirat berbicara tentang keputusannya untuk mundur dari AKP. Perilaku seperti ini bukan sebuah insiden baru dalam sejarah kekuasaan AKP di Turki dan sebelum ini Abdullah Gul sudah merasakannya.
Setelah diangkat menjadi perdana menteri, popularitas Davutoglu terus menanjak naik di kancah politik Turki dan sebagian orang bahkan menyebutnya sebagai rival masa depan Erdogan. Oleh karena itu, kubu pro-Erdogan di AKP berusaha membatasi kewenangan perdana menteri dan mereka kemudian mewacanakan penghapusan kewenangan Davutoglu dalam menentukan para pejabat daerah AKP.
Sebenarnya, keputusan itu menjadi tanggung jawab Dewan Partai AKP, tapi Erdogan punya pengaruh kuat di partai dan mampu mempengaruhi para pejabat yang duduk di Dewan.
Para pengamat politik menilai keputusan tersebut sebagai bukti perselisihan terang-terangan antara dua sahabat. Terlebih lagi, jika Erdogan berhasil mengubah sistem pemerintahan Turki dari parlementer menjadi presidensial, maka posisi perdana menteri secara praktis tidak memiliki tempat di ranah politik negara itu.
Sekarang dengan pengunduran diri Davutoglu dari kepemimpinan AKP, maka tidak hanya kekuasaannya akan berkurang dalam pengambilan keputusan-keputusan partai, tapi ia juga akan menghadapi proses pelengseran dari kursi perdana menteri Turki.
Meskipun Turki mempertahankan sistem parlementer, namun posisi perdana menteri mendatang negara itu akan lebih bersifat simbolis karena pengaruh kuat Erdogan di AKP.
Para kritikus menuding Erdogan berbuat otoriter dan menumpas oposisi selama 14 tahun pemerintahan partai AKP. Berdasarkan Konstitusi Turki, Erdogan harus meninggalkan atribut partai setelah menduduki posisi presiden. Kepala pemerintahan harus memikirkan urusan negara, tapi Erdogan masih tetap ingin memperkuat pengaruhnya di AKP.
Perkembangan terbaru ini mengindikasikan berakhirnya masa bulan madu antara Erdogan dan Davutoglu. Upaya presiden untuk memperkuat cengkeramannya pada kekuasaan telah menyebabkan keretakan hubungan dengan Davutoglu.
Rumor pengunduran diri Davutoglu juga telah mengguncang pasar keuangan Turki dan menyebabkan nilai tukar lira Turki turun terhadap dolar. (RM)