Ketidakjelasan dan Keraguan akan Solusi Permanen untuk Konflik Nagorno-Karabakh
Keraguan dan ambiguitas dalam rencana perdamaian Rusia untuk mengakhiri perselisihan Azerbaijan-Armenia atas kepemilikan wilayah Nagorno-Karabakh telah membungkam para pejabat di Azerbaijan dan Turki.
Ketentuan perjanjian perdamaian Rusia untuk mengakhiri konflik Nagorno-Karabakh pertama kali disepakati antara Rusia dan Turki. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, sejak permulaan konflik militer antara Azerbaijan dan Armenia pada 27 September, selalu bersikeras untuk melanjutkan perang hingga pembebasan penuh wilayah pendudukan Azerbaijan. Tetapi setelah merebut kembali kota strategis Shusha, Erdogan tiba-tiba berbicara tentang penandatanganan perjanjian damai dan solusi damai untuk konflik Nagorno-Karabakh. Perubahan sikap Presiden Turki yang dipertanyakan dan menggugah pemikiran ini menunjukkan bahwa ia hadir dalam teks perjanjian damai dengan Rusia dan berperan dalam menyusun ketentuan perjanjian damai.
Erdogan juga berperan sebagai juru bicara rekan Azerbaijannya selama perang 45 hari antara Azerbaijan dan Armenia. Namun, setelah penandatanganan perjanjian perdamaian Rusia, menjadi jelas bahwa pemimpin Turki menginginkan cara untuk membangun hubungan antara Turki dan negara-negara Kaukasus dan Asia Tengah melalui Republik Otonomi Nakhchivan. Menyusul pemenuhan permintaan Turki ini, menjadi jelas bahwa para pemimpinnya telah menetapkan tujuan jahat lainnya dalam agenda.
Sehubungan dengan perjanjian perdamaian Rusia, banyak pakar Iran mengatakan:
"Dalam perjanjian ini, tuntutan kaum Muslimin Republik Azerbaijan, yaitu pemulihan penuh keutuhan wilayah negeri ini telah diabaikan. Oleh karena itu, tuntutan rakyat Republik Azerbaijan untuk menggabungkan Nagorno-Karabakh ke Republik Azerbaijan tetap ada."
Pada saat yang sama, kita harus menyebutkan tingginya biaya relokasi dan akomodasi para pengungsi perang Nagorno-Karabakh, pengelolaan tanah yang telah diambil kembali dan kehadiran penjaga perdamaian Rusia serta biaya kehadiran 2.000 penjaga perdamaian Rusia dan banyak kasus lain terkait hal ini.
Untuk alasan ini, Mohsen Pak Ayin, mantan duta besar Iran untuk Uzbekistan dan Republik Azerbaijan yang juga pakar politik percaya, "Ada banyak ambiguitas mengenai apakah perjanjian perdamaian Rusia akan mengarah pada gencatan senjata dan perdamaian berkelanjutan, dan tidak mungkin integritas teritorial Republik Azerbaijan akan dipulihkan dengan pengerahan pasukan Rusia sebagai penjaga perdamaian."
Terlepas dari banyaknya ketidakjelasan dalam perjanjian damai Moskow, tidak diragukan lagi bahwa di masa mendatang masalah Republik Azerbaijan dengan ketentuan perjanjian ini akan semakin meningkat. Karena mulai saat ini, sebagai akibat dari implementasi perjanjian damai Moskow, tampaknya beberapa masalah pemerintah Ilham Aliyev akan semakin mengemuka. Secara khusus, ketentuan-ketentuan kesepakatan yang disusun Turki untuk Azerbaijan telah disiapkan untuk melawan Republik Azerbaijan sendiri.
Namun, tak lama setelah penandatanganan Perjanjian Damai Moskow dan berakhirnya perang empat puluh lima hari antara Republik Azerbaijan dan Armenia, banyak tuduhan dilontarkan terhadap negara-negara tetangga oleh media yang berafiliasi dengan Turki di Baku dan Ankara, terutama terhadap Iran. Tuduhan anti-Iran ini dimulai dengan memperkenalkan sikap Iran yang tidak peduli dengan perang Nagorno-Karabakh, dan akhirnya, dengan penutupan perbatasan Iran dengan Armenia dan fakta bahwa sebagai imbalan atas keberhasilan Turki berpartisipasi dalam perang dengan Armenia, Iran menderita kerugian dan akan menghadapi masalah di masa depan.
Menanggapi tuduhan dan rumor tersebut, para pejabat Iran, termasuk Abbas Araghchi, Wakil Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran, menolak semua rumor tentang penutupan perbatasan Iran dengan Armenia, menutup jalan Iran ke Republik Otonomi Nakhchivan dan isu lain terkait hal ini.
Tuduhan terhadap Iran muncul pada saat para pemimpin Iran, sambil mempresentasikan rencana perdamaian yang rasional dan berprinsip sejalan dengan standar internasional, menghadirkan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik Nagorno-Karabakh dan negara-negara yang mempengaruhi konflik Baku-Yerevan, termasuk Rusia dan Turki. Sementara Azerbaijan, Armenia dan Rusia menyambut baik rencana perdamaian Iran untuk mengakhiri penyelesaian konflik Nagorno-Karabakh, dan di Tehran, para diplomat menunggu tanggapan pihak-pihak tersebut terhadap rencana perdamaian inovatif Iran, ternyata berita tentang penandatanganan perjanjian perdamaian Rusia dipublikasikan.
Secara umum, harus dikatakan bahwa perdamaian permanen dan penyelesaian masalah teritorial Republik Azerbaijan dan Armenia tidak akan mungkin terjadi tanpa kehadiran dan partisipasi Iran dan beberapa pemerintah di kawasan itu.(SL)