PBB Menyambut Baik Perjanjian Larangan Senjata Nuklir (TPNW)
Keberadaan gudang-gudang persenjataan nuklir di dunia, dan pertumbuhan dan perkembangannya yang meningkat, serta aksesi pemerintah baru ke klub nuklir, telah menciptakan perspektif yang tidak menguntungkan bagi perdamaian dan keamanan internasional. Hal ini membuat perlunya membuat perjanjian baru yang disebut Perjanjian Larangan Senjata Nuklir (TPNW), yang diadopsi pada Juli 2017 menjadi tak terelakkan.
Perjanjian Larangan Senjata Nuklir ditandatangani oleh kekuatan nuklir utama pada hari Jumat, 22 Januari 2021 dan disambut baik oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
"Ini adalah Perjanjian Larangan Senjata Nuklir Multilateral pertama yang ditandatangani dalam lebih dari 20 tahun," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam sebuah pernyataan.

Perjanjian Larangan Senjata Nuklir melarang penggunaan, pengembangan, produksi, pengujian, penyebaran, penyimpanan, dan ancaman penggunaan senjata semacam itu. Perjanjian tersebut mulai berlaku 90 hari setelah ratifikasi negara penandatangan ke-50 pada 22 Januari.
Sejauh ini, 86 negara telah menandatangani perjanjian tersebut dan 51 negara telah meratifikasinya di parlemennya. Para aktivis anti-nuklir dan negara-negara penandatangan berharap bahwa perjanjian tersebut dapat efektif bahkan tanpa dukungan kekuatan nuklir utama dan sebagai alat simbolis untuk sepenuhnya mengubah mentalitas pemegang senjata nuklir.
Tujuan utama dari perjanjian ini adalah untuk membentuk norma hukum dalam rangka mengutuk para pemegang senjata nuklir, serta meningkatkan tekanan untuk melaksanakan komitmen negara nuklir di bidang perlucutan senjata nuklir. Meskipun Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT), diadopsi pada tahun 1968 dan diterapkan sejak tahun 1970, bukan hanya tidak ada langkah efektif yang diambil untuk mengurangi keseluruhan persenjataan nuklir, tetapi dalam praktiknya jumlah negara klub nuklir yang telah bergabung semakin bertambah.
Kekuatan nuklir utama dunia telah dengan keras menentang Perjanjian Larangan Senjata Nuklir. Faktanya, tidak ada negara bersenjata nuklir dan kekuatan besar di lapangan yang telah menandatangani perjanjian tersebut dan bahkan memboikot negosiasi dan dialot terkait ratifikasi perjanjian tersebut. Selain Amerika Serikat dan Rusia, yang menguasai 90 persen senjata nuklir dunia, Prancis, Cina, Inggris, India, Pakistan, Zionis Israel, dan Korea Utara adalah negara bersenjata nuklir lainnya di dunia.
Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Cina, dan Rusia mengeluarkan pernyataan bersama pada Oktober 2018 yang menyatakan penentangan mereka terhadap Perjanjian Larangan Senjata (TPNW) dan tidak menandatanganinya. Negara-negara ini mengklaim bahwa pendekatan ini yang telah terbukti ini memberikan hasil yang nyata, termasuk pengurangan persenjataan senjata nuklir global. Mereka percaya bahwa Perjanjian TPNW telah gagal untuk mengatasi masalah-masalah utama dalam proses perlucutan senjata nuklir dan bertentangan dengan beberapa ketentuan NPT dan dapat merugikannya.
Beatrice Fihn, Direktur Eksekutif Kampanye Internasional Penghapusan Senjata Nuklir menentang pandangan bahwa TPNW akan melemahkan NPT, seraya menekankan, "Perjanjian ini justru sejalan dengan tujuan akhir NPT."

Dunia telah diganggu oleh mimpi buruk perang nuklir selama beberapa dekade, dan senjata ini menjadi ancaman serius bagi perdamaian dan keamanan internasional mengingat ribuan senjata nuklir di gudang senjata kekuatan nuklir utama, serta beberapa negara lain yang telah berhasil memperoleh senjata mematikan ini.