Putin Peringatkan Eskalasi Ketegangan dan Perlombaan Senjata Eropa
"Seluruh sistem keamanan Eropa telah rusak parah, ketegangan meningkat, dan ancaman perlombaan senjata baru adalah nyata," kata Presiden Rusia Vladimir Putin dalam webinar pada hari Selasa (22/06/2021) menandai peringatan dimulainya Perang Patriotik selama Perang Dunia II.
Putin mengatakan bahwa Rusia bergerak menuju kerja sama dengan Eropa dengan logika menciptakan Eropa bersatu, tetapi pendekatan ekspansi NATO lebih mendominasi. Menurutnya, "Rusia ingin menghidupkan kembali kemitraan dengan Eropa, ada banyak masalah yang menarik di antara kami."
Putin menekankan bahwa Rusia mendukung untuk membangun kembali kemitraan yang komprehensif dengan Eropa dan telah mencoba untuk memperluas hubungannya dengan Uni Eropa berdasarkan logika membangun Eropa Raya, tetapi pendekatan yang berbeda telah berlaku di Barat.
Peringatan keras Putin tentang penghancuran sistem keamanan Eropa masuk akal, terutama mengingat meningkatnya ketegangan keamanan dan militer pimpinan AS yang belum pernah terjadi sebelumnya antara Rusia dan NATO dalam beberapa bulan terakhir dengan dalih Rusia mengerahkan pasukannya di dekat perbatasan Ukraina.
Dengan menarik diri dari Perjanjian Persenjataan Nuklir Jarak Menengah (INF), Amerika Serikat sekarang berusaha untuk menyebarkan berbagai rudal jelajah dan balistik berbasis nuklir di Eropa, yang mendorong tanggapan timbal balik Rusia dan perluasan perlombaan senjata. Dan pada akhirnya akan menciptakan kembali situasi Perang Dingin dengan formasi kekuatan nuklir Rusia dan AS di Eropa.
Dalam hal ini, Putin mengatakan bahwa bahaya perlombaan senjata baru mengancam sistem keamanan Eropa. Menurutnya, tujuan bersama negara-negara harus memastikan keamanan tanpa garis pemisah, ruang bersama untuk kerja sama yang setara dan pembangunan global.
Dalam pandangan presiden Rusia, tindakan provokatif NATO, terutama ekspansi ke arah timur, yang selalu dilakukan dalam tiga dekade terakhir sejak runtuhnya Uni Soviet, memainkan peran penting dalam menyebarkan ketegangan saat ini dan mengganggu ketertiban keamanan Eropa. Sebuah sistem yang fondasinya telah melemah dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah krisis Ukraina pada tahun 2014 dan meningkatnya konfrontasi antara Rusia dan NATO.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Kiev dan Tbilisi seharusnya tidak memiliki harapan untuk bergabung dengan NATO, setidaknya dalam waktu dekat.
“Rusia, selain memiliki kemampuan pertahanan yang kuat, tegas, dan lengkap, juga memiliki kekuatan untuk menanggapi setiap kemungkinan ancaman militer, tetapi pendekatan Kremlin, mengingat situasi ekonomi yang tidak menguntungkan dan prinsip pendekatan dan strategi non-ofensif, tidak akan melakukan tindakan militer lebih dahulu dalam menghadapi Amerika Serikat dan NATO,” kata Morteza Khansari, pakar hubungan internasional.
Rusia, sebagai penerus Uni Soviet pada 1990-an, memiliki pandangan optimis terhadap Barat dan berusaha untuk mengejar pendekatan kerja sama dan bahkan integrasi terhadap Eropa dan blok Barat pada umumnya. Namun, sejak akhir 1990-an, menjadi jelas bahwa Barat pada dasarnya pesimis terhadap Moskow, mengingat persenjataan nuklirnya yang luas, dan berusaha untuk mengepung Rusia secara efektif melalui keanggotaan negara-negara Eropa Timur dan Tengah di NATO serta menerapkan kebijakan untuk mengendalikannya.
Upaya NATO masih terus berlangsung, dan negara-negara Balkan Barat sekarang menjadi target untuk keanggotaan NATO.
Pendekatan NATO ini mendapat reaksi keras dari Rusia, dan Moskow telah berulang kali menyatakan penentangannya terhadap masalah ini. Pada saat yang sama, para pemimpin Kremlin merasa bahaya serius terkait keanggotaan negara-negara tetangga yang dekat dengan NATO seperti Ukraina dan Georgia.
Untuk itu, Rusia memperingatkan keras upaya NATO ini. Karena menurut Moskow, ini menjadi garis merah keamanan nasional Rusia.
Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mencatat bahwa pada tahun 2008, NATO mengumumkan bahwa Ukraina dan Georgia akan bergabung dengan organisasi di masa depan. Namun hingga saat ini tidak ada tindakan yang diambil untuk mengimplementasikan keputusan ini. Bahkan NATO belum mengambil satu langkah pun di bidang ini dalam 13 tahun terakhir.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Kiev dan Tbilisi seharusnya tidak memiliki harapan untuk bergabung dengan NATO, setidaknya dalam waktu dekat. Pada saat yang sama, sikap dan tindakan Rusia sejak pelantikan Putin pada tahun 2000 telah menunjukkan bahwa Moskow dengan tegas menolak dan bereaksi secara agresif terhadap NATO dan kebijakan serta tindakan agresif dan ekspansionis Barat.