Albania, Sarang Baru MKO (Bagian 2)
(last modified Wed, 05 Apr 2017 03:26:29 GMT )
Apr 05, 2017 10:26 Asia/Jakarta

Anasir-anasir kelompok teroris MKO (Mujahedin-e Khalq Organization) dari tahun 1979-1981 telah melakukan berbagai teror mengerikan terhadap pejabat dan masyarakat Republik Islam Iran, di mana korbannya mencapai belasan ribu orang.

Peledakan terhadap kantor Perdana Menteri dan lembaga Kepresidenan Republik Islam Iran yang menyebabkan gugur syahidnya Presiden Mohammad Ali Rajai dan PM Mohammad Javad Bahonar dan serangan bom terhadap pelaksanan shalat Jumat di Tehran dan di kota-kota lain yang merenggut nyawa beberapa Imam Shalat Jumat adalah sebagian kejahatan teroris MKO.

 

Di antara kejahatan-kejahatan MKO lainnya di Republik Islam Iran adalah teror terhadap Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, pemboman markas besar Partai Republik Islam pada 28 Juni 1981 yang merenggut nyawa 72 pejabat pemerintah termasuk Ketua Mahkamah Agung Ayatullah Beheshti, serangan militer ke Republik Islam Iran dengan bantuan Amerika Serikat dan sejumlah negara Barat pada Juli 1988 dengan sandi "Forugh-e Javidan" (Cahaya Abadi), serangan secara serentak ke Kedutaan Besar Republik Islam Iran di 13 negara pada April 1992, pemboman makam suci Imam Ridha as di kota Mashhad pada 20 Juni 1992 yang merenggut nyawa 25 peziarah dan melukai 70 lainnya, dan teror sejumlah komandan militer, termasuk Mayor Jenderal Ali Sayad Shirazi.

 

Meskipun MKO telah melakukan berbagai kejahatan dan aksi teror, namun AS melanjutkan dukungannya kepada kelompok teroris ini. Washington juga memberikan dukungan kepada kelompok-kelompok teroris lainnya dan tidak membedakan apakah mereka anggota MKO atau kelompok teroris lain seperti Daesh (ISIS). Kebijakan standar ganda Barat dalam menangani terorisme menyebabkan meluasnya aksi teror dan pembunuhan di seluruh dunia. AS melakukan pembohongan publik, dan alih-alih memberantas terorisme, negara ini justru menutupi dukungannya kepada kelompok-kelompok teroris.

 

AS menjustifikasi dukungannya kepada MKO dan kelompok teroris lainnya dengan berbagai dalih demi meraih tujuan-tujuan politik. Hari ini, kita menyaksikan meluasnya aksi teror sebagai masalah yang kompleks dan luas serta mengancam keamanan dunia. Washington memiliki catatan kelam dalam beberapa dekade terakhir terkait penggunaan isu terorisme dan ekstremisme untuk meraih kepentingnnya, di mana dampak dari kesalahan dan kebijakan keliru ini berlanjut.

 

Pendukung-pendukung kelompok teroris MKO menempuh segala cara untuk menipu publik, bahkan menipu dirinya sendiri sehingga mereka tidak mampu mengenal akar sebenarnya dari terorisme dan kekerasan. Ini adalah kesalahan besar Barat dalam memerangi tero risme, sebab mereka berusaha melarikan diri dari fakta dengan cara menipu publik. AS melanjutkan dukungannya kepada MKO ketika aksi terorisme di dunia meningkat dan menimbulkan kehancuran permanen.

 

AS memiliki definisi sendiri tentang pemberantasan terorisme, dan pasca tragedi 11 September 2001, Negara Adidaya ini memaksa Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan sebuah resolusi anti-terorisme yang mengikat, sehingga Pentagon memiliki lisensi untuk melakukan tindakan sewenang-wenang. Resolusi tersebut mencakup ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh semua negara anggota PBB dan harus dilaksanakan berdasarkan Pasal 25 Piagam PBB.

 

Di antara ketentuan yang mengikat dalam resolusi tersebut adalah segala bentuk dukungan finansial dengan cara apapun oleh negara-negara anggota PBB atau menyediakan sumber keuangan dan ekonomi kepada orang-orang yang terlibat dalam tindakan terorisme atau terlibat dalam memfasilitasinya, di anggap sebagai sebuah kejahatan. Negara-negara anggota PBB juga dilarang merekrut dan memanfaatkan kelompok teroris untuk kepentingannya serta tidak boleh menyuplai senjata kepada mereka. Resolusi ini kemudian dijadikan landasan AS untuk menginvasi Afghanistan dan mendudukinya.

 

Faktanya, kebijakan-kebijakan AS tidak sesuai dengan satu pun dari standar internasional di sektor pemberantasan terorisme. Dukungan AS kepada MKO  dan penutupan kasus-kasus terorisme organisasi ini di Republik Islam Iran merupakan pelanggaran nyata terhadap komitmen internasional di bidang pemberantasan terorisme. Ketika AS membentuk al-Qaeda dan menjalin hubungan erat dengan para pemimpinnya, terutama Osama Ben Laden, tidak ada seorang pun yang membayangkan bahwa suatu hari nanti AS menyerang Afghanistan dan menduduki negara ini dengan dalih memerangi terorisme. Hari ini, skenario yang sama sedang diulang oleh koalisi pimpinan AS dengan dalih memerangi Daesh (ISIS).

 

Kelompok-kelompok teroris seperti al-Qaeda dan Daesh muncul  dengan bantuan pelatihan militer Dinas Intelijen rezim Zionis Israel (Mossad) dan Dinas Intelijen Pusat AS (CIA) serta melalui dukungan finansial sejumlah negara Arab di kawasan seperti Arab Saudi. Banyak dokumen yang tak terbantahkan terkait hal ini. Di sisi lain, AS mendukung MKO karena memiliki tujuan dan kepentingan yang sama untuk menggulingkan Republik Islam Iran.

 

Keputusan AS untuk menghapus nama MKO dari daftar kelompok teroris sebenarnya merupakan langkah untuk membenarkan tindakan organisasi teroris tersebut dan mendukungnya. Lalu bagaimana mungkin AS bisa diharapkan untuk memerangi terorisme sedangkan negara ini menjadi pendukung organisasi teroris dan menerapkan kebijakan standar ganda untuk menangai terorisme? Yang pasti, mereka yang hari ini mengklaim diri sebagai pihak yang memerangi Daesh dan kelompok teroris lainnya ternyata adalah para desainer dan pendukung teroris di kawasan dan dunia.

 

Belum lama ini, situs al-Monitor mengungkap informasi yang menunjukkan bahwa anasir-anasir MKO di Amerika telah merancang untuk menggulingkan pemerintah Republik Islam Iran melalui kerjasama dengan sejumlah negara di Timur Tengah. Kehadiran Turki al-Faisal, mantan Ketua Dinas Keamanan Arab Saudi dan salah satu orang berpengaruh dalam kebijakan luar negeri dan keamanan kerajaan ini dalam pertemuan terbaru MKO di Paris menunjukan bahwa Al Saud sejalan dengan kebijakan AS yang sedang merancang konspirasi baru terhadap Republik Islam Iran. Dalam pidatonya, al-Faisal menyatakan dukungan penuh kepada kelompok teroris yang telah meneror belasan ribu warga Republik Islam Iran itu.

 

Arab Saudi telah mengerahkan semua kemampuannya untuk memajukan konspirasi terhadap Republik Islam Iran. Dukungan terang-terangan Riyadh kepada MKO dalam pertemuan di Paris juga dalam kerangka tujuan tersebut. Dalam pertemuan ini diundang pula sejumlah tokoh terkenal Arab termasuk Ahmad al-Ghazali, mantan PM Aljazair, Saleh al-Ghalib, mantan Menteri Informasi Yordania, Mohammad al-Araby, mantan Menlu Mesir dan Azzam al-Ahmad, anggota Gerakan  Fatah Palestina. Tujuan MKO mengundang mereka adalah ingin mengatakan kepada dunia bahwa misi mereka didukung oleh Arab.

 

Selain itu, dalam pertemuan MKO di Paris diundang pula sejumlah tokoh Barat seperti Bernard Kouchner, mantan Menlu Perancis, Jose Luis Zapatero, mantan PM Spanyol, Newt Gingrich, mantan juru bicara DPR AS yang kemungkinannya akan menjadi salah satu kandidat Wakil Donald Trump, calon presiden dari Partai Republik, dan John Bolton, mantan Wakil Tetap AS di PBB serta Rudy Giuliani, mantan Walikota New York. Dengan mengundang mantan-mantan pejabat Barat ini, MKO ingin menunjukkan bahwa Barat juga mendukungnya. Sebelumnya, para pejabat tersebut juga menghadiri pertemuan MKO dan dana yang mereka peroleh untuk berpartisipasi dalam pertemuan itu juga telah dipublikasikan.