Genosida Muslim Rohingya di Myanmar (15)
Di bagian sebelumnya kita telah membahas pengusiran Muslim Rohingya dari tanah leluhur mereka. Dan di kesempatan kali ini kami akan mencoba mengupas alasan kebungkaman sejumlah negara Barat dan Arab, khususnya Arab Saudi atas genosida Muslim Rohingya.
Ada sejumlah alasan mengapa dunia Barat bersama dunia Arab serta negara-negara Islam seperti Arab Saudi yang seharusnya merespon pembantaian dan pengusiran Muslim Rohingya dari tanah leluhur mereka, tapi dalam prakteknya mereka memilih bungkam. Faktanya alasan di balik layar sangat jelas dan dapat dijelaskan di beberapa bagian. Artinya ada kepetingan ekonomi, politik dan militer terkait persaingan ketat untuk menyebar pengaruh di Myanmar.
Myanmar setiap hari memproduksi lebih dari 500 juta meter kubik gas, di mana Cina saja menguasai dua pertiganya. Selain itu, 300 ribu hektar tanah pertanian yang subur berada di Negara Bagian Arakan, serta sumber air besar yang dimiliki Myanmar telah membuat tamak investor internasional. Myanmar dengan menyerahkan sebagian tanah subur ini kepada sejumlah negara Barat dan Arab termasuk Arab Saudi demi menarik investasi mereka, berusaha membuat mereka mendukung Myanmar. Mengingat bahwa investasi industri di Myanmar membutuhkan integritas wilayah dan tanah yang subut, dari sudut pandang pemerintah Myanmar, tanah milik warga Rohingya mencegah investasi asing dan harus dirampas.
Negara Bagian Arakan memiliki sumber daya minyak dan gas yang signifikan dan cadangan mineral utama di sepanjang pantai, yang terletak di wilayah geografis negara bagian Muslim ini. Pembangunan infrastruktur di industri gas dan minyak melalui investasi asing membutuhkan akses ke lahan. Masalah ini telah dicapai melalui penyitaan tanah Rohingya. Mengingat fakta ini dan kepentingan ekonomi bersama di balik perusahaan multinasional yang diinvestasikan oleh Amerika Serikat, Eropa, atau Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, mereka telah menutup mata terhadap pembunuhan Muslim Rohingya dan tetap diam tentang hal itu.
Persaingan Cina-AS atas pengaruh di Myanmar telah mendorong Amerika Serikat untuk mendukung gerakan pro-demokrasi yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi dan Cina mendukung para jenderal militer. Militer memperkuat posisinya dengan kudeta militer terhadap pemerintah Aung San Suu Kyi. Tujuan utama AS di Myanmar adalah untuk meningkatkan pengaruhnya dengan sekutu Barat dan Arabnya, termasuk rezim Zionis dan Arab Saudi. Intensitas persaingan ini telah mencegah Amerika Serikat dan Cina bereaksi terhadap pembunuhan Muslim Rohingya.
Myanmar terletak strategis di dekat Selat Malaka. Selain itu, ia memiliki perbatasan yang panjang dengan Cina, itulah sebabnya Myanmar telah menemukan tempat penting dalam kebijakan umum untuk melihat ke Timur untuk menahan dan memblokade kekuatan Cina. Kedekatan Myanmar dengan India, sekutu utama AS di anak benua India, semakin diperburuk oleh tujuan jangka panjang AS dalam persaingan militer dengan Cina. Jumlah dari tujuan-tujuan inilah yang menunjukkan alasan mengapa Barat diam terhadap genosida Rohingya di Myanmar.
Tetapi apa yang memungkinkan untuk mengejar tujuan ekonomi, politik dan militer dunia Barat di Myanmar tanpa membangkitkan kepekaan masyarakat Barat adalah kebijakan media di Amerika Serikat dan Eropa. Jaringan informasi terpenting yang efektif dalam mengarahkan opini publik di dunia Barat atau opini publik di dunia Arab adalah jaringan seperti BBC, CNN, Al-Arabiya dan Al Jazeera, yang terus memberikan informasi kepada masyarakat atau memutarbalikkan perkembangan ini memainkan peran utama. Seperti dalam analisis isi liputan peristiwa terkait pembunuhan dan pengusiran Muslim Rohingya, media tersebut menggunakan kata kunci perbedaan suku dan agama. CNN dan Al Arabiya mencoba menormalkan perkembangan di Myanmar dengan mereduksi genosida Muslim di Myanmar menjadi perbedaan etnis dan agama.
Kebijakan berita ini telah menjadi alat yang baik untuk menjaga opini publik Barat dan dunia Arab agar tidak mengetahui genosida Rohingya. Jaringan seperti CNN dan Al-Arabiya telah mengesampingkan debat genosida Rohingya dan menanamkannya pada tingkat bentrokan etnis dan agama yang terjadi di seluruh dunia. Kebijakan berita utama media Barat dan Saudi ini adalah untuk kepentingan negara-negara Barat. Penggunaan kata kunci "perbedaan etnis dan agama" memberikan gambaran sederhana untuk meyakinkan penonton bahwa tidak ada genosida di Myanmar dan tidak perlu ada tindakan jera oleh negara-negara Barat dan Arab.
Kata kunci kedua dari media Barat dan Saudi mengenai genosida Muslim Myanmar adalah penekanan pada "responsivitas tindakan tentara Myanmar." Tujuan utama meluasnya penggunaan istilah "reaktivitas" oleh tentara Myanmar terhadap Muslim Rohingya dan pengusiran mereka dari Negara Bagian Arakan adalah untuk membenarkan pembunuhan dan pengusiran Rohingya. Kebijakan berita ini sangat kompleks dan berfokus pada psikologi khalayak.
Ini berarti bahwa ketika tentara Myanmar di Negara Bagian Arakan disarankan untuk menghadapi kelompok teroris bersenjata yang terkait dengan ISIS dan al-Qaeda, tindakan kekerasannya akan dianggap wajar dan merupakan pertahanan keamanan. Media Barat sedapat mungkin dan tanpa mempersoalkan kredibilitasnya dalam opini publik, menyensor atau secara selektif mempublikasikan berita Myanmar yang sebenarnya agar kedalaman tragedi genosida Muslim Rohingya tidak terungkap ke opini publik dunia.
Namun yang lebih menyakitkan dari pendekatan media Barat adalah pendekatan dan keheningan yang ada di dunia Arab, dan khususnya di media Arab seperti Al-Arabiya, mengenai pembunuhan Muslim Rohingya. Pendekatan media Arab semacam itu sebenarnya tunduk pada kepentingan negara-negara Arab, khususnya Arab Saudi di Myanmar. Arab Saudi terlibat di Myanmar baik di sektor agroindustri, terutama di tanah yang dirampas dari Muslim Rohingya, dan melalui Aramco di industri minyak dan gas Negara Bagian Arakan Myanmar. Namun, alasan lain tampaknya berperan, seperti ketergantungan pemerintah Arab pada kebijakan AS di Myanmar dan pandangan sektarian Arab Saudi.
Koran Prancis, Libération di laporannya membahas kebungkaman Arab Saudi atas genosida Muslim Rohingya dan menulis, kebungkaman Arab Saudi terhadap pembantaian dan genosida Muslim Rohingya oleh pemerintah dan militer Myanmar karena “kepentingan bersama yang menghubungkan Arab Saudi dengan Myanmar”.
Koran Prancis ini lebih lanjut mengungkapkan, “Riyadh condong mengabaikan pemusnahan etnis Muslim Rohingya di Myanmar, sehingga pipa minyaknya yang melintasi Myanmar menuju Cina dapat tetap terlindungi.”