Des 06, 2022 21:28 Asia/Jakarta
  • Hegemoni AS di dunia
    Hegemoni AS di dunia

Dalam literatur kontemporer, ada dua interpretasi yang berbeda tentang konsep hegemoni; Pertama-tama, hegemoni berarti dominasi, dalam pengertian ini hegemon atau kekuatan dominan dari luar memaksakan ketamakannya pada orang lain karena kemampuan militer atau ekonominya.

Interpretasi kedua dari konsep hegemoni, yang menjadi lebih populer pada akhir abad ke-20, berarti pengaruh yang diterima secara sukarela oleh orang lain. Sejak tahun 1945 dan berakhirnya Perang Dunia II yang berlangsung selama 6 tahun, selalu muncul isu-isu seperti blok kekuasaan dan hegemon. Dari sudut pandang ahli teori ilmu politik, hegemon terbentuk ketika suatu negara ditempatkan pada tingkat yang jauh berbeda dari kekuatan lain di semua kategori kekuasaan, termasuk politik, ekonomi, budaya, dan militer.

Berdasarkan persepsi tersebut, tidak seperti periode pasca-Perang Dunia II dan terutama setelah runtuhnya Uni Soviet, hegemoni Amerika telah menurun dalam beberapa tahun terakhir.

MIliter Amerika

Dalam studi tentang hegemoni Amerika, banyak ahli percaya bahwa dalam beberapa tahun terakhir, hegemoni Amerika sebagai kekuatan dominan telah menurun dan negara itu tidak dapat memaksakan keinginannya kepada orang lain, dan berbagai pemerintah dan masyarakat tidak lagi mau menerima posisi Amerika.

Fakta ini semakin mendorong dunia ke arah sebuah sistem multipolar, di mana tidak ada lagi satu kutub yang berkuasa. Oleh karena itu, di tingkat internasional kita menyaksikan kencenderungan ke arah hubungan multilateral, di mana statemen Presiden AS Joe Biden saat sumpah jabatan merupakan bukti dari klaim ini.

Majalah Foreign Affairs di analisanya terkait kekuatan Amerika mengatakan, seluruh afktor yang menjadikan Amerika sebagai kekuatan dunia, hari ini mulai goyah dan bergerak ke arah berakhirnya hegemoni Amerika. Di bagian laporan ini disebutkan, keruntuhan adi daya Amerika sulit, tapi seiring dengan transformasi global, Amerika mulai kehilangan kekuatan sebelumnya.

Fakta ini terungkap sejauh "Joe Biden" di awal masa kepresidenannya, sambil mengakui penurunan hegemoni Amerika dan mengaitkannya dengan kebijakan sepihak Trump, menekankan perlunya multilateralisme.

Dalam pidato pengukuhannya, tidak seperti Trump, yang slogannya adalah "America first", Biden menekankan perlunya "persatuan Amerika" dan mengatakan bahwa Amerika akan sekali lagi kembali ke peran kepemimpinan yang diambilnya sendiri di tingkat internasional; Peran yang dimainkannya sejak Perang Dunia II dan diabaikan selama empat tahun kepresidenan Donald Trump.

Sekarang perkembangan global menunjukkan perubahan baru dalam tatanan dunia baru. Pengamat internasional percaya bahwa perkembangan dan perubahan ini menunjukkan penurunan kebijakan Amerika sebagai negara adidaya dunia, dan ini adalah konfirmasi dari fakta bahwa Amerika pasti akan mundur secara bertahap dari kepemimpinan dunia yang dimilikinya selama bertahun-tahun. Di masa ini, kita akan menyaksikan dunia multipolar, bukan satu atau dua kutub, dan dalam situasi ini, multilateralisme dan kerja sama internasional telah menjadi kenyataan yang tak terbantahkan.

Hulangnya kekuatan Amerika dalam melawan rival seperti Rusia, Cina dan Uni Eropa, meski sedikit banyak telah terungkap, tapi kekalahan beruntun pemerintah Donald Trump dalam menghadapi Iran telah menggambarkan puncak kemunduran ini.

Kegagalan Trump untuk mencapai tujuan anti-Iran dengan mengandalkan sanksi adalah salah satu tanda penurunan ini. Salah satu sektor terpenting yang menjadi sasaran Trump untuk memberikan tekanan maksimum terhadap Iran adalah ekonomi Iran, yang dimulai dengan penarikan JCPOA dan dimulainya kembali sanksi, ancaman hukuman oleh negara-negara di dunia jika berurusan dengan Iran dan dengan mengadopsi kebijakan "nol persen ekspor minyak Iran". Meskipun kesulitan ekonomi meningkatkan tekanan pada rakyat Iran, tapi Amerika gagal dalam mewujudkan tujuan utama menciptakan kelaparan di negara itu, mengganggu keamanan internal, membawa Iran ke meja perundingan, atau runtuhnya rezim.

Mimpi AS berakhir

Amerika melakukan banyak upaya di bidang politik dan melalui forum internasional yang berpengaruh, tetapi setiap kali perwakilan negara ini kembali dengan tangan kosong. Dewan Keamanan PBB, yang bersidang pada bulan-bulan terakhir pemerintahan Trump untuk mempertimbangkan resolusi yang diusulkan oleh Amerika Serikat dengan tujuan memperpanjang embargo senjata terhadap Iran, tidak menyetujui proposal Gedung Putih. Puncak skandal politik AS, yang pernah menjadi pendiri semua resolusi anti-Iran di Dewan Keamanan, ketika terungkap bahwa hanya satu negara kecil, Republik Dominika, yang mendampingi AS. Ke-11 perwakilan yang hadir dalam pertemuan tersebut tidak mendukung resolusi tersebut dan abstain, dan seperti yang diharapkan, perwakilan Cina dan Rusia menentangnya.

Ketidakmampuan Amerika untuk mengaktifkan mekanisme pemicu merupakan pukulan lain bagi tubuh hegemoni Amerika. Pada tahap ini, Amerika terisolir tidak hanya secara ekonomi dan politik, tetapi juga di bidang hukum. Menyusul penarikan Amerika Serikat dari JCPOA, negara-negara anggota perjanjian tersebut menekankan bahwa Amerika Serikat secara hukum bukan anggota perjanjian untuk mengaktifkan mekanisme pemicu terhadap Iran. Putusan Pengadilan Internasional Den Haag yang mendukung Iran dalam gugatan terhadap Amerika adalah kartu kemenangan lain bagi Tehran di bidang diplomasi dan hukum internasional.

Secara umum, kita dapat mencapai kesimpulan ini bahwa saat ini sistem baru dan berbeda dengan era pasca perang dunia dan perang dingin telah menguasai dunia. Di sistem baru ini, kekuatan hegemoni Amerika dan dunia satu kutub setelah runtuhnya Uni Soviet telah kalah. Era pendekatan unilateralisme, ofensif dan direktif yang ditempuh Trump sudah lama berakhir.