Jan 15, 2020 14:29 Asia/Jakarta
  • Pemilu di Iran
    Pemilu di Iran

Partisipasi politik dalam proses pemilu sejak kemenangan Revolusi Islam telah menjadi prinsip penting dalam kerangka kerja konstitusi Iran dan dinamika demokrasi di negara ini.

Penyelenggaraan pemilihan umum dilakukan secara kontinyu di Iran selama 40 tahun terakhir sebagai bagian dari pemenuhan kepentingan politik,  sosial, budaya dan ekonomi serta pemeliharaan nilai-nilai revolusioner yang tetap lestari hingga kini.

Pemilihan umum yang teratur, bahkan selama masa-masa sulit perang yang dipaksakan rezim Saddam Irak terhadap Iran, ketika kota-kota Iran berada di bawah serangan rudal dan sasaran pemboman musuh, menunjukkan partisipasi maksimum rakyat dalam pemilu yang tidak terganggu oleh keadaan yang sulit sekalipun. 

Selama delapan tahun perang tahun 1980-1988, lebih dari 16 provinsi di 87 kabupaten dan 2676 desa berada dalam situasi perang. Tapi ketika itupun, rakyat Iran berbondong-bondong mendatangi tempat pemungutan suara.  Contohnya,  penyelenggaraan pemilu presiden putaran kedua ketika empat provinsi di Iran terlibat langsung perang yang dipaksakan musuh. pada pemilu presiden ketiga, kurang dari tiga bulan sebelum kesyahidan Rajaii (presiden periode kedua) tingkat partisipasi pemilu sangat tinggi sebesar 74,59 persen.

Selama tahun-tahun itu, ada sebelas pemilu dengan tingkat partisipasi keseluruhan lebih dari 50 persen, bahkan dan dalam beberapa kasus sangat signifikan melebihi  70 persen.

Seiring berlalunya satu dekade revolusi dan berakhirnya perang selama delapan tahun yang menciptakan kondisi-kondisi khusus, kemudian digelar sebelas periode pemilu yang berbeda dan pengalaman baru dan beragam yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ketika itu perilaku pemilih  mengalami tren baru yang bertepatan dengan era baru.

Akhir dari perang yang dipaksakan dan kepindahan menuju dekade kedua dan ketiga dari revolusi memasuki awal pembangunan kembali Iran. Setelah wafatnya Imam Khomeini,  dan pemilihan Ayatullah Sayid Ali Khamenei sebagai pemimpin besar Revolusi Islam Iran, masalah pemilu tetap menjadi perhatian masyarakat negara ini.

 

 

Pada titik ini, sejalan dengan perkembangan politik di Iran, terjadi peningkatan kuantitatif dan kualitatif pers dan media serta intensifikasi kegiatan partai politik dan organisasi yang mencerminkan dinamika persaingan antarfaksi politik yang dalam kampanye pemilu.

Partai politik dan organisasi massa dengan kecenderungan yang berbeda-beda terlibat dalam upaya memproklamirkan keberadaan mereka dalam kepemimpinan politik Iran. Slogan dan program yang ditawarkan faksi-faksi politik mulai menjadi perhatian publik, sehingga mereka dapat meraih kepercayaan dari masyarakat.

Persaingan antar faksi politik tumbuh dan berkembang, terutama antara dua faksi politik utama di Iran, yaitu reformis dan konservatif. Pada saat ini, jumlah pemilih rata-rata dalam lima pemilihan presiden senantiasa berada di atas 50 persen, meskipun masing-masing menunjukkan kecenderungannya sendiri.

Lebih dari itu, ada spirit yang senantiasa hidup di tengah masyarakat Iran selama bertahun-tahun, mengenai dukungan terhadap pemilu  sebagai bagian dari "kewajiban keagamaan" yang mereka yakini. Dari aspek ini menjadi "kehendak rakyat" memiliki pendukung penting dari aspek kultural berupaya spirit keagamaan yang melekat di dalamnya. 

Kini, memasuki fase kedua revolusi, terjadi perubahan dalam komposisi populasi negara dengan bertambahnya angkatan muda. Oleh karena itu, pemuda memainkan peran yang lebih besar dalam partisipasi politik, dan mereka menjadi perhatiam serius dalam persaingan pemilu. Selain itu, peningkatan tingkat pengetahuan dan pendidikan di tengah masyarakat juga telah meningkatkan kesadaran politik rakyat dalam pemilu.

Mehdi Mohammadi, seorang jurnalis dan analis politik, menulis sebuah catatan tentang analisis dan interpretasinya mengenai dimensi "sistem revolusioner". ia menulis:

"Pemimpin Revolusi berbicara tentang sistem Revolusi Islam sebagai teori utama dari langkah kedua revolusi, yang memerlukan teoritikus serius, dan teori yang berakar kuat. Penekanan hari ini memgenai keberlanjutan karakter revolusioner, tepatnya ketika musuh berupaya untuk memisahkan revolusi dari bangsa Iran. Kelangsungan hidup revolusi ini sangat berharga ketika kita revolusioner. Beliau memandang sistem ini telah melakukan hal yang benar ketika prinsip-prinsip, nilai-nilai dan cita-cita revolusi dijaga dan dipertahankan. Hal ini berarti jika sistem menjadi stagnan dan jauh dari nilai-nilai revolusioner, maka musuh telah berhasil memisahkan revolusi dari rakyat dan melakukan sekularisasi, Ini berarti melepaskan esensinya, dan jika Republik Islam tidak revolusioner, maka pada prinsipnya tidak akan menjadi Republik Islam. "

 

pemilu di Iran

 

Menengok perjalanan Revolusi Islam menunjukkan bahwa demokrasi agama dalam Revolusi Islam lahir dari dinamika abad kedua puluh berada antara dua arus politik utama dunia, yaitu sistem politik liberal demokrasi Barat dan model sistem komunis dan Marxisme Uni Soviet.

Meskipun posisi Revolusi Islam berada di antara dua arus kuat ini disertai oleh banyak selancar angin, tetapi pemerintahan Republik Islam Iran telah menunjukkan model independen  yang tidak tergantung terhadap salah satu dari dua kutub besar dunia  itu.

Selama 40 tahun terakhir, partisipasi masyarakat dalam isu-isu politik, seperti pemilihan umum secara signifikan meningkatkan visi politik rakyat dan pandangan mereka tentang masalah tersebut. Dalam hal ini, masalah "partisipasi maksimum dalam pemilu" telah menjadi kepentingan strategis sebagai landasan legitimasi dan stabilitas Republik Islam. Oleh karena itu, musuh senantiasa mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengurangi tingkat rakyat di arena pemilu, tapi selalu membentur dinding. Oleh karena itu, salah satu poin penting dari langkah kedua Revolusi adalah penekanan besar terhadap perlunya memahami peta musuh. Wawasan ini menunjukkan bahwa pengabaian terhadap musuh adalah strategi musuh untuk melumpuhkan Iran. 

Pada langkah pertamanya, Revolusi Islam mampu memperkenalkan model unik demokrasi agama dalam konteks meningkatnya pemahaman politik pemilih di arena pemilu, dan kini memasuki langkah kedua menuju fase yang lebih penting. Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Khamenei telah menegaskan bahwa sistem "demokrasi agama" sebagai model pemerintahan yang terbaik, paling tepat dan efisien bagi Iran. Kini, memasuki langkah kedua revolusi, Rahbar menekankan bahwa Revolusi Islam sebagai era peradaban Islam, dan parlemen harus membentuk peradaban.(PH)