Sep 20, 2020 18:11 Asia/Jakarta
  • Potret wanita Muslim Inggris melawan praktik Islamophobia.
    Potret wanita Muslim Inggris melawan praktik Islamophobia.

Islamophobia telah melembaga dalam kebijakan pemerintahan Eropa. Perilaku rasis dan diskriminatif para politisi Eropa dan pemerintah terhadap warga Muslim sejatinya bukanlah kebebasan berekspresi.

Namun, mereka menganggapnya sebagai kebebasan berekspresi dan sebuah lelucon.

Dewan Muslim Inggris mengkritik Partai Konservatif yang berkuasa karena tidak mereaksi pernyataan anti-Islam oleh mantan Menteri Luar Negeri Boris Johnson. Dalam sebuah artikel di Daily Telegraph pada Agustus 2018, Johnson menyebut perempuan Muslim yang mengenakan burqa terlihat seperti “perampok bank” atau “kotak surat.”

Akan tetapi, sekelompok politisi Konservatif menyebut penghinaan Johnson mengenai wanita Muslim, harus dihormati dan mereka membela haknya untuk menggunakan satire.

Dewan Muslim Inggris menyebut pernyataan tersebut tidak manusiawi dan menyatakan bahwa apa yang disampaikan oleh Johnson bukanlah satire, tetapi lebih kepada serangan terhadap Islam.

"Berbagai laporan menunjukkan bahwa tulisan mantan menlu Inggris di Daily Telegraph memiliki implikasi yang luas bagi umat Islam di dunia nyata dan keluar dari konteks satire. Artikel itu secara langsung memicu serangan verbal terhadap wanita Muslim serta penyebaran kebencian dan Islamophobia oleh para pendukung Partai Konservatif untuk melawan Muslim," kata Dewan Muslim Inggris dalam sebuah statemen.

Mereka menegaskan bahwa tuan Johnson bukanlah pelawak, dia adalah seorang anggota parlemen dan dalam posisi seperti itu, ia memikul tanggung jawab, karena pada kenyataannya ia adalah publik figure di Inggris dan banyak orang mengikutinya.

Meski dihina dan dilecehkan, warga Muslim Inggris memanfaatkan momentum perayaan dan liburan Natal untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. Mereka memperlihatkan ajaran kemanusiaan dan keadilan yang dibawa oleh Islam. Membantu orang miskin dan gelandangan merupakan salah satu dari manifestasi indah kemanusiaan Islam.

Salah satu pusat yang mengumpulkan bantuan warga Muslim adalah Happy Children Nursery di daerah Wavertree, Liverpool. Manager lembaga ini, Saeeda Aslam menuturkan, "Kelaparan tidak membeda-bedakan manusia."

Selama lima tahun terakhir, Happy Children Nursery mengumpulkan makanan dari keluarga Muslim yang tinggal di kota Liverpool dan yang berasal dari lusinan negara lain. Menurut media, jumlah orang yang membutuhkan bantuan makanan segera di Inggris meningkat ke level tertinggi selama setahun terakhir.

Stephen Middleton, seorang sukarelawan Fans Supporting Foodbanks yang mengumpulkan sumbangan dari Happy Children Nursery, mengatakan ada banyak orang yang kelaparan di kota ini.

Makanan yang dia kumpulkan akan dibagikan selama liburan Natal. "Tidak masalah jika Anda berkulit putih, Muslim, Kristen, atau Anda mendukung Liverpool atau Everton, kami bersatu dan itulah yang terjadi di kota ini," ujarnya.

Nicola Williams, yang masuk Islam tujuh tahun lalu dan putranya sekolah di Happy Children Nursery, mengatakan bahwa ia melihat sendiri semakin banyak orang yang kelaparan di Liverpool dalam beberapa tahun terakhir.

"Bagi kami, ini hanya tentang melayani kemanusiaan dan berinvestasi dalam komunitas kami, memberi kembali kepada komunitas. Apa yang kami katakan sebagai Muslim adalah jika Anda telah diberi sesuatu, maka Anda harus meneruskan sesuatu itu," katanya.

Di Irlandia Utara, wanita Muslim menggunakan dana yang terkumpul untuk menyediakan 100 paket sembako bagi para gelandangan dan mereka turun ke jalan-jalan untuk membagikan sembako kepada orang yang membutuhkan agar Natal bisa dilewati lebih mudah.

Manifestasi indah dari membantu orang-orang yang membutuhkan dapat disaksikan di setiap sudut di Inggris, Eropa, dan Amerika Serikat, di mana warga Muslim hidup di sana.

Lembaga amal Islam di Inggris, Penny Appeal memamerkan lima patung es di pusat ekonomi kota London di mana masing-masing mewakili dari salah satu anggota keluarga yang menjadi gelandangan. Menurut statistik resmi, setiap jam lima keluarga menjadi gelandangan di Inggris.

Lembaga amal Islam bersama umat umat Kristiani, mencoba untuk meningkatkan kesadaran tentang gelandangan. Mereka meluncurkan kampanye yang disebut "Apa yang akan dilakukan Yesus Kristus jika dia ada?"

Di Birmingham, kota terpadat kedua di Inggris setelah London, satu orang tercatat sebagai gelandangan dari setiap 67 warga. "Karena kenaikan tajam sewa rumah, kurangnya tingkat kesejahteraan, dan tidak adanya tempat tinggal, jumlah gelandangan telah meningkat dan kita sangat membutuhkan tindakan praktis untuk mengubah kehidupan ratusan ribu orang yang hidup di jalan-jalan," kata direktur Penny Appeal untuk urusan perumahan.

"Kita sudah terbiasa melihat gelandangan melintasi kita di jalan-jalan dan kita tanpa beban. Kami senang karena Penny Appeal bersama kami di sini dalam krisis nyata ini. Kita harus meninggalkan sekat-sekat agama dan etnis untuk membantu para gelandangan, dan kita semua harus bertanggung jawab. Bantuan warga Muslim di Hari Natal kepada orang yang membutuhkan tidak terbatas pada agama atau etnis tertentu," tegasnya.

Sebagian orang Muslim dan lembaga-lembaga Islam memiliki program untuk sepanjang tahun untuk membantu mereka yang membutuhkan. Organisasi Islam, Muslim Hand mendirikan panti asuhan untuk memberi makan kepada gelandangan dan orang-orang miskin di distrik Hounslow London. Organisasi ini menyediakan makanan dua kali sehari untuk 100 orang.

Program baru ini merupakan sebuah restoran kecil yang menyediakan makan siang dan malam secara gratis masing-masing pada pukul 12-14 siang dan 18-20 malam. Tempat ini memiliki kapasitas untuk menyiapkan dan menyajikan 100 porsi makanan hangat kepada orang-orang yang membutuhkan.

Direktur Muslim Hands, Syed Lakhte Hassanain dalam konferensi pers mengatakan, "Kita tidak bisa mengabaikan kesulitan yang dihadapi orang-orang setiap hari. Organisasi Muslim Hands telah bekerja untuk memerangi kemiskinan, eksploitasi, dan kekurangan di Inggris sejak 2012."

Menurut Organisasi Muslim Hands, riset menunjukkan bahwa hingga empat juta orang dewasa dan anak-anak di Inggris menghadapi risiko kelaparan. Seperempat distrik Hounslow di London hidup dalam kemiskinan, dan pada tahun 2014, hampir 12.000 anak dibesarkan di tengah keluarga yang berpenghasilan rendah.

Di Inggris, saat ini ada 300.000 gelandangan atau dengan kata lain, satu dari setiap 200 orang tidur di dalam kardus. (RM)

Tags