Gerakan Ekstrem Kanan, dan Suburnya Islamfobia di Eropa
(last modified Thu, 17 Sep 2020 07:39:30 GMT )
Sep 17, 2020 14:39 Asia/Jakarta
  • anti-Islamfobia
    anti-Islamfobia

Praktik-praktik Islamfobia yang kembali marak baru-baru ini di negara Eropa khususnya pembakaran Al Quran di Swedia, dan publikasi karikatur menghina Nabi Muhammad Saw oleh majalah Prancis, Charlie Hebdo menunjukkan bahwa gerakan anti-Islam sedang bergerak dengan kekuatan lebih besar.

Gerakan anti-Islam ini dikendalikan oleh kelompok ekstrem kanan yang dalam beberapa tahun terakhir, bersamaan dengan krisis ekonomi di Eropa tahun 2008, dan resesi ekonomi saat ini akibat wabah Virus Corona, juga gelombang pengungsi yang mayoritas Muslim, ke Eropa, berhasil menarik simpati warga Eropa, dan perlahan meningkatkan kedudukan, sembari menyebarluaskan aksi kebencian terhadap Islam.
 
Individu, kelompok dan partai politik di Eropa menyudutkan umat Islam, dan dengan perilaku Islamfobia termasuk menghina Nabi Muhammad Saw, menghina Al Quran, dan menyebut Muslim sebagai teroris, semakin mempersulit kehidupan mereka di tengah masyarakat Eropa.
 
Di sisi lain kita tidak boleh menutup mata atas keterlibatan pemerintah dan pejabat Eropa dalam menyebarkan secara langsung ataupun tidak langsung Islamfobia, dan publikasi yang menyimpangkan Islam di media-media Eropa. Realitasnya kelompok kanan ekstrem menunggangi gelombang yang diciptakan sendiri oleh pemerintah Eropa.
 
Lembaga Politik, Ekonomi dan Sosial SETA pada Desember 2019 mengumumkan, munculnya kelompok ekstrem kanan di Eropa berakibat pada meningkatnya kasus-kasus Islamfobia secara signifikan, sehingga memperburuk ancaman keamanan, dan stabilitas di benua itu.
 
Bertambahnya kekuatan partai-partai politik ekstrem kanan anti-imigran di beberapa negara Eropa termasuk Prancis, Yunani, Inggris, Swedia, Belanda, dan Denmark, juga pembentukan gerakan-gerakan anti-Islam, dan anti-imigran seperti Pegida di Jerman, di antara contoh nyata peningkatan Islamfobia, dan anti-Muslim di Barat.
 
Di satu sisi fenomena ini menyuburkan kecenderungan anak muda Eropa ke arah kelompok ekstrem, dan mendorong mereka untuk melakukan tindakan-tindakan ekstrem, serta kekerasan, di sisi lain menyebabkan masalah imigran dipandang dalam kacamata keamanan, padahal umat Islam adalah korban pertama puncak gerakan kanan ekstrem di Eropa.
 
Perubahan substansi imigrasi dari sebuah fenomena sosial menjadi isu politik, dan menjadi masalah keamanan dalam beberapa tahun terakhir, telah mengubah pendekatan pemerintah negara-negara Eropa sebagai tuan rumah para imigran, dan membuka peluang terciptanya ketidakamanan sosial, serta menguatnya gerakan-gerakan anti-imigran khususnya parpol kanan ekstrem, dan semakin kuatnya politik identitas terhadap para pengungsi Muslim.
 
Pada saat yang sama, propaganda Islamfobia di media-media Eropa sebagai dampak negatif pengungian umat Islam ke Eropa, semkain gencar dilakukan, ditambah dengan serangan teror kelompok teroris Takfiri ISIS di beberapa negara Eropa terutama Prancis, Jerman dan Inggris di samping propaganda negatif tentang Islam, menyebabkan tersebarnya keyakinan di tengah masyarakat Eropa bahwa bahaya berkuasanya Muslim di negara-negara Eropa adalah masalah serius, dan penyebaran Islam serta peningkatan pengaruh Muslim harus dibendung. 
 
Salah satu aksi terbaru kelompok ekstrem kanan dilakukan di Eropa Utara yaitu Swedia. Pada Jumat, 28 Agustus 2020 pagi, tiga orang anggota kelompok ekstrem kanan membakar satu jilid Al Quran di kota Malmo di selatan Swedia. Aksi ini memicu protes luas warga Swedia, malam setelah kejadian, sedikitnya 300 orang menggelar unjuk rasa. Aksi Islamfobia kelompok ekstrem kanan ini terjadi setelah Ketua Partai kanan ekstrem, Hard Line, Denmark, Rasmus Paludan tidak diizinkan menggelar pertemuan di Malmo, Swedia dan ia dicekal di perbatasan.
 
Tokoh ekstrem kanan Denmark ini sebelumnya meminta para pengikutnya untuk membakar Al Quran. Rencananya pada hari Jumat, 28 Agustus 2020, Rasmus Paludan dan pengikutnya akan menggelar demonstrasi anti-Muslim di selatan Swedia.
 
Ia juga mengajak pengikutnya untuk membakar Al Quran. Sebelumnya ia pernah melakukan hal yang sama, dan membagikan videonya di media sosial. Polisi Swedia melarang Paludan masuk ke negara itu untuk jangka waktu dua tahun.
Pasca kejadian itu, sekelompok pengikutu partai ekstrem kanan anti-imigran Hard Line atau Stram Kurs di Swedia, pada Kamis, 10 September 2020 membakar Al Quran di salah satu pemukiman penduduk Muslim kota Stockholm.
 
Aksi Islamfobia lain di Eropa dilakukan oleh majalah Prancis, Charlie Hebdo mengulang tindakan memalukan yang pernah dilakukan tahun 2015 dengan mempublikasikan karikatur menghina Nabi Muhammad Saw. Hal ini dilakukan Charlie Hebdo pada hari Selasa, 1 September 2020 di versi elektronik majalah tersebut, dan dua hari kemudian dalam versi media cetak. 
 
Penghinaan yang dilakukan Charlie Hebdo ini memicu aksi demonstrasi warga Muslim di berbagai belahan dunia, dan menyebabkan terjadinya serangan teror bersenjata pada 2015 ke kantor majalah ini. Saat itu partai-partai sayap kanan ekstrem seperti Partai Front Nasional Prancis pimpinan Marine Le Pen, menganggap kejadian itu sebagai peluang berharga untuk menyebarkan Islamfobia, dan menarik simpati masyarakat.
 
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah Khamenei mengatakan, dosa besar, dan tak terampunkan sebuah media Prancis karena menghina figur kudus, dan nurani, Rasulullah Saw, kembali menunjukkan dengan jelas, dendam kesumat lembaga politik, dan budaya Dunia Barat terhadap Islam, dan masyarakat Muslim. Dalih kebebasan berpendapat untuk tidak mengecam kejahatan besar ini oleh beberapa politisi Prancis sepenuhnya tidak bisa diterima, merupakan kesalahan dan penipuan publik. Aksi semacam ini di tengah situasi seperti sekarang ini, bisa menjadi motivasi untuk mengalihkan perhatian masyarakat, dan pemerintah negara-negara Asia Barat dari rencana-rencana busuk Amerika Serikat, dan rezim Zionis Israel untuk kawasan. 
 
Presiden Prancis menganggap penghinaan terhadap agama merupakan bagian dari kebebasan berpendapat, padahal negaranya merupakan satu di antara banyak negara Barat yang menetapkan pengingkaran kebenaran Holocaust sebagai sebuah kejahatan. Kebebasan berpendapat berdasarkan aturan internasional, memiliki sejumlah batasan dan sama sekali tidak pernah menganggap penghinaan terhadap keyakinan orang lain sebagai bagiannya.
 
Para pengamat menganggap sikap Presiden Prancis yang membela Charlie Hebdo, dan menghubungkannya dengan kebebasan berpendapat, kontradiktif, dan melanggar konstitusi Prancis sendiri. Pertanyaannya adalah apakah izin yang diberikan pemerintah Prancis kepada Charlie Hebdo untuk mencetak karikatur menghina Nabi Muhammad Saw tidak akan menambah kebencian masyarakat Eropa terhadap Islam dan Muslim.
 
Tidak diragukan umat Islam yang tinggal di negara-negara Eropa khususnya di negara yang di dalamnya kelompok ekstrem kanan melakukan aktivitas luas, terancam penyerangan, dan diskriminasi lebih besar.
 
Lembaga dokumentasi Islamfobia, dan rasisme terhadap Muslim di Austria dalam laporannya tahun 2018 mengabarkan peningkatan serangan rasis terhadap Muslim sebesar 74 persen. Komunitas Anti-Islamfobia Prancis, Collective against Islamophobia in France, CCIF, mencatat kenaikan 52 persen serangan rasis terhadap umat Islam di Prancis. Sementara itu, lembaga pemerintah Inggris mengabarkan peningkatan 40 persen tindak diskriminasi agama antara tahun 2017-2018 dibandingkan tahun 2015-2016.Pada rentang waktu yang sama terjadi peningkatan 50 persen serangan ke tempat-tempat ibadah umat Islam.
 
Propaganda Islamfobia, dan penyebarannya oleh para pejabat Barat semacam Presiden Amerika Donald Trump, dan Presiden Prancis Emmanuel Macron menunjukkan sejauh mana statemen, dan perbuatan mereka bisa mendorong  kelompok ekstrem kanan untuk menyebarluaskan Islamfobia, dan diskriminasi serta kekerasan terhadap Muslim.
 
Komisi Perang Melawan Diskriminasi di Dewan Eropa dalam laporan terbarunya menyinggung peningkatan Islamfobia, dan Xenophobia dan mengatakan, statemen politisi Eropa ikut membantu terciptanya fenomena ini, dan terbentuknya kesenjangan sosial.
 
Kenyataannya pemerintah negara-negara Eropa yang dalam beberapa tahun terakhir berhadapan dengan masalah pengungsi, secara langsung maupun tidak langsung berperan menumbuhkan Islamfobia dengan tujuan untuk membendung peningkatan jumlah imigran Muslim di Eropa dengan diam atau membela aksi-aksi Islamfobia.(HS)