Mengenal Molnupiravir, Obat COVID-19 Oral Pertama di Dunia
-
Molnupiravir
Beberapa hari terakhir ini, molnupiravir banyak dibicarakan dan digadang-gadang sebagai obat baru yang ampuh untuk COVID-19. Namun, benarkah demikian?
Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Zullies Ikawati menjelaskan bahwa informasi mengenai obat ini sebenarnya telah beredar sejak bulan Maret hingga April 2020.
Obat ini disebut memiliki efek hingga 100 persen saat uji klinis fase tiga. kemudian bila berjalan dengan baik, obat ini disebut-sebut akan tersedia di pasar dalam waktu 4 sampai 5 bulan. Pasien bisa minum obat sendiri di rumah, dan sembuh dalam 5 hari, sehingga sangat nyaman digunakan sama seperti mengobati flu biasa seperti sekarang.
"Sangat menjanjikan bukan? Nah, pada awal Oktober 2021 ini, informasi tentang obat itu kembali mengemuka, setelah perusahaan farmasi Merck melaporkan pada lamannya perkembangan uji klinik obat tersebut, yang disebut-sebut hasilnya cukup menjanjikan," jelas Zullies dalam keterangannya Sabtu (09/10/2021).
5 Fakta Molnupiravir
1. Hasil uji klinis
Uji klinis molnupiravir melibatkan 775 pasien COVID-19 kategori ringan-sedang, seluruhnya memiliki sedikitnya satu faktor risiko perburukan seperti diabetes dan penyakit jantung. Dalam 5 hari setelah muncul gejala, sebagian partisipan secara random mendapat molnupiravir selama 5 hari dan sebagian sisanya mendapat plasebo.
Di akhir penelitian, 14,1 persen pasien di kelompok plasebo dirawat di rumah sakit dan meninggal. Hanya 7,3 persen pasien dari kelompok molnupiravir yang masuk rumah sakit dan tidak satupun meninggal dunia.
2. Cara kerja
Obat yang dikembangkan Merck and Ridgeback Biotherapeutics ini bekerja dengan memodifikasi material genetik atau RNA virus Corona. Modifikasi tersebut menciptakan error sehingga mengeblok virus untuk menggandakan diri.
3. Efek samping
Merck melaporkan tidak ada efek samping serius molnupiravir yang dialami relawan dalam uji klinis. Beberapa efek samping yang umumnya berupa keluhan ringan seperti sakit kepala, sulit dibedakan dengan keluhan yang muncul karena COVID-19.
4. Pertama di dunia
Obat sejenis selama ini diberikan melalui injeksi, dan jika molnupiravir mendapat izin penggunaan darurat maka ini akan menjadi obat oral pertama untuk COVID-19. Perusahaan lain, Pfizer juga tengah mengembangkan obat sejenis, demikian juga Atea Pharmaceutical dan Roche. Uji klinis baru akan dilakukan beberapa bulan ke depan.
5. Lebih mudah diakses
Dibanding terapi antibodi monoklonal yang diberikan melalui injeksi, adanya obat COVID-19 yang bisa diberikan secara oral dinilai menjanjikan. Dalam bentuk sediaan oral, obat ini lebih mudah didistribusikan dan diakses lebih banyak orang.
Terkait dengan penggunaan di Indonesia, Zullies mengatakan pemerintah tampak sudah mulai bergerak untuk pendekatan kepada pabrikan obat ini, namun tentunya perlu menunggu prosedur yang harus dijalani.
"Sebelum digunakan di Indonesia, molnupiravir harus mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM yang akan diajukan oleh industri farmasi pengusungnya. Apakah harus diuji klinik juga di Indonesia, hal itu tergantung dari kebijakan BPOM," jelas Zullies.
Jika data-data dari negara lain sudah dapat diterima, maka tidak harus melakukan uji klinik sendiri di Indonesia. Akan sangat baik jika kemudian industri farmasi di Indonesia dapat memperoleh lisensi untuk memproduksi sendiri di dalam negeri.
Bagaimanapun, penemuan dan penelitian molnupiravir sebagai obat COVID-19 sangatlah menggembirakan, dan jika benar kasiatnya efektif menyembuhkan sakit akibat virus Corona, ini jelas akan memberikan harapan besar dan juga untuk mengakhiri pandemi ini yang dampaknya luar biasa di segala bidang. (Antaranews/Detik)