Gejolak Ekonomi Global Picu Pelemahan Rupiah dan IHSG
Nilai tukar rupiah dan Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jumat pagi (8/3) menunjukkan pelemahan akibat dinamika perekonomian global.
Kurs rupiah melemah dibandingkan mata uang dolar AS melanjutkan tren yang terjadi dalam tujuh hari terakhir. Situs antara Jumat (8/3) melaporkan,Kurs rupiah pagi ini bergerak melemah 90 poin menjadi Rp14.233 per dolar AS dibanding posisi sebelumnya Rp14.143 per dolar AS.
Analis Monex Investindo Futures, Dini Nurhadi Yasyi di Jakarta, Jumat, mengatakan depresiasi rupiah dipicu penguatan dolar AS seiring longgarnya kebijakan Bank Sentral Eropa (ECB). Menurut Dini, kebijakan ECB tersebut menambah sentimen negatif bagi rupiah yang sebelumnya juga melemah karena sentimen perlambatan ekonomi global, terutama Cina yang diproyeksikan tahun ini akan mencapai enam persen dari sebelumnya 6,5 persen.
Sementara itu, Indeks harga saham gabungan (IHSG) dibuka turun 0,28 persen ke posisi 6.439,84 pada pembukaan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jumat pagi (8/3). Situs Kata data melaporkan, turunnya IHSG terjadi didorong kekhawatiran investor akan meluasnya perang dagang.
Kekhawatiran tersebut muncul setelah Amerika Serikat (AS) memutuskan untuk menghapuskan perberlakuan tarif istimewa untuk India dan Turki. Kedua negara mendapatkan keistimewaan tersebut melalui sistem preferensi umum atau generalized system of preferences (GSP) yang memungkinkan sejumlah produk mereka mengakses pasar AS tanpa dikenakan tarif.
Kepala riset Valbury Sekuritas Alfiansyah dalam risetnya yang dapat diakses pagi ini mengatakan, sentimen tersebut berpotensi memberatkan pergerakan IHSG untuk naik ke teritorial positif hari ini.
Penghapusan tarif istimewa terhadap India dan Turki berpotensi memperluas perang dagang yang selama setahun terakhir ini berkecamuk antara AS dan Cina. Negara-negara Asia seperti Indonesia dan Thailand berupaya untuk menghindari timbulnya masalah tersebut. Sebelumnya Kantor perdagangan AS memprakarsai tinjauan kelayakan Sistem Preferensi Umum (GSP). Untuk mengantisipasi dampak negatifnya, Menteri Perdagangan Indonesia mengunjungi Amerika Serikat untuk merundingkan masalah ini pada Juli 2018 dan Januari 2019 lalu.(PH)