Menukar Sampah Plastik untuk Bisa Belajar Daring
(last modified Tue, 15 Sep 2020 08:08:49 GMT )
Sep 15, 2020 15:08 Asia/Jakarta

Penyebaran Virus Corona telah memaksa sekolah-sekolah di Indonesia tutup. Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian Pendidikan menerapkan pembelajaran online atau daring, nmun banyak siswa yang belum memiliki akses ke internet atau bahkan tidak memiliki perangkat seperti ponsel untuk melakukan pembelajaran jarak jauh.

Seorang relawan telah menemukan cara kreatif untuk mengatasi masalah tersebut. Dia menawarkan para siswa yang tidak memiliki akses WIFi untuk mengumpulkan sampah plastik dan membelinya lalu digunakan untuk membeli kuota internet.

Selama dua bulan terakhir, Dimas Anwar Putra, 15 tahun, dan seorang temannya mengumpulkan sampah plastik di lingkungannya di Jakarta dengan imbalan akses wifi.

Tanpa akses internet di rumah, kedua siswa tersebut perlu mengumpulkan satu kg sampah plastik untuk ditukar dengan akses internet sehingga mereka dapat melakukan pembelajaran online selama sekitar tiga jam hingga tiga kali seminggu.

"Kalau kita mengumpulkan sampah itu seperti amal buat saya dan selain itu kita juga dapat data internet gratis," kata Dimas.

Sementara itu, "Stasiun Wifi" adalah gagasan dari Iing Solihin, yang menjual sampah yang dikumpulkan oleh siswa untuk membeli data seharga 340.000 rupiah sebulan untuk memungkinkan sekelompok kecil siswa untuk belajar.

"Masalahnya adalah saat data internet habis sebelum akhir bulan ... dan mereka tidak bisa belajar lagi," kata Iing.

Jutaan siswa Indonesia terpaksa belajar dari jarak jauh (online) sejak banyak sekolah tutup pada bulan Maret 2020 akibat pandemi COVID-19. Ini menjadi tantangan khusus bagi para keluarga miskin dan mereka yang tinggal di daerah terpencil.

Di distrik perbukitan dekat Bogor, sekitar 80 km (50 mil) selatan Jakarta, relawan membawa mobil yang dilengkapi pemancar jaringan seluler setiap minggu ke desa-desa terpencil sehingga siswa dapat menggunakan internet. "Relawan Sekolah" tersebut juga menyediakan laptop dan ponsel untuk para siswa.

"Masalah belajar online adalah saya jarang menggunakan telepon, saya berbagi telepon dengan orang tua saya," kata Dafa Mahesa Sudirman, 14 tahun.

Dafa bersama dengan sekitar 30 siswa lainnya mengambil kesempatan untuk belajar online di sebuah gudang kayu di desa mereka.

Menurut Asosiasi Penyedia Layanan Internet Indonesia (APJII), hanya sekitar satu dari enam dari sekitar 60 juta rumah tangga di Indonesia yang memiliki koneksi internet pada pertengahan 2019. (RA)

Tags