Iran Surati Sekjen PBB: Pemerintah AS Belum Memenuhi Kewajibannya kepada JCPOA
Bertentangan dengan berbagai resolusi PBB, pemerintah Amerika Serikat sejauh ini belum memenuhi kewajibannya kepada Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA).
Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Mohammad Javad Zarif, pada peringatan enam tahun diadopsinya Resolusi 2231 Dewan Keamanan PBB dalam sebuah surat kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, menyatakan, "Segala keburukan janji-janji pihak Barat telah dicatat sebagai dokumen di Sekretariat PBB."
Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) ditandatangani pada 14 Juli 2015, setelah 13 tahun negosiasi intensif. Seminggu kemudian, JCPOA disahkan dengan Resolusi 2231 Dewan Keamanan PBB. Dalam kerangka Resolusi Dewan Keamanan 2231, kewajiban dua pihak telah ditetapkan dan harus dipenuhi.
Namun pada 8 Mei 2018, mantan Presiden AS Donald Trump secara resmi mengumumkan penarikan diri Amerika Serikat dari perjanjian multilateral ini.
Perilaku pemerintah AS selama kepresidenan Biden juga masih jauh dari memenuhi kewajibannya.
Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam, Rabu lalu (28/07/2021) selama pertemuan terakhir dengan Presiden dan Pemerintah Periode Ke-12 mengingatkan, "Amerika dalam ucapan dan janji yang disampaikan akan mencabut sanksi, tetapi mereka tidak dan tidak akan mencabut sanksi. Selain itu, mereka menetapkan syarat dan mengatakan bahwa kalian harus memasukkan kalimat dalam perjanjian ini yang nantinya akan dibahas beberapa masalah, kalau tidak, kami tidak akan menyepakati."
"Dengan menambahkan kalimat ini, mereka ingin memberikan alasan untuk intervensi mereka selanjutnya pada prinsip JCPOA, masalah rudal dan regional," tambah Rahbar.
Amerika Serikat telah menunjukkan selama beberapa dekade terakhir bahwa ia tidak memiliki komitmen yang kuat untuk mematuhi perjanjian internasional. JCPOA tidak terkecuali dengan perilaku AS ini.
Bertentangan dengan berbagai resolusi PBB, pemerintah Amerika Serikat sejauh ini belum memenuhi kewajibannya kepada Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA).
Baru-baru ini, dalam laporannya yang ke-11, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan keprihatinannya atas penerapan Resolusi 2231 dan meminta Washington untuk mencabut sanksi terhadap Iran dan memperpanjang pengecualian.
Mikhail Ulyanov, Wakil Tetap Rusia untuk organisasi internasional di Wina, juga mentweet pada hari Jumat (30/07/2021), "Tujuan yang disepakati dari pembicaraan Wina adalah untuk menghidupkan kembali prinsip JCPOA, tidak lebih dan kurang."
Pelanggaran kewajiban JCPOA, 6 tahun setelah adopsi Resolusi 2231 merupakan pelanggaran kewajiban internasional yang telah mencapai tingkat mengkhawatirkan. Dalam situasi saat ini, sikap AS jauh dari tuntutan mendesak Iran agar AS mencabut semua sanksi yang dijatuhkan selama kepresidenan Trump.
Sejatinya, Amerika Serikat tidak bersedia mencabut sanksi Iran sepenuhnya dan memberikan jaminan bahwa perilaku yang sama dari pemerintahan AS sebelumnya tidak akan terulang. Mereka bahkan tidak mau menerima kenyataan bahwa masalah yang ada adalah karena irasional, tuntutan koersif dan unilateralisme destruktif.
Kazem Gharibabadi, Duta Besar dan Wakil Tetap Iran untuk organisasi internasional yang berbasis di Wina, mengatakan dalam sebuah wawancara:
“Amerika Serikat dan Barat telah mengejar tujuan mereka sendiri dalam negosiasi, yang menunjukkan bahwa mereka terus melihat kesepakatan nuklir sebagai jembatan untuk masalah lain yang tidak terkait, seperti masalah regional dan rudal.”
Surat Iran kepada Sekretaris Jenderal PBB pada ulang tahun keenam adopsi Resolusi 2231 sebenarnya merupakan pengingat tekad Tehran untuk mempertahankan JCPOA. Karena bagaimanapun juga, JCPOA adalah komitmen multilateral. Oleh karena itu, dengan penerapannya yang sepihak, tidak bisa diharapkan hasil yang maksimal.