Iran Mengecam Pelanggaran HAM di Arab Saudi
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Republik Islam Iran mengatakan, "Hukuman mati dan kekerasan yang tidak terkendali bukanlah solusi atas krisis yang ditimbulkan sendiri oleh Arab Saudi, dan pemerintah Saudi tidak bisa menyalahgunakan masalah-masalah umum untuk menutupi kekacauan politik, peradilan dan untuk menumpas masyarakat."
Menanggapi eksekusi puluhan orang di Arab Saudi pada hari Minggu (13/03/2022), Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh menyebut tindakan tidak manusiawi itu bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia dan hukum internasional, serta prosedur hukum dan peradilan.
Kementerian Dalam Negeri Saudi pada hari Sabtu (12/03/2022) mengumumkan hukuman mati 81 orang, termasuk 41 orang Syiah, atas tuduhan "memiliki keyakinan menyimpang, kerja sama intelijen dengan Daesh, al-Qaeda dan Ansarulah Yaman, bertindak melawan keamanan publik, menciptakan pemberontakan dan kekacauan serta melakukan kegiatan teroris."
Arab Saudi memiliki catatan hitam di bidang hak asasi manusia.
Baca juga: Kecam Eksekusi Massal di Saudi, Iran: Itu Tidak Manusiawi
Selama bertahun-tahun banyak laporan yang bocor keluar terkait hukuman mati, penyiksaan, penahanan sewenang-wenang, penangkapan aktivis politik dan hak asasi manusia, serta penindasan terhadap tuntutan sah minoritas agama di Arab Saudi.
Pada April 2019, misalnya, rezim Saudi menghukum mati 37 tahanan, termasuk enam remaja yang ikut dalam demonstrasi damai pada 2011. Sementara di tanggal 12 Oktober 2019 "Husein Abdul Aziz Al Rabah", seorang tahanan warga Syiah dari Qatif, meninggal akibat penyiksaan di penjara Mabahith di Arab Saudi bagian barat.
Dengan mengangkat Mohammed bin Salman sebagai Putra Mahkota Arab Saudi pada Juli 2017, rezim Arab Saudi berusaha menampilkan citra positifnya kepada dunia.
Saudi memperkenalkannya sebagai awal era baru dalam sejarah politik Saudi yang berupaya mengubah negara, serta melakukan reformasi sosial dan hak asasi manusia.
Namun tidak lama kemudian Muhammad ibn Salman ternyata menunjukkan sifat aslinya. Karena tujuan aslinya bukan mengimplementasiikan reformasi secara hakiki.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Republik Islam Iran mengatakan, "Hukuman mati dan kekerasan yang tidak terkendali bukanlah solusi atas krisis yang ditimbulkan sendiri oleh Arab Saudi, dan pemerintah Saudi tidak bisa menyalahgunakan masalah-masalah umum untuk menutupi kekacauan politik, peradilan dan untuk menumpas masyarakat."
Reformasi lahiriah dan perang melawan korupsi yang diserukannya, tidak lain dari upaya menghilangkan para penentang dan saingannya. Itu sebabnya pembatasan ketat dan represi di dalam negeri semakin intensif, terutama terhadap para aktivis Syiah.
"Hukuman mati massal yang belum pernah terjadi sebelumnya, serta pengadilan formalitas di Arab Saudi, telah mengungkap klaim palsu Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman tentang reformasi di negara ini," kata Sarah Lee Whitson, Direktur Timur Tengah di Human Rights Watch.
Tindakan keras terhadap para aktivis politik dan sipil dan oposisi pemerintah Saudi tidak terbatas di dalam negeri an termasuk oposan yang tinggal di luar negeri, di mana yang paling terkenal adalah Jamal Khashoggi, seorang jurnalis yang kritis terhadap pemerintah Saudi yang dibunuh di konsulat Saudi di Istanbul, Turki.
Rezim Saudi terus menjatuhkan hukuman mati terhadap para aktivis sosial dan kritikus, sementara masyarakat internasional dan negara-negara Barat menutup mata atas tindakan Al Saud.
Baca juga: Al Saud Eksekusi Mati 81 Orang, Begini Komentar Warganet Saudi
Media-media yang berafiliasi dengan pemerintah Barat yang menanggapi tindakan apa pun di kawasan Asia Barat terkait masalah hak asasi manusia, biasanya hanya mereaksi hukuman mati di Arab Saudi dengan merilis berita saja.
Sementara negara-negara Barat yang mengklaim hak asasi manusia dengan standar ganda dan menggunakan konsep hak asasi manusia hanya sebagai alat, selalu diam terkait tindakan seperti itu oleh rezim-rezim yang sejalan dengan mereka dan tidak mengambil tindakan yang efektif.
Dalam hal ini, Reza Sadr al-Hosseini, pakar Asia Barat, mengatakan, "Sangat mengejutkan bahwa meskipun terjadi hukuman mati meluas baru-baru ini di Arab Saudi dan kejahatan yang dilakukan oleh negara ini di Yaman, Arab Saudi berhasil menjadi anggota HAM PBB di tahun 2019 dan 2020. Masalah ini menunjukkan bahwa dolar Saudi sangat efektif!" (SL)