Iran Aktualita, 25 Februari 2023
Perkembangan di Iran pekan lalu diwarnai sejumlah isu penting di antaranya; Rahbar: Basis Kerakyatan Iran, Argumen Terakhir bagi Pejabat dan Ulama.
Perkembangan lainnya di Iran:
- Raisi: Pejabat Uni Eropa Akui Tuntutan Wajar Iran
- Menlu Iran Tegaskan Peningkatan Hubungan Tehran dan Moskow
- Jubir Kemlu Iran: Rezim Zionis akan Runtuh, Tak Layak Didukung
- Iran Sambut Ide Pembentukan Kelompok Trans-Regional Mengakhiri Perang Ukraina
- Kamalvandi: Barat Tidak Memenuhi Janji Mereka ke Iran
- Brigjen Qaani: Republik Islam Gagalkan Investasi AS di Kawasan
- Iran Tahan Kapal Pengangkut Senjata AS di Teluk Persia
- Jurnalis Indonesia: Media Barat Jungkirbalikkan Fakta tentang Iran
- Paveh, Rudal Baru Iran Tembus 1650 Kilometer Diluncurkan
Rahbar: Basis Kerakyatan Iran, Argumen Terakhir bagi Pejabat dan Ulama
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar dalam pertemuan dengan anggota Majelis Khobregan (Dewan Pakar Kepemimpinan) mengatakan, basis kerakyatan Iran yang kuat adalah argumen terakhir bagi semua pejabat pemerintah dan ulama.
Ayatullah Sayid Ali Khamenei, Kamis (23/2/2023) menilai Majelis Khobregan, lembaga luhur dan penting ini, sebagai simbol dari sinergitas antara konsep Repulik dan Islam.
Menyinggung kehadiran luar bisa, vital dan kontinu rakyat Iran, di berbagai arena, Rahbar menuturkan, "Basis kerakyatan kuat yang dimiliki negara ini adalah aset nasional yang dengannya Allah Swt telah menyampaikan argumen terakhir terhadap seluruh pejabat dan ulama, sehingga semua harus bekerja keras untuk menjaga dan meningkatkan modal besar ini."
Menurut Ayatullah Khamenei, kedudukan, urgensitas, dan sensitivitas Dewan Pakar Kepemimpinan Iran, lebih tinggi dari semua institusi, dan lembaga lain di negara ini.
"Majelis Khobregan selain bertugas menetapkan Rahbar, juga menjamin keberadaan dan keberlanjutan kondisi kepemimpinan dengan pengawasannya, dan kedudukan tinggi semacam ini menjadi beban berat bagi seluruh anggota lembaga ini," ujarnya.
Rahbar menyebut permusuhan terhadap Majelis Khobregan, termasuk dari jenis permusuhan terhadap prinsip dasar Republik Islam Iran.
Ia menjelaskan, "Sebagian dari permusuhan dengan Republik Islam terkait dengan masalah politik, dan sikap Iran terhadap masalah-masalah seperti Palestina, akan tetapi sebagian permusuhan lain terkait dengan substansi negara Republik Islam."
Ayatullah Khamenei menambahkan, "Negara ini melawan mereka yang meyakini resep Barat, yang menolak segala bantuk campur tangan agama dalam masalah-masalah sosial, dan para pemimpin aliran demokrasi liberal yang dengan kedok bendera palsu kebebasan dan demokrasi, memainkan peran dominasi, dan perampokan sumber daya dunia, dan dengan menempatkan demokrasi serta kebebasan di samping agama, telah merusak skenario mereka."
"Masalah-masalah seperti sanksi memaksa kita untuk belajar, berpikir dan meneliti untuk mengatasinya, begitu juga sanksi telah memaksa kita untuk meraih kemajuan-kemajuan baru di berbagai bidang seperti pertahanan, kesehatan, dan medis, dan jika tidak ada sanksi, dapat dipastikan kemajuan-kemajuan teknologi dan industri ini juga tidak akan ada," paparnya.
Di awal pertemuan, Presiden Iran Sayid Ebrahim Raisi, dan Wakil Ketua Majelis Khobregan menyampaikan laporan dari tiga bagian kerja pertemuan resmi ke-11 Majelis Khobregan.
Raisi: Pejabat Uni Eropa Akui Tuntutan Wajar Iran
Presiden Republik Islam Iran mengatakan bahwa para pejabat Uni Eropa telah mengakui tuntutan wajar Iran dalam negosiasi untuk mencabut sanksi.
Negosiasi pencabutan sanksi Iran diadakan di Wina pada 4 Agustus 2022, dan berakhir pada 8 Agustus dengan kembalinya delegasi ke ibu kota negara mereka masing-masing.
Setelah berbulan-bulan pembicaraan intensif di Wina, negosiasi pencabutan sanksi telah mencapai tahap ketika Amerika Serikat sebagai pihak yang melanggar JCPOA, menerima tuntutan wajar Iran dan persyaratan untuk pembentukan perjanjian yang stabil dan andal.
Presiden Republik Islam Iran, Sayid Ebrahim Raisi dalam sebuah wawancara dengan media Cina, CGTN hari Minggu (19/2/2023) mengatakan bahwa Amerika dan Eropa mengklaim sedang mencari kesepakatan, tetapi dalam praktiknya tidak demikian.
Raisi menganggap sanksi barat yang kejam sebagai perang melawan bangsa Iran.
"Amerika dan Eropa keliru besar telah meninggalkan meja perundingan dan mendukung kerusuhan di Iran," ujar Presiden Iran.
Dalam beberapa tahun terakhir, Iran dan Cina telah memperluas hubungan mereka di tiga tingkat makro yaitu: politik-ekonomi, keamanan-pertahanan dan geopolitik-strategis, dan penandatanganan dokumen strategis 25 tahun merupakan langkah penting menuju penyelesaian proses tersebut.
Sayid Ebrahim Raisi, Presiden Republik Islam Iran baru-baru ini mengunjungi Cina atas undangan resmi Presiden Cina, Xi JInping.
Raisi tiba di Tehran pada 16 Februari setelah bertemu dengan Presiden, Perdana Menteri, dan Ketua Kongres Nasional Rakyat Cina.
Menlu Iran Tegaskan Peningkatan Hubungan Tehran dan Moskow
Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran menegaskan urgensi penguatan hubungan kerja sama kedua negara.
Iran dan Rusia berbagi kepentingan strategis di bidang bilateral, terutama hubungan ekonomi, militer dan keamanan, serta isu-isu regional dan internasional seperti menghadapi unilateralisme Amerika. Masalah ini telah menjadi salah satu faktor utama kerja sama yang erat antara kedua belah pihak dalam beberapa tahun terakhir.
Alexander Grushko, Wakil Menteri Luar Negeri Federasi Rusia, yang melakukan perjalanan ke Tehran hari Senin (20/2/2023) bertemu dan berbicara dengan Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amirabdollahian.
Dalam pertemuan ini, Grushko menyambut baik peningkatan kerja sama kedua negara.
Amir Abdollahian menyoroti perlunya pengembangan dan penguatan kerja sama Iran dan Rusia.
Menyikapi tantangan saat ini di tingkat regional, Menlu Iran menekankan perlunya kerja sama regional dan mengumumkan kesiapan Iran untuk mengadakan pertemuan menteri luar negeri Rusia, Turki, Iran dan tiga negara Kaukasus Selatan di Tehran.
Alexander Grushko, Wakil Menteri Luar Negeri Federasi Rusia, juga menyebutkan pentingnya mempromosikan kerja sama tersebut di tingkat bilateral, regional dan internasional.
Jubir Kemlu Iran: Rezim Zionis akan Runtuh, Tak Layak Didukung
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan, Rezim Zionis yang sedang berada di ambang keruntuhan, tidak layak untuk mendapat dukungan dan investasi.
Nasser Kanaani, Kamis (23/2/2023) menuturkan, "Pemerintah Amerika Serikat dapat melanjutkan dukungan permanen mereka terhadap Rezim Zionis, tapi hal itu tidak akan mengubah proses keruntuhan rezim ini."
Menanggapi statemen mantan Perdana Menteri Rezim Zionis Yair Lapid terkait keruntuhan rezim Israel, Kanaani menerangkan, "Di saat Menteri Luar Negeri Rezim Zionis, Eli Cohen mengklaim sejumlah negara baru bergabung dengan gerbong normalisasi, Lapid justru memperingatkan enam bulan lagi Israel akan runtuh."
"Bukan hanya menghambur-hamburkan investasi materi, bahkan akan menyebabkan hilangnya kredibilitas spiritual, dan degradasi moral serta kemanusiaan," imbuhnya.
Jubir Kemlu Iran menegaskan, "Pemerintah AS sebagai sekutu strategis dan pendukung terbesar Rezim Zionis, dapat melanjutkan dukungan permenannya terhadap rezim ini, dan melanjutkan tekanan total terhadap beberapa negara untuk menormalisasi hubungan, tapi pasti hal itu tidak akan mengubah proses keruntuhan dari dalam, dan kehancuran Israel yang tak terelakkan."
Sebelumnya mantan PM Rezim Zionis Yair Lapid di hadapan Knesset mengatakan, "Mulai sekarang hingga pertengahan tahun 2023, Israel akan terpecah dari dalam, dan masyarakatnya akan saling membenci."
Iran Sambut Ide Pembentukan Kelompok Trans-Regional Mengakhiri Perang Ukraina
Duta Besar dan Wakil Tetap Iran untuk PBB mengumumkan bahwa Republik Islam Iran menyambut baik gagasan untuk membentuk kelompok trans-regional bagi penanganan perang di Ukraina.
Sejak 24 Februari 2022, setelah mengakui kemerdekaan wilayah Luhansk dan Donetsk dari Ukraina, Rusia mengirim pasukan ke wilayah ini dan mengumumkan dimulainya "operasi militer khusus di Ukraina".
Rusia mengumumkan tujuannya dari tindakan ini untuk mende-Nazifikasi Ukraina, melucuti senjata negara ini, menyelesaikan masalah keamanannya dan menanggapi permintaan bantuan Luhansk dan Donetsk serta menekankan bahwa mereka tidak berniat merebut tanah Ukraina.
Sekaitan dengan hal ini dan sesuai dengan laporan IRNA, Amir Saeid Iravani, Duta Besar dan Wakil Tetap Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada hari Kamis (23/02/2023) di pertemuan Majelis Umum PBB mengatakan, Republik Islam Iran menyambut gagasan menggunakan kapasitas Sekretaris Jenderal PBB untuk membuat kelompok trans-regional yang independen, netral dan memiliki kapasitas untuk menangani masalah Ukraina demi menghentikan permusuhan yang sedang berlangsung dan siap untuk berpartisipasi penuh dalam proses ini.
Merujuk pada konsekuensi berkelanjutan dari konflik ini pada hak asasi manusia dan ekonomi global, diplomat senior Republik Islam Iran ini menambahkan, Republik Islam Iran berpegang pada prinsipnya mengenai perlunya mematuhi Piagam PBB, termasuk prinsip persamaan dan integritas wilayah negara.
Menanggapi pernyataan anti-Iran dari perwakilan rezim Zionis, Iravani mengatakan bahwa Iranofobia adalah bagian dari tindakan reguler rezim ini di Majelis Umum dan bahwa perwakilan rezim tersebut menggunakan setiap kesempatan untuk membuat tuduhan yang tidak ada hubungannya ke Iran.
Dubes Iran di PBB menambahkan, Rezim Zionis Israel sedang mencoba untuk menutupi tindakan destruktifnya di wilayah tersebut dan kejahatannya terhadap rakyat Palestina dengan tuduhan ini.
Iravani mengutuk keras serangan udara rezim Zionis Israel di daerah pemukiman di Damaskus dan mengatakan, Selain mengutuk tindakan ini, dunia harus memaksa rezim Zionis Israel untuk menghormati hukum internasional.
Dalam pertemuan istimewa ke-11 Majelis Umum PBB, yang diadakan atas permintaan Ukraina dan Barat, sebuah resolusi perdamaian di Ukraina dan penarikan pasukan Rusia disetujui dengan 141 suara setuju, tujuh suara menentang dan 32 abstain pada Kamis, (23/2).
Perlu diketahui bahwa resolusi Majelis Umum PBB tidak mengikat, tidak seperti resolusi Dewan Keamanan. Rusia merupakan salah satu dari lima negara yang memiliki hak veto di Dewan Keamanan PBB.
Kamalvandi: Barat Tidak Memenuhi Janji Mereka ke Iran
Juru bicara Organisasi Energi Atom Iran mengatakan, Barat tidak pernah memenuhi janji mereka tentang program nuklir Iran.
Behrouz Kamalvandi, Juru Bicara Badan Energi Atom Iran (AEOI), dalam sebuah wawancara dengan Press TV, tentang pernyataan terbaru dari Rafael Grossi, Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional yang mengklaim bahwa Iran telah membuat perubahan dalam fasilitas nuklir Fordo, mengatakan, Laporan IAEA bukanlah hal baru, dan dalam beberapa bulan terakhir laporan teknis dikaitkan dengan masalah politik.
Jubir AEOI menyatakan, Para inspektur IAEA pada awalnya dan ketika mereka datang ke Iran untuk mengunjungi fasilitas nuklir, mengumumkan bahwa perubahan telah dilakukan dalam infrastruktur, sementara tidak ada perubahan yang dilakukan, dan setelah pemeriksaan ulang dan pihak Iran memberikan penjelasan, mereka mengumumkan bahwa tidak ada perubahan dalam infrastruktur pengayaan.
Kamalvandi juga mengatakan tentang klaim baru-baru ini dari Bloomberg terkait dimulainya pengayaan 84%.
Menurutnya, Iran telah menyerahkan dan mengumumkan 15 laporan kepada IAEA sejauh ini dan sepenuhnya memenuhi kewajibannya, tetapi di balik tirai pembuatan berita tersebut, ada tujuan politik yang ingin memperburuk wajah Republik Islam Iran.
Kamalvandi mengklarifikasi, Iran telah menurunkan kewajibannya setelah penarikan diri Amerika Serikat dari JCPOA dan mengumumkan bahwa Iran tidak akan memenuhi kewajiban JCPOA selama sanksi tetap berlaku.
"Inspektur Badan Energi Atom Internasional memiliki kewajiban dan harus melakukan inspeksi mereka, tetapi mereka tidak boleh membuat hambatan dalam pekerjaan nuklir Iran dengan inspeksi mereka. Iran bekerja sama dengan mereka sejauh menyangkut safe guard, dan statistik kerja sama menunjukkan dengan baik fakta bahwa Iran memiliki tingkat kerja sama tertinggi dibandingkan dengan negara lain," pungkas Jubir AEOI.
Brigjen Qaani: Republik Islam Gagalkan Investasi AS di Kawasan
Komandan Pasukan Quds, Korps Garda Revolusi Islam Iran, IRGC menyinggung pengakuan mantan Presiden Amerika Serikat terkait anggaran tujuh miliar dolar yang dikeluarkan negara itu di kawasan Asia Barat.
Brigjen Esmail Qaani, Rabu (22/2/2023) mengatakan, sistem pemerintahan Republik Islam Iran, dan budaya Revolusi Islam menyebabkan kekalahan investasi AS di kawasan Asia Barat.
Ia menambahkan, "Gerakan Revolusi Islam meski dimusuhi oleh musuh-musuh Islam, terutama AS penjahat, dan Rezim Zionis, tapi terus berlanjut, dan menjadi sumber karya di kawasan dan dunia."
Komandan Pasukan Quds juga menyinggung perubahan strategi AS lewat kerja sama dengan beberapa negara kawasan, dan berujung dengan terciptanya fenomena berbahaya seperti kelompok-kelompok teroris termasuk Daesh.
"Model menyimpang Daesh yang merupakan tiruan palsu dari front perlawanan, memiliki kapasitas untuk mengubah situasi kawasan sehingga menguntungkan AS, akan tetapi perjuangan Syahid Letjen Qassem Soleimani, dan kawan-kawannya yang merupakan inti sari dari budaya asli perlawanan dan Revolusi Islam, telah menggagalkan konspirasi besar ini," paparnya.
Menurut Brigjen Qaani, budaya perlawanan yang lahir dari konsep, dan ajaran asli Islam, dan hari ini telah berubah menjadi sebuah fenomena global, telah membuat dunia imperialis putus asa, bahkan para ahli militer AS meyakini bahwa di dunia hari ini, pemenang perang bukanlah mereka yang memiliki senjata yang lebih banyak dan lebih canggih, tapi mereka yang punya semangat perjuangan lebih kuat, dan berdiri kokoh pada sikap serta kepercayaannya.
Iran Tahan Kapal Pengangkut Senjata AS di Teluk Persia
Komandan Pasukan Penjaga Perbatasan Iran mengabarkan penahanan sebuah kapal pengangkut senjata buatan Amerika Serikat di Teluk Persia.
Brigjen Ahmad Ali Goudarzi, Selasa (21/2/2023) mengatakan, "Sebuah kapal yang membawa lebih dari 5.000 pucuk senjata tajam dan senjata api buatan AS, berhasil ditahan di Provinsi Bushehr, salah satu sajam yang disita memiliki karakteristik unik, ia akan lebih tajam bila terkena darah."
Ia menambahkan, "Dalam beberapa bulan terakhir Pasukan Penjaga Perbatasan Iran berhasil menyita lebih dari 3.000 pucuk senapan serbu yang akan dikirim untuk para perusuh, dan penjahat di dalam Iran."
Menurut Goudarzi, kawasan Teluk Persia bukan lokasi aktivitas pasukan teroris AS, dan Angkatan Bersenjata Iran, saat ini jauh lebih kuat dari sebelumnya, dan kekuatan ini benar-benar bisa dirasakan.
Pada aksi kerusuhan terbaru di Iran, para pejabat AS, Rezim Zionis, dan beberapa negara Eropa, serta media-media mereka, mendukung kerusuhan, namun jutaan rakyat Iran berulangkali turun ke jalan menggelar unjuk rasa mengutuk kerusuhan, dan mendukung Republik Islam Iran.
Jurnalis Indonesia: Media Barat Jungkirbalikkan Fakta tentang Iran
Sejumlah jurnalis Indonesia meyakini bahwa media-media Barat berusaha menampilkan gambaran tidak benar terkait Iran, dan menjungkirbalikkan fakta tentang Republik Islam.
Editor harian Rakyat Merdeka, Rusma Muhammad Rusmadi, Pendiri Republik Merdeka, Teguh Santosa, dan Pemimpin Redaksi Kumparan, Arifin Asydhad, Minggu (19/2/2023) berkunjung ke Kantor Berita Iran, IRNA.
Para jurnalis Indonesia ini dalam pertemuan dengan sejumlah anggota dewan direksi, dan pemimpin redaksi IRNA, menyinggung sejarah hubungan bersahabat dua negara.
"Media-media Iran dan Indonesia sebagai dua negara Muslim, memainkan peran efektif dalam memperluas, dan memperkuat hubungan bilateral dua negara," katanya.
Pada saat yang sama para jurnalis Indonesia tersebut juga menyoroti propaganda negatif media-media Barat, terkait realitas di Republik Islam Iran.
"Realitas di Iran, jauh berbeda dengan berita-berita bohong, dan negatif yang disebarluaskan oleh media-media Barat tentang negara ini," imbuhnya.
Menurut para jurnalis Indonesia, partisipasi kaum perempuan Iran di berbagai arena khususnya yang berprofesi sebagai wartawan, editor, dan pimpinan redaksi IRNA membuktikan kedudukan penting perempuan di Iran.
Mereka menegaskan, "Apa yang dipropagandakan media-media afiliasi Barat terkait kedudukan perempuan di Iran, sepenuhnya berbeda dengan apa yang kami saksikan sendiri di negara ini."
Paveh, Rudal Baru Iran Tembus 1650 Kilometer Diluncurkan
Komandan Pasukan Dirgantara IRGC menyatakan bahwa Rudal jelajah berbasis darat terbaru Iran, Paveh, yang diproduksi oleh IRGC dengan jangkauan 1.650 km telah diluncurkan.
Brigjen Hajizadeh dalam acara televisi Jumat (24/2/2023) malam mengatakan, "[Rudal] Somar, Houizeh dan Talaiyeh (Abu Mahdi) termasuk di antara jangkauan yang lebih rendah dari rudal darat Iran, dan sekarang Paveh telah ditambahkan ke dalamnya,".
"Kami membeli radar dari salah satu negara sahabat, tetapi pada akhirnya tidak dikirimkan kepada kami. Selanjutnya kami membuat radar sendiri. Kini, kami tidak akan bergantung pada siapa pun," ujar Hajizadeh.
"Musuh tidak akan pernah bisa membangun pertahanan rudal anti-hipersonik seperti kita. Kecepatan rudal ini lebih dari 12-13 mach," tegasnya.
Komandan pasukan Dirgantara IRGC mengungkapkan kemampuan Iran menyerang musuh.
"Kami dapat menargetkan armada angkatan laut dan kapal induk Amerika pada jarak 2.000 kilometer. Jarak 2000 km ini untuk menghormati pihak Eropa dan kami berharap mereka akan menjaga rasa hormat ini," papar Brigjen Hajizadeh.
Mengenai kekuatan militer Amerika yang tidak efektif menghadapi Iran, Komandan Angkatan Dirgantara IRGC menjelaskan, "Amerika memiliki sejumlah kekuatan superior yang telah kami pukul atau dibuat tidak efektif,".
"Kami telah mencapai kemampuan baru dalam operator satelit, yang telah membuka jalan untuk membuat dnegan bobot dan orbit yang lebih tinggi," pungkasnya.