Hubungan Iran dan Saudi Pulih, Siapa yang Paling Dirugikan?
(last modified Sat, 11 Mar 2023 14:06:23 GMT )
Mar 11, 2023 21:06 Asia/Jakarta
  • Ketua Dewan Tinggi Keamanan Nasional RII Ali Shamkhani (paling kanan).
    Ketua Dewan Tinggi Keamanan Nasional RII Ali Shamkhani (paling kanan).

Setelah tujuh tahun putus hubungan, Republik Islam Iran dan Arab Saudi menandatangani pernyataan pemulihan hubungan dengan mediasi Cina pada tanggal 10 Maret 2023 di Beijing.

Berdasarkan pernyataan ini, Kedutaan Besar Republik Islam Iran di Riyadh dan Kedutaan Besar Arab Saudi di Tehran akan dibuka kembali setelah dua bulan. 

Kesepakatan antara Tehran dan Riyadh telah memberikan dampak positif di antara negara-negara kawasan, dan hampir semua negara menyambut baik kesepakatan ini bahkan mengucapkan selamat atas kesepakatan tersebut.

Rezim Zionis Israel adalah aktor paling penting dan satu-satu pihak di kawasan Asia Barat yang alih-alih menyambut kesepakatan ini, tetapi menganggapnya sebagai kegagalan yang jelas bagi dirinya sendiri.

Mantan Perdana Menteri (PM) rezim Zionis Yair Lapid menanggapi kesepakatan antara Iran dan Arab Saudi untuk melanjutkan hubungan bilateral. Menurutnya, kesepakatan ini merupakan kegagalan total rezim Zionis.

Mantan PM rezim Zionis Naftali Bennett mengkritik kabinet PM Benjamin Netanyahu ketika menanggapi kesepakatan antara Iran dan Arab Saudi. Dia mengatakan, perjanjian ini merupakan kegagalan yang memalukan bagi Israel dan mengakibatkan kelemahan dan menimbulkan perpecahan internal.

Dia menambahkan, kesepakatan antara Iran dan Arab Saudi merupakan perkembangan yang berbahaya bagi Israel dan kemenangan politik bagi Iran.

Rezim Zionis selalu berusaha menciptakan perpecahan di antara negara-negara Muslim, terutama kekuatan-kekuatan Islam seperti Republik Islam Iran, Arab Saudi, dan Turki.

Israel menggunakan perselisihan di antara negara-negara Muslim untuk menormalkan hubungannya dengan negara-negara tersebut.

PM rezim Zionis Israel Benjamin Netanyahu

Kini pemulihan hubungan antara Iran dan Arab Saudi dapat memengaruhi proses normalisasi hubungan dan kepentingan yang diupayakan Israel.

Selain itu, kesepakatan antara Iran dan Arab Saudi merupakan kekalahan dari kebijakan Iranofobia yang dipropagandakan oleh rezim Zionis.

Di satu sisi, hubungan antara dua kekuatan utama Islam akan dihidupkan kembali, dan di sisi lain, perubahan kebijakan Arab Saudi terhadap Republik Islam Iran juga akan mempengaruhi hubungan negara-negara Arab lainnya dengan Tehran dan tentunya akan memperkuat hubungan mereka dengan Iran.

Poin penting lainnya adalah bahwa kesepakatan antara Iran dan Arab Saudi untuk memulihkan hubungan terjadi ketika Israel melakukan banyak upaya untuk menormalkan hubungan dengan Riyadh dalam dua tahun terakhir, tetapi tujuan penting ini tidak tercapai.

Masalah lainnya adalah bahwa pemulihan hubungan antara Tehran dan Riyadh dapat mendorong negara-negara muslim di kawasan memainkan peran yang lebih kuat dalam keamanan kawasan.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei dalam sebuah pidato menekankan pada keamanan kolektif dengan negara-negara tetangga.

Rahbar mengatakan, selama bertahun-tahun, kami telah mengumumkan bahwa kami siap untuk duduk bersama dengan negara-negara di kawasan dan saling membantu untuk mengamankan Teluk Persia, dan untuk memotong tangan-tangan agresor di wilayah ini serta tidak membiarkan seorang pun melanggar hak-hak orang lain.

Kesepakatan antara Iran dan Arab Saudi akan mengurangi peran Israel dalam keamanan di kawasan. Kesepakatan ini tercapai juga bersamaan dengan intensifikasi krisis internal di wilayah pendudukan (Israel). Sementara, Iran telah berhasil mengatsi dan mengakhiri kerusuhan terorganisir beberapa bulan lalu.

Pemulihan hubungan antara Riyadh dan Tehran dapat memengaruhi perkembangan internal di wilayah pendudukan dan konflik antara Palestina dan rezim Zionis serta meningkatkan ketegangan ini sehingga akan berdampak terhadap keamanan internal bagi Israel. (RA)