JCPOA dan Harapan Iran kepada PBB
(last modified Thu, 06 Oct 2016 10:22:03 GMT )
Okt 06, 2016 17:22 Asia/Jakarta
  • JCPOA dan Harapan Iran kepada PBB

Wakil Tetap Republik Islam Iran untuk PBB meminta sekretariat lembaga dunia ini untuk memainkan peran positif dalam pelaksanaan JCPOA (Rencana Aksi Bersama Komprehensif melalui penyusunan laporan dan evaluasi netral terhadap kesepakatan nuklir tersebut.

Gholamali Khoshroo mengungkapkan hal itu dalam pertemuan Majelis Umum PBB, Rabu (5/10/2016) ketika menyinggung laporan tahunan Ban Ki-moon, Sekretaris Jenderal PBB mengenai JCPOA. Ia mengatakan, Iran berkomitmen penuh terhadap JCPOA, dan inkonsistensi sejumlah pihak terhadap kesepakatan ini harus disampaikan secara netral dalam laporan Sekjen PBB.

 

Ban Ki-moon dalam laporan terbarunya, menyebut JCPOA sebagai capaian bersejarah, bukti bernilainya diplomasi, dan titik balik dalam hubungan masyarakat internasional dengan Iran. Sekjen PBB menegaskan, kesepakatan tersebut akan berujung sikap saling memahami dan kerjasama yang lebih baik terkait berbagai tantangan keamanan serius di kawasan, dan bahkan lebih luas dari itu.

 

Laporan Ban tersebut pada dasarnya merupakan penegasan kembali tentang pentingnya JCPOA sebagai sebuah kesepakatan komprehensif dan efektif. Namun pengaruh dari perjanjian ini tergantung pada gerakan seimbang dalam pelaksanaannya dan peran bertanggung jawab dan netral PBB.

 

Amerika Serikat tidak transparan dalam melaksanakan JCPOA dan ini adalah fakta yang disaksikan oleh masyarakat internasional sehingga rakyat Iran berhak untuk tidak percaya kepada pemerintah Washington, bahkan mereka tidak memiliki kepercayaan terhadap segala bentuk kemungkinan interaksi dengan Gedung Putih.

 

AS melanjutkan kebijakan standar gandanya, di mana perilaku seperti ini tentunya menyebabkan persolan bagi semua pihak di dunia. Contohnya adalah kebijakan standar ganda AS dalam menyikapi tema perlucutan senjata nuklir.

 

Pertanyaannya, mengapa AS dan negara-negara pemilik senjata nuklir tidak melaksnakan perjanjian perlucutan senjata nuklir? Mengapa AS dan Perancis mengubah rezim Zionis Israel menjadi sebuah ancaman nuklir di Timur Tengah dengan cara memberikan fasilitas rezim ini untuk memproduksi senjata nuklir? Dan mengapa PBB tidak melaksanakan tanggung jawabnya terkait hal itu?

 

AS juga menentang penyelenggaraan KTT pengosongan Timur Tengah dari senjata nuklir ketika Iran mengusulkan penyelenggaraan konferensi tersebut. Melihat semua fakta ini, Wakil Tetap Iran untuk PBB menyatakan kekecewaan dan penyesalan atas kegagalan upaya pelaksanaan perjanjian perlucutan senjata nuklir sebagai prioritas tertinggi masyarakat internasional.

 

Khoshroo dalam pernyatannya, juga menyinggung pelanggaran terus-menerus negara-negara pemilik senjata nuklir terhadap kewajiban mereka terkait perlucutan senjata pemusnah massal.  Ia menilai tidak adanya kepatuhan negara-negara itu terhadap kewajibannya sebagai penghalang atas realisasi perlucutan senjata nuklir. Dubes Iran untuk PBB itu menegaskan, penghapusan penuh senjata nuklir adalah satu-satunya penjamin untuk tidak menggunakannya.

 

Perilaku AS tersebut menujukkan bahwa alih-alih transparan dalam pelaksanaan JCPOA, namun AS juga tidak dapat dipercaya di setiap isu lainnya seperti dalam pemberantasan terorisme dan mengenai Hak Asasi Manusia. AS menerapkan kebijakan ganda terkait dengan terorisme yang sumber utamanya adalah al-Qaeda dan kelompok teroris Takfiri Daesh (ISIS).

 

Gedung Putih menutupi dukungannya kepada kelompok-kelompok teroris dan Washington juga bungkam atas dukungan Arab Saudi kepada para teroris di kawasan, bahkan Barack Obama, Presiden AS memveto RUU Kongres yang mengizinkan keluarga korban tragedi 11 September untuk menuntut kompensasi kepada Riyadh, meskipun veto tersebut kemudian ditolak oleh Kongres dengan suara mutlak.

 

Tiga tahun lalu, Hassan Rouhani, Presiden Iran menekankan pentingnya pemberantasan kekerasan, ekstremisme dan terorisme dan memperingatkan bahwa kelanjutan kebijakan standar ganda akan menyebabkan semua pihak menghadapi persoalan instabilitas, namun di masa itu, para pengklaim pemberantasan terorisme yang dipimpin AS hanya berpikir tentang penggunaan politik dari terorisme, dan kini mereka juga menghadapi fenomena buruk ini.

 

Jelas bahwa JCPOA merupakan sebuah prestasi dalam perundingan nuklir, namun inkonsistensi pihak-pihak perunding terhadap perjanjian ini tidak boleh diabaikan. Pencapaian kesepakatan nuklir telah menggagalkan skenario musuh-musuh Iran. Keluarnya isu nuklir Iran dari  ketentuan Bab VII Piagam PBB telah mengurangi pengaruh ancaman terhadap negara ini.

 

Seperti yang ditegaskan Sekjen PBB dalam laporannya, JOCPA akan berujung pada sikap saling memahami dan kerjasama yang lebih baik terkait berbagai tantangan keamanan serius di kawasan, dan bahkan lebih luas dari itu. Namun mengingat kondisi saat ini, maka realiasi tujuan tersebut tergantung pada perubahan pandangan kekuatan-kekuatan dunia. Sebab, selama ada keserakahan dan PBB menjadi arena keputusan sepihak dan berdasarkan hak veto eksklusif kekuatan-kekuatan dunia, maka tidak ada harapan atas realisasi tujuan itu. (RA)