Kekuatan Pertahanan dan Pencegahan Iran di atas Sanksi Amerika
Kebanyakan pengembangan industri pertahanan Iran di berbagai bidang baik darat, laut, udara dan elektronik berhasil dicapai dalam situasi sanksi dan kurangnya fasilitas minimum.
Brigadir Jendral Amir Hatami, Menteri Pertahanan Republik Islam Iran pada hari Sabtu (04/05) menyinggung bahwa sanksi terhadap sektor pertahanan telah berusia 40 tahun. Menhan Amir Hatami mengatakan, "Masalah sanksi penjualan minyak dan menciptakan kendala ekonomi adalah konspirasi lain Amerika Serikat terhadap bangsa Iran, tetapi plot lain musuh ini juga akan gagal."
Menyusul kemenangan revolusi, Iran menghadapi perang delapan tahun dan ancaman yang berkembang dari Amerika Serikat, sehingga peningkatan kemampuan pertahanan dan pencegahan angkatan bersenjata menjadi agenda utamanya. Pusat-pusat penelitian dan studi strategis mengakui bahwa Iran telah meningkatkan kapasitas pencegahanya sejalan dengan ancaman dalam kerangka strategis ini. Salah satu pencapaian ini adalah pembuatan rudal balistik, kapal selam yang dipersenjatai torpedo modern, rudal jelajah anti-kapal dan rudal jelajah darat.
Pusat Studi Internasional dan Strategis (CSIS) menulis dalam sebuah laporan bahwa Iran, yang selalu dianggap sebagai kekuatan militer di kawasan, meskipun untuk beberapa alasan tidak seperti negara-negara tetangga Arab lainnya, tidak memiliki akses ke senjata canggih Barat, tetapi membuat banyak kemajuan di sektor rudal balistik dan jelajah serta senjata asimetris yang dapat menutupi area luas di Teluk Persia, Laut Oman, dan Laut Merah.
Menurut sebuah studi oleh dua lembaga penelitian utama dari Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS) dan Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), negara-negara Dewan Kerja Sama Teluk Persia (PGCC) pada tahun 2017 menggelontorkan dana antara 95 miliar hingga 128 miliar dolar dalam belanja persenjataan militer. Sementara Iran menghabiskan 15 miliar hingga 16 miliar dolar selama periode yang sama. Perbedaan ini tidak terbatas pada beberapa dekade terakhir. Sementara itu, Iran telah dikenakan sanksi senjata dan pembatasan senjata sejak 2006, tetapi sanksi ini tidak mencegah Iran meningkatkan kekuatan pencegahannya.
Global Firepower, situs web peringkat militer global, memeringkat Iran di urutan 13 dalam studi kekuatan militer dari 136 negara, berdasarkan survei terhadap 50 faktor, termasuk potensi perang konvensional, sumber daya manusia, geografi dan keuangan.
Penekanan Tehran pada kekuatan pencegahan dan ketersediaan peralatan pertahanan dapat dinilai sebagai strategi pertahanan yang efektif dalam kerangka strategi "pertahanan preventif". Strategi ini digunakan sebagai tuas untuk menangkal dan mencegah pengaruh musuh. Republik Islam Iran tidak pernah memulai perang di kawasan atau di luar wilayah itu, tetapi jika ia diancam dan diserang, maka Iran dengan kekuatan penuh akan membela keamanannya. Iran tidak bermain-main dengan masalah keamanannya dan entu saja jika ancaman datang ke Iran, agresor dan pendukung agresi ini akan mendapatkan jawaban yang tegas.
Pengalaman menunjukkan bahwa konflik dan perang yang dipaksakan pada kawasan dan tindakan yang dilakukan Amerika untuk mengganggu perdamaian dan urusan regional bukan untuk kepentingan negara-negara di kawasan itu.
Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran dalam wawancaranya dengan situs berita dan analisis "Lobelog" yang berbasis di AS dan dirilis pada hari Sabtu (04/05) memperingatkan Saudi dan UEA yang berusaha mendorong Washington untuk melakukan konfrontasi dengan Iran. Menurutnya, "Jika ada konflik di kawasan, tidak ada yang akan kebal."