AS Berupaya Menggambarkan Rusia Sebagai Ancaman Global
Kepala Staf Gabungan Militer AS Jenderal Mark Milley dan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin membahas perang Rusia-Ukraina selama sidang Senat hari Selasa (03/05/2022).
"Perbedaan antara Cina dan Rusia adalah bahwa yang pertama adalah tantangan dan yang terakhir merupakan ancaman nyata," kata Menhan AS Lloyd Austin.
Dalam pidatonya di depan Senat, Jenderal Mark Milley menggambarkan Cina dan Rusia sebagai negara dengan kemampuan militer yang signifikan yang berusaha untuk secara mendasar mengubah tatanan di bawah hukum saat ini.
"Invasi Rusia ke Ukraina mengancam dan melemahkan bukan hanya perdamaian dan stabilitas Eropa, tetapi juga perdamaian dan stabilitas dunia yang telah diperjuangkan dengan keras oleh orang tua dan generasi Amerika," kata Jenderal Milley.
“Washington akan memperluas dan meningkatkan kemampuan militernya sejalan dengan kemampuan militer Rusia dan Cina,” imbuh Kepala Staf Gabungan Militer AS.
Amerika Serikat berusaha menggambarkan citra Rusia sebagai ancaman dalam kerangka kampanye habis-habisan Washington melawan Moskow, terutama sejak dimulainya perang Ukraina.
Tentu saja, mengingat kemampuan militer Cina yang berkembang dan klaimnya bahwa Beijing memiliki tujuan ekspansionis di Laut Cina Selatan serta terhadap Taiwan, Washington selalu menekankan keseriusan ancaman militer Cina dan berusaha membangun aliansi di kawasan Indo-Pasifik untuk menghadapi ancaman yang diklaim mereka.
Namun, saat ini Amerika Serikat fokus menghadapi Rusia. Invasi Rusia ke Ukraina telah memberi Amerika Serikat dasar, atau lebih tepatnya dalih, untuk menyatukan blok Barat melawan Rusia dan meluncurkan kampanye internasional melawan Moskow.
Tujuan pemerintahan Biden adalah untuk melemahkan Rusia sebanyak mungkin dengan memberlakukan semua kemungkinan sanksi di semua bidang, sementara pada saat yang sama memperkuat Ukraina semaksimal mungkin dengan tujuan mengalahkan operasi militer Rusia di negara itu.
Hal ini telah dikatakan berkali-kali oleh para pejabat senior AS.
Kepala Staf Gabungan Militer AS Jenderal Mark Milley dan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin membahas perang Rusia-Ukraina selama sidang Senat hari Selasa (03/05/2022).
"Dukungan kami telah membuat Ukraina melanjutkan perang, mengubahnya menjadi kekalahan strategis bagi Rusia," kata Presiden AS Joe Biden dalam sebuah pernyataan, Selasa (3/5).
Presiden AS juga menekankan bahwa kemampuan militer Amerika Serikat akan diperluas untuk melawan ancaman Cina.
Patut dicatat bahwa perang Ukraina menyebabkan proses integrasi transatlantik antara Amerika Serikat dan Eropa, yang telah sangat melemah selama masa kepresidenan mantan Presiden AS Donald Trump, mengambil tren kenaikan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan Uni Eropa sekarang mengambil posisi serupa melawan Rusia.
"Perang Rusia yang tidak beralasan melawan Ukraina telah mempengaruhi keamanan global," cuit Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell pada Selasa (3/5).
Namun, di mata para pejabat senior Rusia, pendekatan dan tindakan yang bias dari Barat terhadap Moskow, dan khususnya upaya berkelanjutan untuk meningkatkan dan memperluas sanksi terhadap Rusia, telah menyebabkan instabilitas dalam ekonomi dan perdagangan internasional, termasuk di bidang penyediaan produk pertanian strategis dan barang serta produk lainnya seperti pupuk kimia.
Menyusul embargo AS terhadap minyak dan gas serta produk minyak Rusia pada Maret 2022, Uni Eropa kini berniat memboikot minyak Rusia dalam bentuk sanksi paket keenam, yang tentunya akan memperburuk krisis perdagangan dunia saat ini.
Semua ini disebabkan oleh pendekatan Barat yang bermusuhan yang dipimpin AS untuk melemahkan Rusia di semua dimensi yang mungkin dengan dalih menjadi ancaman. Padahal perang saat ini di Ukraina berakar pada sikap ofensif NATO terhadap Rusia, di mana bersikeras memperluas ke timur dan menarik Ukraina bergabung dengannya.
Sebaliknya, Amerika Serikat dan sekutu Eropanya menyalahkan Rusia lewat perang propaganda, dan bahkan pemerintahan Biden telah mengutip Rusia, bersama dengan Cina, dalam dokumen keamanan nasionalnya sebagai kekuatan revisionis yang mengancam tatanan internasional liberal.(sl)