Mengapa Rusia Menolak Persyaratan Biden untuk Bertemu dengan Putin?
(last modified Sun, 04 Dec 2022 06:15:55 GMT )
Des 04, 2022 13:15 Asia/Jakarta

Pada hari Jumat (03/12/2022), Kremlin menolak syarat yang diajukan Presiden AS Joe Biden untuk melakukan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin terkait krisis Ukraina dan mengumumkan bahwa serangan Rusia terhadap Ukraina akan berlanjut.

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan kepada wartawan, "Presiden Biden sebenarnya mengatakan bahwa negosiasi hanya akan mungkin dilakukan ketika Putin menarik (pasukannya) dari Ukraina. Moskow "pasti" tidak menerima syarat seperti itu."

Berdasarkan hal tersebut, Peskov mengumumkan kelanjutan dari "operasi militer khusus Rusia di Ukraina".

Joe Biden mengumumkan pada hari Kamis (02/12), selama kunjungan resmi Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Amerika Serikat, bahwa jika Putin benar-benar berniat untuk mengakhiri konflik di Ukraina, dia akan siap untuk berbicara dengan presiden Rusia.

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov

Dia juga menambahkan bahwa mereka telah setuju dengan presiden Prancis untuk meminta pertanggungjawaban Putin atas kelanjutan konflik di Ukraina.

Sikap baru presiden Amerika Serikat merupakan perubahan yang signifikan dan mendasar dari posisi sebelumnya terhadap perang Ukraina.

Pada kenyataannya, dengan perubahan 180 derajat dalam pendekatan sebelumnya, ketika dia mengatakan pada bulan Maret bahwa Putin harus mundur, Biden mengumumkan bahwa Putin membuat kesalahan perhitungan dengan menyerang Ukraina dan jika dia bersedia menarik pasukannya dari wilayah Ukraina, dirinya juga bersedia bertemu dengannya setelah berkonsultasi dengan sekutu AS di NATO.

Berbagai alasan bisa disebutkan dalam konteks perubahan sikap Biden.

Pertama, membanjirnya bantuan senjata dari Eropa dan Amerika Serikat ke Ukraina kini mulai mengalami kekurangan, terutama untuk negara-negara Eropa.

Sejatinya, negara-negara anggota NATO di Eropa tidak memiliki stok senjata yang besar seperti Amerika Serikat. Oleh karena itu negara-negara tersebut sekarang berbicara tentang menipisnya persediaan amunisi dan senjata mereka dan ketidakmungkinan terus mengirim senjata ke Ukraina.

Dalam hal ini, para legislator Italia pada hari Kamis (03/12) membatalkan RUU yang mengizinkan negara untuk mengirim senjata ke Ukraina tanpa persetujuan parlemen. Negara Eropa lainnya, termasuk Jerman, memiliki masalah serupa.

Dengan cara ini, Amerika secara bertahap terpaksa menjadi satu-satunya pemasok senjata ke Ukraina, sambil mempertimbangkan hasil pemilu paruh waktu di Amerika Serikat dan dengan mayoritas Republikan di Dewan Perwakilan Rakyat, pemerintahan Biden selanjutnya akan menghadapi banyak kesulitan untuk mensahkan anggaran yang dibutuhkan bagi pasokan senjata ke Ukraina.

Pada hari Jumat (03/12/2022), Kremlin menolak syarat yang diajukan Presiden AS Joe Biden untuk melakukan pembicaraan dengan Vladimir Putin terkait krisis Ukraina dan mengumumkan bahwa serangan Rusia terhadap Ukraina akan berlanjut.

Partai Republik menginginkan pembatasan dan pengawasan yang lebih ketat atas bantuan militer ini.

Sejak awal krisis Ukraina, Amerika Serikat telah menempatkan dukungan keuangan, militer, dan diplomatik untuk Kiev di puncak tindakannya, dan telah memberikan lebih dari $20 miliar senjata ke Kiev. Kongres AS beberapa waktu lalu menyetujui bantuan keamanan, ekonomi dan kemanusiaan senilai 40 miliar dolar untuk Ukraina.

Tentu saja, tujuan utama AS dalam upaya melanjutkan perang di Ukraina adalah untuk melibatkan Moskow dalam perang berkepanjangan di Ukraina, yang akan semakin melemahkan kekuatan militer dan menipisnya sumber daya keuangan Rusia.

Untuk alasan ini, Washington dan sekutu Eropanya, Inggris, sejauh ini telah mengirimkan bantuan senjata dalam jumlah terbesar ke Kiev.

Namun, akan sangat sulit untuk melanjutkan tren ini di masa mendatang. Tentu saja, Rusia percaya bahwa karena tindakan negara-negara Barat, serta dukungan keuangan dan senjata yang komprehensif untuk Ukraina, Kiev telah sepenuhnya menolak setiap tawaran untuk merundingkan gencatan senjata atau membangun perdamaian.

Alasan lain perubahan sikap Biden adalah tekanan dari negara-negara Eropa untuk mengakhiri perang Ukraina akibat memburuknya situasi ekonomi dan sosial negara-negara Eropa.

Selama periode pemerintahan Biden dan reunifikasi transatlantik, negara-negara ini telah memberikan kendali mereka ke Washington, dan terlepas dari konsekuensi mengerikan dari kelanjutan kebijakan anti-Rusia, mereka telah menyebabkan ketidakpuasan warga Eropa yang ingin mengubah kebijakan saat ini dan mengakhiri perang Ukraina.

Demonstrasi di Italia

Faktor lain dalam perubahan sikap Biden adalah keputusasaan Barat bahwa tentara Ukraina akan menang dalam perang saat ini dan pembebasan wilayah yang diduduki Rusia, yang kini secara resmi dianeksasi Moskow ke wilayahnya.

Ukraina hanya membuat kemajuan terbatas di daerah seperti Kherson, meskipun ada bantuan senjata yang sangat besar dari Barat, dan dengan datangnya musim dingin, tidak akan ada pergerakan di garis depan perang Ukraina.(sl)