Krisis Brasil, Ketika Pendukung Bolsonaro Berusaha Merebut Kekuasaan
Kira-kira sepekan setelah upacara pelantikan presiden baru Brasil Lula da Silva dan dimulainya pemerintahannya secara resmi, para pendukung mantan presiden negara ini, Jair Bolsonaro menyerang gedung Kongres Nasional, Mahkamah Agung, dan Gedung Istana Kepresidenan Brasil.
Menyusul serangan ini, pasukan keamanan Brasil menangkap setidaknya 150 pendukung Bolsonaro yang terlibat dalam penyerangan gedung-gedung pemerintah.
Menyusul peristiwa ini, da Silva, yang telah melakukan perjalanan ke negara bagian Sao Paulo, mengeluarkan keputusan yang menyatakan keadaan darurat dan menugaskan pasukan keamanan untuk memulihkan perdamaian di Brasilia, ibu kota Brasil.
Dalam pemilu Brasil yang digelar dalam dua tahap, da Silva mampu mengalahkan Bolsonaro dengan memenangkan lebih dari 60 juta suara dan menjadi presiden Brasil untuk ketiga kalinya setelah jeda beberapa tahun.
Namun kemenangan da Silva disambut dengan diamnya Presiden Brasil Jair Bolsonaro. Ia menolak mengaku kalah dari saingannya, da Silva, yang menyebabkan para pendukungnya melakukan protes di jalan-jalan Brasil, memblokir jalan, dan membatasi akses ke bandara internasional Sao Paulo dan membuat negara menghadapi krisis.
Da Silva mengatakan dalam hal ini, Bolsonaro masih tidak mengakui kekalahannya dan terus mendorong kaum fasis di jalanan.
Meski Bolsonaro tidak menerima hasil pemilu, proses peralihan kekuasaan dimulai di negara ini dan dengan acara pelantikan, da Silva secara resmi mengambil alih kekuasaan di negara ini. Namun Bolsonaro malah tidak menghadiri pelantikan da Silva dan pergi ke Florida, AS.
Thomas Truman, analis politik di bidang ini, mengatakan, Bolsonaro menggunakan dua bulan ke depan untuk mengganggu pemerintahan Lula sejak awal.
Meski sayap kanan yang berkuasa mengalami kekalahan telak dengan kemenangan da Silva, mereka tetap ingin mempertahankan kekuasaan.
Kira-kira sepekan setelah upacara pelantikan presiden baru Brasil Lula da Silva dan dimulainya pemerintahannya secara resmi, para pendukung mantan presiden negara ini, Jair Bolsonaro menyerang gedung Kongres Nasional, Mahkamah Agung, dan Gedung Istana Kepresidenan Brasil.
Bolsonaro, yang dikenal sebagai Trump-nya Brasil sejak awal masa kepresidenannya di Brasil, kini menempuh prosedur yang sama dan dengan dukungan langsung dan tidak langsung dari Amerika Serikat, ia berusaha merebut kembali kekuasaan di Brasil.
Sebenarnya, kekalahan Bolsonaro telah menghancurkan harapan terakhir para pejabat Amerika di Amerika Latin.
Dalam beberapa tahun terakhir, Amerika Serikat berusaha memperkuat dominasinya atas negara-negara Amerika Latin dengan mendukung arus sayap kanan. Namun dengan kemenangan sayap kiri di sebagian besar negara di kawasan itu, kini AS melihat pengaruhnya melemah.
Pada saat yang sama, kemenangan da Silva di Brasil digambarkan sebagai perluasan kehadiran kekuatan sayap kiri di ekonomi teratas Amerika Latin dan konvergensi yang lebih besar dari negara-negara ini sejalan dengan tujuan pencarian keadilan.
Vinicius de Carvalho, profesor studi Brasil dan Amerika Latin di King's College London, mengatakan, Brasil adalah negara yang penting secara ekonomi dan politik, dan akibatnya, kemenangan kaum kiri di negara ini akan membawa situasi yang rapuh bagi ekstrim kanan.
Sekarang serangan para pendukung Bolsonaro terhadap institusi pemerintah di Brasil menunjukkan tekad mereka untuk merebut kembali kekuasaan dan mengabaikan demokrasi, masalah yang sudah diperingatkan da Silva.
Dia berkata belum lama ini, Meskipun kami mengalahkan Bolsonaro, ideologi sayap kanannya masih hidup dan kami harus mengalahkan kepercayaan itu juga.
Mengingat peristiwa yang terjadi dalam penyerangan terhadap institusi kekuasaan di Brasil, persoalannya tidak akan sesederhana dan tanpa ketegangan.(sl)