Jul 01, 2023 11:17 Asia/Jakarta

Pada Kamis (29/06/2023) malam, untuk malam ketiga berturut-turut, Prancis menyaksikan protes besar-besaran terhadap pembunuhan seorang remaja berusia 17 tahun oleh polisi.

Pembunuhan Nael M., pengemudi Mercedes Benz berusia 17 tahun oleh petugas polisi memicu kerusuhan di Nanterre pada 27 Juni, yang kemudian menyebar ke kota-kota besar lainnya seperti Toulouse, Lyon, Marseille, dan Strasbourg.

Dalam unjuk rasa tersebut, puluhan mobil polisi dibakar, kantor komisaris polisi dan perkantoran dibakar, serta lembaga pendidikan dirusak.

Polisi anti huru-hara Prancis

Selama meredam kerusuhan, puluhan orang terluka dan menurut sumber yang dekat dengan Menteri Dalam Negeri Prancis, sejauh ini 328 orang ditangkap.

Ketika Presiden Prancis Emmanuel Macron berusaha mengontrol kerusuhan setelah penembakan fatal seorang remaja oleh polisi, protes di kota-kota besar negara itu telah mencapai malam ketiga.

Empat puluh ribu pasukan polisi telah dikerahkan di seluruh Prancis untuk menangani protes. Dalam beberapa tahun terakhir, Prancis menjadi sasaran protes dan kerusuhan yang meluas karena berbagai alasan.

Namun, kerusuhan terbaru di berbagai kota di negara ini tampaknya terjadi sebagai tanggapan atas kekerasan polisi Prancis yang tidak beralasan.

Pembunuhan seorang remaja berusia 17 tahun di siang bolong oleh polisi Prancis dan penyajian laporan palsu tentang insiden yang ditafsirkan sebagai “Amerikanisasi polisi Prancis” adalah tragedi lain yang tercatat dalam kasus kemarahan polisi negara ini dan berubah menjadi api kemurkaan warga Prancis yang haus akan balas dendam.

Sebuah video insiden yang diposting di media sosial menunjukkan seorang petugas polisi menghentikan seorang pengemudi di bawah todongan senjata tetapi melepaskan tembakan ketika mobil mulai bergerak lagi.

Dalam video tersebut, terdengar suara yang mengatakan, "Kamu pergi dengan peluru di kepala."

Menanggapi tindakan petugas polisi dan penembakan remaja yang terbunuh, jaksa Nanterre, Pascal Prach, mengumumkan, Kondisi hukum untuk penggunaan senjata tidak terpenuhi.

Menurut dia, oknum polisi tersebut telah dihadirkan ke hakim atas dakwaan pembunuhan berencana dan kejaksaan ingin menempatkan oknum polisi tersebut dalam tahanan sementara.

Dia menambahkan, Otopsi korban melaporkan satu peluru masuk ke lengan kiri dan kemudian dada dan menyebar dari kiri ke kanan.

Pada Kamis (29/06/2023) malam, untuk malam ketiga berturut-turut, Prancis menyaksikan protes besar-besaran terhadap pembunuhan seorang remaja berusia 17 tahun oleh polisi.

“Tidak ada narkoba atau alkohol yang ditemukan selama penggeledahan mobil korban,” tegas Jaksa Nanterre.

Beberapa politisi Prancis terkemuka, seperti Jean-Luc Melenchon, pemimpin Partai La France Insoumise mengkritik kinerja polisi negara ini, dan mengambil sikap keras terhadap polisi Prancis kali ini.

Dalam hal ini, Melenchon, mempublikasikan tweetnya dan menuntut keadilan bagi Nael yang “malang” dan penangguhan “polisi pembunuh” dan komplotannya yang memerintahkannya untuk menembak.

Karena meluasnya protes di seluruh Prancis sebagai tanggapan atas pembunuhan berdarah dingin remaja berusia 17 tahun ini oleh polisi, Presiden Emmanuel Macron memerintahkan pembentukan unit krisis antarkementerian, dan membuat media-media seperti surat kabar Le Figaro untuk mengajukan pertanyaan apakah Prancis akan terjadi “perang saudara”?

Emmanuel Macron, yang belum pulih dari pemogokan besar-besaran dan demonstrasi menentang undang-undang baru pemerintahnya tentang peningkatan usia pensiun, tidak memperkirakan situasi akan memburuk seperti ini.

Dia menyatakan simpatinya kepada keluarga korban dan menekankan, Tidak ada yang dapat membenarkan kematian seorang anak muda.

Mengikuti sikap ini, Perdana Menteri Prancis Elizabeth Borne juga menegaskan di depan para senator negara, Jelas, intervensi polisi tidak sesuai dengan undang-undang. Gambar-gambar yang ada menunjukkan bahwa kerangka intervensi hukum tidak dihormati.

Tampaknya pemerintah Macron sekarang berada dalam posisi pasif karena perluasan ruang lingkup protes kekerasan yang belum pernah terjadi sebelumnya, terutama karena publikasi video pembunuhan seorang anak laki-laki oleh polisi di jejaring sosial, membuat orang Prancis khawatir tentang bagaimana polisi di negara ini akan mengikuti gaya polisi Amerika dan penggunaan kekerasan yang tidak beralasan serta pembunuhan orang tanpa bukti yang sah.

Presiden Prancis Emmanuel Macron

Aksi-aksi kekerasan pemuda Prancis yang belum pernah terjadi sebelumnya, mulai dari menyerang polisi dan pusat pemerintahan hingga membakar mobil, dapat menjadi reaksi mereka terhadap situasi sosial dan ekonomi yang kacau di Prancis, serta ungkapan protes mereka terhadap keadaan negara Eropa ini saat ini dan kebijakan serta tindakan pemerintah Macron.(sl)

Tags