Amerika Tinjauan dari Dalam, 29 Juli 2023
Perkembangan di Amerika selama sepekan lalu diwarnai sejumlah peristiwa penting, seperti; Robert Kennedy: AS Dorong Ukraina Berperang Lawan Rusia.
Selain itu, masih ada isu-isu lain yang penting seperti;
- AS Lanjutkan Bantuan Militer untuk Israel
- Seperempat Anggota Partai Republik: Trump Tidak Layak Jadi Presiden
- Kekerasan Bersenjata di AS Meningkat Tahun Ini
- Trump: Biden Bodoh !
- AS Berusaha Ciptakan Friksi di Kremlin
- Fox News; Sanksi AS terhadap Iran dan Rusia Gagal
Robert Kennedy: AS Dorong Ukraina Berperang Lawan Rusia
Kandidat calon presiden Amerika Serikat, Robert Kennedy Jr. yang merupakan rival Joe Biden dari Partai Demokrat untuk pilpres 2024 mendatang mengatakan AS telah mendorong Ukraina untuk memerangi Rusia.
Seperti dikutip situs The Daily Beast, Selasa (25/7/2023), dalam acara debat televisi Fox News yang dibawakan Sean Hannity, Kennedy menyalahkan AS atas perang yang tengah berkecamuk di Ukraina
Menurutnya, Amerika Serikat telah menyabotase perjanjian Minsk pada tahun 2014 dan 2015 yang dimaksudkan untuk mengakhiri perang di Donbas.
"Presiden Rusia Vladimir Putin dengan itikad baik telah menarik pasukan dari Ukraina, tapi kita malah mengirim Boris Johnson ke sana karena kita tidak menginginkan perdamaian. Kita ingin berperang dengan Rusia," kata Robert Kennedy Jr.
Saat ditanya mengapa ia menyalahkan AS, Robert Kennedy Jr menjelaskan bahwa perluasan Pakta Pertahanan Atlantik Utara, NATO setelah tumbangnya Uni Soviet adalah contoh nyata bahwa AS dengan sengaja memunculkan kondisi yang memicu perang.
Pada saat yang sama kandidat calon presiden Amerika Serikat itu membantah pernyataan bahwa Rusia, akan mengalami kekalahan dalam perang melawan Ukraina.
"Ini seperti perang melawan Meksiko. Rusia tidak akan kalah dalam perang melawan Ukraina," pungkasnya.
AS Lanjutkan Bantuan Militer untuk Israel
Menyusul persetujuan awal RUU refromasi yudisial di Knesset, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan kelanjutan bantuan militer AS ke Tel Aviv.
Menurut Reuters, Wakil Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Vedant Patel dalam sebuah wawancara dengan wartawan hari Selasa (25/7/2023) mengatakan, "Tidak akan ada penghentian atau pengurangan bantuan militer kami [ke Israel], karena komitmen kami untuk Israel dan keamanannya yang tidak tergoyahkan."
Kabinet Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Senin (24 Juli) dengan dukungan perwakilannya di Knesset (Parlemen), menyetujui rancangan undang-undang pencabutan bukti kewajaran dalam kerangka RUU reformasi yudisial
RUU ini disetujui dengan 64 suara, termasuk Yoav Galant, Menteri Perang rezim Zionis.
Selama sesi yang panjang, Knesset menghadapi aksi protes dan teriakan para anggota dewan legislatif yang mendukung dan menentang RUU tersebut.
Dengan meloloskan undang-undang pencabutan bukti kewajaran, kabinet Netanyahu berusaha memblokir pendapat Mahkamah Agung rezim Zionis mengenai persetujuan dan pengangkatannya, dan akhirnya mengesahkan undang-undang ini di Knesset.
Undang-undang ini akan mencegah Mahkamah Agung Israel membatalkan keputusan atau penunjukan kabinet yang dianggapnya kurang masuk akal.
Persetujuan RUU ini adalah langkah pertama dalam mengurangi kekuasaan peradilan rezim Zionis.
Menurut persetujuan RUU ini, sistem peradilan Zionis tidak lagi memiliki hak untuk membatalkan keputusan kabinet Zionis dan para menterinya dengan dalih tidak masuk akal.
Seperempat Anggota Partai Republik: Trump Tidak Layak Jadi Presiden
Seperempat anggota Partai Republik di Amerika menilai Donald Trump, mantan presiden negara ini tidak layak menjadi presiden mendatang.
Menurut laporan ISNA Selasa (25/7/2023), hasil jajak pendapat PEW di bulan Juli menunjukkan bahwa jumlah Partai Republik dan independen yang dekat dengan partai ini yang menganggap Trump sebagai pilihan yang tidak diinginkan untuk kepresidenan AS telah meningkat dari 24 persen tahun lalu menjadi 32 persen
Jajak pendapat ini menunjukkan bahwa jumlah Partai Republik yang menilai Trump pilihan yang tepat dari 75 persen di tahun 2022 mencapai 66 persen.
Masih menurut laporan ini, pandangan Demokrat terkait Trump tidak berubah dan tahun ini seperti tahun sebelumnya sebanyak 91 persen kubu Demokrat menganggap Trump bukan pilihan yang tepat.
Sejak Juli 2022 dan selanjutnya, mantan Presiden AS Donald Trump telah didakwa dua kali. Satu kali oleh pemerintah federal AS atas tuduhan penyimpanan dokumen rahasia secara ilegal dan satu kali oleh negara bagian New York atas tuduhan memalsukan dokumen keuangan menjelang pemilihan presiden 2016.
Kekerasan Bersenjata di AS Meningkat Tahun Ini
Sejak awal tahun 2023 hingga kini tercatat 400 kasus penembakan massal di Amerika, dan di bulan Juli saja sebanyak 81 orang terbunuh dalam 65 kasus penembakan dan 300 lainnya terluka.
Laman televisi ABC News bersadar pada data yang dirilis lama pengawasan kekerasan bersenjat di Amerika melaporkan, penembakan haru Jumat lalu di salah satu taman di kota Huston, negara bagian Texas yang menewaskan satu orang dan melukai empat lainnya, tercatat sebagai pembunuhan bersenjata ke 400 di Amerika dan di tahun 2023
Jumlah pembunuhan bersenjata pada tahun 2022 pada periode yang sama adalah 365, yang tumbuh 9 persen tahun ini.
Perlu dicatat bahwa jumlah pembunuhan bersenjata mencapai 647 pada tahun 2022.
21 insiden tahun ini terjadi pada bulan Juli selama liburan Hari Kemerdekaan Amerika, dan 22 orang tewas dan 126 luka-luka.
Pembunuhan massal didefinisikan sebagai insiden di mana empat orang atau lebih, tidak termasuk penyerang, terbunuh dalam waktu 24 jam.
Presiden AS Joe Biden dalam statemennya yang dirilis 4 Juli menyesalkan gelombang penembakan di tengah masyarakat di seluruh wilayah AS, dan mengatakan, "Saya mendoakan suatu hari masyarakat kita akan terbebas dari kekerasan bersenjata."
Trump: Biden Bodoh !
Mantan presiden Amerika Serikat seraya mengkritik keras Joe Biden, menyebut presiden AS berusia 80 tahun ini "bodoh" karena mengungkapkan bahwa "tentara Ukraina kehabisan amunisi."
Seperti dilaporkan MNA, Biden awal bulan ini mengatakan bahwapeluru artileri 155 mm tentara Ukraina hampir habis dan bahwa Amerika Serikat "memiliki defisit"; Masalah ini berperan dalam keputusannya untuk mengirim bom tandan ke Ukraina, sementara pejabat Pentagon dan Gedung Putih juga mengulangi pernyataan Biden
Seraya merujuk pada statemen ini, Donald Trump mengatakan, "Kita memiliki seorang presiden yang tidak mengerti apa yang ia lakukan; Seorang pria yang beberapa hari lalu berdiri dan mengatakan kepada seluruh dunia bahwa kita tidak memiliki amunisi."
"Kalian tahu bahwa tiga tahun lalu saya memenuhi gudang-gudang senjata hingga tidak ada tempat lagi. Kini kita tela kehilangan semuanya," papar Trump.
Mantan presiden Amerika ini seraya menyerang Biden dengan keras, menandaskan, "Kalian harus benar-benar memikirkannya. Betapa bodohnya seseorang mengatakan hal seperti itu?"
Donald Trump, mantan presiden Amerika Serikat, baru-baru ini menulis dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh jejaring sosialnya yang dikenal sebagai "Truth Social", bahwa Joe Biden tidak boleh menyeret kita lebih jauh ke dalam perang dunia ketiga dengan mengirimkan munisi tandan ke Ukraina, dia harus mencoba untuk mengakhiri perang dan menghentikan kematian dan kehancuran mengerikan yang disebabkan oleh kehadiran pemerintah yang tidak kompeten.
Trump menekankan bahwa kebijakan Biden tentang "perang tanpa akhir di Ukraina" telah sangat melemahkan Amerika, dan menambahkan bahwa itu tentu saja berarti bahwa kita tidak boleh mengirim peralatan terakhir kita ke Ukraina pada saat persenjataan kita telah berkurang secara signifikan.
Mantan presiden Amerika itu saat ini memimpin Biden dengan selisih lima poin persentase dalam jajak pendapat pemilihan presiden 2024.
Dalam hal ini, hasil sebuah jajak pendapat terbaru menunjukkan, Joe Biden tercatat sebagai presiden Amerika paling dibenci dalam 70 tahun terakhir.
AS Berusaha Ciptakan Friksi di Kremlin
Laman The Hill melaporkan, Amerika Serikat dan sekutunya ingin menciptakan perpecahan di tubuh pemerintah Rusia dengan mendorong petinggi negara ini untuk melakukan spionase.
Seperti dilaporkan IRNA, The Hill melaporkan, Direktur Badan Intelijen AS (CIA), William Burns seraya meminta perekrutan mata-mata di antara elit Rusiamengatakan, "Ini adalah kesempatan sekali dalam satu generasi bagi Amerika untuk mengeksploitasi celah dalam kepemimpinan Rusia."
Masih menurut laporan The Hill, upaya tersebut mendapat urgensi baru menyusul kudeta militer yang gagal bulan lalu oleh kepala Grup Wagner terhadap kepemimpinan militer Rusia.
"Sebuah video yang dirilis CIA pada bulan Mei menunjukkan bagaimana orang Rusia dapat secara diam-diam menghubungi agensi tersebut memiliki lebih dari 2,5 juta penayangan di minggu pertama," klaim Burns.
Seorang sumber yang akrab dengan CIA juga mengatakan kepada The Hill bahwa agensi tersebut ingin mengetahui kebenaran tentang Rusia dan sedang mencari orang tepercaya yang dapat "memberi tahu kami dan kami dapat berkomunikasi dengan mereka dengan aman".
Menurut situs The Hill, CIA bertujuan untuk menjangkau pejabat Rusia yang bertugas di bidang-bidang penting, termasuk militer, dinas intelijen, penelitian, dan teknologi ilmiah.
Sekaitan dengan ini, Direktur Badan Intelijen Britania Raya (MI6), Richard Moore baru-baru ini dalam sebuah statemennya meminta warga Rusia memata-matai Moskow dengan tujuan yang menurunya untuk mengakhiri perang Ukraina.
Sementara itu, Dinas Intelijen Rusia menekankan bahwa Anglo-Saxon masih harus menempuh jalan panjang untuk melenyapkan para pengkhianat dan pembelot yang menggunakan mereka.
Pakar politik percaya bahwa pernyataan kepala Badan Intelijen Britania Raya mengungkapkan bahwa sejak dimulainya perang di Ukraina, London telah menggunakan situasi ini dan menggunakan banyak mata-mata untuk melawan Moskow.
Fox News; Sanksi AS terhadap Iran dan Rusia Gagal
Televisi Fox News dalam laporannya mengakui bahwa Washington gagal dalam menerapkan sanksi terhadap Tehran dan Moskow.
Seperti dilaporkan IRNA, televisi Amerika ini menunjukkan bagaimana Iran melewati sanksi AS dan menulis, "Moskow telah belajar dari Tehran dengan cara ini."
Dalam laporan ini dikutip ucapan Mantan dubes AS di Polandia, Daniel Fried yang menyinggung bahwa Rusia tengah menciptakan jaringan aliansi alternatif di dunia, mengatakan, "Selain Beijing, Tehran pastinya membantu Moskow, dan ini adalah aliansi kemudahan."
Behnam Ben Taleblu, anggota Yayasan Pembela Demokrasi (FDD) dalam laporan ini mengakui, Rusia mengambil taktik yang dikuasai Iran, sementara juga terus memperdalam hubungan keamanan, ekonomi, dan politik dengan Tehran. Iran memiliki kelas penghilang sanksi tingkat lanjut yang saat ini membantu melatih Rusia.
Menurut saluran berita Amerika ini, sejak pengenaan kembali sanksi AS, Iran telah melewati sanksi ini dengan mentransfer minyak dan produksi minyak negara itu telah mencatat rekor tertinggi baru meskipun ada tekanan ganda.
Dalam laporan Fox News juga menyinggung pengakuan Mike Lawler, anggota DPR Amerika dari Partai Republik yang mengatakan, Iran mempermalukan sanksi Amerika dan juga sekutu Washington.
Fox News juga menulis bahwa Iran dan Rusia baru-baru ini menghubungkan sistem perbankan mereka untuk menghadapi sanksi AS.