Mencermati Pesan dari Kelanjutan Demonstrasi Rakyat Turki Anti-Zionis
Meski pemerintahan Recep Tayyip Erdogan menerapkan kebijakan ganda terkait isu Palestina, masyarakat Turki tetap menggelar demonstrasi anti-Israel.
Sehubungan dengan itu, dalam rangka menarik perhatian terhadap tragedi kemanusiaan di Palestina, mengutuk serangan yang terus menerus dilakukan rezim rasis Israel terhadap penduduk sipil Gaza, dan juga untuk mendukung rakyat Palestina, maka rakyat Turki mengadakan Great Gaza March di Ankara.
Pawai yang diselenggarakan oleh organisasi-organisasi non-pemerintah di Ankara ini dimulai dari stasiun metro Pusat Kebudayaan Atatürk dan diakhiri dengan pembacaan pernyataan “Hati Nurani untuk Gaza” di Lapangan Anadolu.
Dalam Great Gaza March di ibu kota Turki, para peserta pertama kali memberikan penghormatan kepada para jurnalis yang gugur syahid dalam serangan rezim kriminal Israel di Gaza.
Sejak 7 Oktober, lebih dari 20.500 warga Palestina yang tinggal di Jalur Gaza telah menjadi martir.
Statistik ini menceritakan tentang bencana kemanusiaan dan upaya melakukan genosida terhadap rakyat Palestina yang tertindas oleh penjahat Israel.
Dalam situasi ini, terlihat jelas bahwa sebagian besar masyarakat dunia, termasuk Amerika Serikat dan sekutunya, tetap mendukung kejahatan Israel di Gaza.
Pendekatan negara-negara Barat saat ini terhadap perkembangan di Gaza bukan hanya tidak konsisten dengan meneriakkan slogan-slogan yang mendukung hak asasi manusia, tapi juga mendorong para penjahat untuk melanjutkan kejahatan mereka.
Sementara itu, posisi politisi Turki tidak sejalan dengan rakyat Turki. Bahkan para analis Turki telah mengambil posisi konstruktif mengenai kejahatan Israel di Gaza.
Meskipun para analis politik Turki mengkritik kejahatan rezim Zionis, pemerintahan Recep Tayyip Erdogan terus melakukan isu-isu seperti negosiasi dan upaya untuk mendeklarasikan gencatan senjata antara Palestina dan Israel.
Pemerintahan Erdogan bahkan menolak mengusir duta besar Israel untuk Turki.
Sehubungan dengan hal tersebut, Ahmad Tashgatiren, salah satu analis terkemuka Turki di bidang politik dan keamanan, baru-baru ini menulis tentang perspektif Barat terhadap peristiwa di Gaza dengan memublikasikan analisis:
“Pemboman biadab di Gaza terus berlanjut. Jumlah reruntuhan semakin bertambah setiap hari. Setiap hari, semakin banyak warga sipil yang terbunuh dengan gambar bayi di gendongan. Namun dalam beberapa hari terakhir, pemerintah Barat telah meningkatkan dukungan mereka terhadap kejahatan Israel di Gaza."
Meski pemerintahan Recep Tayyip Erdogan menerapkan kebijakan ganda terkait isu Palestina, masyarakat Turki tetap menggelar demonstrasi anti-Israel.
Analis Turki terkenal ini juga menantang hubungan Ankara-Washington dan menulis:
“Turki peduli terhadap hubungan dengan Barat. Turki memiliki kekuatan militer terbesar kedua di aliansi pertahanan Barat. Menariknya Joe Biden tak bertemu dengan Recep Tayyip Erdogan! Namun Presiden Amerika Serikat datang dari jarak ribuan kilometer dan memeluk Perdana Menteri Israel. Namun dia tidak bersedia bertemu dengan presiden Turki."
Fakta ini menunjukkan bahwa bahkan dalam situasi krisis, AS telah menyingkirkan pemerintah Turki dari lingkaran sekutunya, dan mereka juga gagal dalam ujian terkait Gaza.
Reaksi, pengunduran diri dan pertentangan terus berlanjut di negara-negara Barat, dan demonstrasi solidaritas dengan rakyat Gaza di New York dan Washington sangatlah penting dan menunjukkan bahwa warga negara Barat, tidak seperti pemerintah yang berkuasa, tidak bersedia terlibat dalam kejahatan Israel terhadap rakyat Gaza.
Puluhan bintang film di Amerika (Hollywood) dalam surat bersama kepada Joe Biden, memintanya untuk memaksa rezim Israel melakukan perjanjian gencatan senjata dengan gerakan Hamas.
Organisasi aktivis hak asasi manusia Amerika telah mengidentifikasi Benjamin Netanyahu sebagai orang yang bertanggung jawab atas kejahatan perang di Jalur Gaza dan mencoba mengadilinya di Pengadilan Kriminal Internasional.
Di sisi lain, negara-negara Eropa mendukung penuh kebijakan kriminal Israel dalam konteks genosida di Jalur Gaza.
Perlakuan pemerintah Jerman terhadap Ibu Adania Shibli, seorang penulis Palestina, dan tindakan pemerintah Swiss yang membatalkan konser pianis terkenal Turki Fazıl Say karena mengkritik kejahatan Israel dan tidak diam terhadap pembantaian di Gaza hanyalah contoh kebijakan pemerintah Barat terhadap kejahatan Israel terhadap penduduk sipil di Gaza.
Sementara itu, dukungan berulang-ulang rakyat Turki kepada rakyat Gaza juga mengungkap fakta bahwa posisi pemerintah Turki dan rakyat Turki tidak terlalu harmonis, dan orang-orang yang memilih Recep Tayyip Erdogan di pemilu presiden Turki baru-baru ini memiliki sikap yang berlawanan dengan pemerintahan Ankara, dan kinerjanya jauh lebih produktif dibandingkan kinerja politisi yang berkuasa di Ankara.
Mengingat kejahatan sehari-hari yang dilakukan Israel di Jalur Gaza, tidak ada keraguan bahwa demonstrasi negara-negara Muslim, termasuk masyarakat Muslim Turki, terhadap kejahatan Israel di wilayah pendudukan Palestina akan terus berlanjut.