Des 27, 2023 10:44 Asia/Jakarta

Kelompok-kelompok pro-Barat yang menentang pemerintah di Serbia dan memrotes hasil pemilu baru-baru ini, menyerang Parlemen Serbia pada Minggu (24/12/2023) tengah malam dan mencoba memasuki gedung tersebut setelah mendobrak pintunya. Kelompok pro-Barat mengklaim adanya kecurangan dalam pemilu legislatif dan pemilu anggota parlemen kota Beograd. Selama unjuk rasa Minggu malam, mereka membawa plakat bertuliskan slogan "Pencuri, Pencuri".

Selain itu, ribuan pengunjuk rasa Serbia turun ke jalan di Beograd pada Senin (25/12) malam dan pada hari kedelapan protes terhadap apa yang mereka sebut kecurangan dalam pemilu parlemen dan lokal Serbia baru-baru ini.

Protes anti-pemerintah terbaru meletus di Serbia setelah pihak oposisi menuduh Partai Progresif Serbia (SNS) "mencuri suara" dalam pemilu parlemen minggu lalu.

Pemilu tersebut menghasilkan kemenangan partai berkuasa atas koalisi Serbia Against Violence (SPN), yang pro-UE.

Presiden Serbia Aleksandar Vucic

Meski mengutuk gerakan kelompok oposisi, Presiden Serbia Aleksandar Vucic menggambarkan tindakan ini sebagai upaya revolusi warna dan merencanakan kerusuhan. Dia menekankan bahwa pemerintah asing telah memperingatkannya tentang insiden tersebut.

Pada saat yang sama, Ana Brnabic, Perdana Menteri Serbia berterima kasih kepada badan intelijen Rusia yang telah memberikan informasi kepada Beograd.

Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah Serbia menghadapi dilema besar akibat konflik antara Rusia dan Barat. Serbia ingin bergabung dengan Uni Eropa yang memerlukan penyesuaian kebijakan luar negeri Beograd dengan Brussel.

Meskipun demikian, Vucic menolak tekanan negara-negara Barat untuk memutuskan hubungan dengan Rusia dan bergabung dalam kampanye sanksi AS terhadap Moskow.

Sejak lama, pihak Barat ingin mengubah pendekatan Serbia terhadap Rusia, dan pada saat yang sama, mereka telah mengajukan syarat penting untuk keanggotaan di Uni Eropa, yaitu Beograd harus meninggalkan Kosovo dan mengakui kemerdekaan wilayah ini.

Kini nampaknya Barat sedang berusaha menggulingkan pemerintah Serbia dalam rangka revolusi warna dengan menggunakan alat oposisi Serbia, terutama mereka yang memrotes hasil pemilu legislaqtif  pusat dan daerah.

Dari sudut pandang Barat, terbentuknya revolusi warna di Serbia di kawasan Balkan Barat akan mengarah pada pembentukan militer yang berorientasi Barat di negara ini.

Hal ini menyebabkan Rusia mengambil sikap yang jelas terhadap perkembangan terkini di Serbia.

Moskow menuduh negara-negara Barat ikut campur dalam kerusuhan di Beograd dan mengatakan ada pihak asing yang mencoba mengobarkan kerusuhan di Serbia.

Kelompok-kelompok pro-Barat yang menentang pemerintah di Serbia dan memrotes hasil pemilu baru-baru ini, menyerang Parlemen Serbia pada Minggu (24/12/2023) tengah malam dan mencoba memasuki gedung tersebut setelah mendobrak pintunya. Kelompok pro-Barat mengklaim adanya kecurangan dalam pemilu legislatif dan pemilu anggota parlemen kota Beograd. Selama unjuk rasa Minggu malam, mereka membawa plakat bertuliskan slogan "Pencuri, Pencuri".

Dmitry Peskov, Juru Bicara Kepresidenan Rusia mengatakan pada hari Senin (25/12) tentang kerusuhan di Serbia setelah hasil pemilu, Para pengamat tidak mencatat adanya pelanggaran selama pemilu Serbia. Ada upaya pihak ketiga dari luar negeri ini untuk menghasut dan menciptakan keresahan.

Maria Zakharova, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia menganggap upaya pengunjuk rasa Serbia untuk menyerang gedung parlemen kota Beograd sebagai bagian dari konspirasi negara-negara Barat untuk menggulingkan pemerintah Serbia.

Meski setuju dengan posisi Presiden Serbia Aleksandar Vucic, Zakharova menekankan bahwa upaya kolektif Barat untuk mengacaukan situasi di Serbia dengan menggunakan metode kudeta Maidan di Kiev sudah jelas dan nyata.

Dia mengacu pada tindakan yang diorganisir dan didukung oleh Eropa dan Amerika pada tahun 2014 di Ukraina untuk menggulingkan presiden pro-Rusia Viktor Yanukovych dan membentuk pemerintahan pro-Barat di negara ini.

Sebuah upaya yang pada akhirnya berujung pada konfrontasi langsung antara Rusia dan Ukraina serta perang Ukraina.

Sebagai negara yang dekat dengan Serbia dan memiliki hubungan persahabatan dengan Beograd, Rusia selalu mewanti-wanti akan terjadinya revolusi warna, terutama di negara-negara kawasan Persemakmuran Negara-negara Merdeka (CIS) dan negara sahabatnya.

Masyarakat Rusia mempunyai pengalaman pahit mengenai revolusi warna di negara tetangganya, yaitu Revolusi Oranye di Ukraina, Revolusi Mawar di Georgia, dan Revolusi Tulip di Kyrgyzstan, serta upaya terus-menerus dari pihak Barat untuk melancarkan revolusi warna di Rusia.

Pejabat senior politik dan militer Rusia percaya bahwa upaya mengekspor demokrasi dan revolusi warna adalah salah satu alasan terpenting ketidakstabilan di berbagai belahan dunia.

Presiden Rusia Vladimir Putin

Sebagaimana ditunjukkan oleh pengalaman-pengalaman sebelumnya, upaya-upaya ini tidak menghasilkan apa-apa selain kekacauan, ketidakstabilan politik, dan keterbelakangan ekonomi.

Oleh karena itu, Moskow tidak hanya mengkritisi penerapan skenario revolusi warna di dunia, tapi lebih mengkhawatirkan kudeta soft di wilayah negara-negara anggota CIS, termasuk Rusia sendiri, serta negara-negara seperti Serbia yang memiliki hubungan persahabatan dengan Moskow.(sl)

Tags