Eskalasi Ketidakpuasan Barat atas Dukungan AS terhadap Israel
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell pada hari Senin (12/2) meminta AS untuk berhenti memasok senjata kepada rezim Zionis karena tingginya korban sipil dalam perang Gaza.
“Jika Anda yakin bahwa banyak orang akan terbunuh [di Gaza], mungkin Anda harus menyediakan lebih sedikit senjata untuk mencegah banyak orang terbunuh,” kata Borrell kepada wartawan setelah pertemuan para menteri Uni Eropa di Brussels.
Saat meminta Amerika Serikat untuk mempertimbangkan kembali pemberian bantuan militer kepada Israel, pejabat UE ini menekankan, Jika komunitas internasional percaya bahwa ini adalah pembantaian dan banyak orang terbunuh, mungkin kita harus mempertimbangkan untuk memasok senjata.
Pejabat kebijakan luar negeri Uni Eropa menambahkan, Ini adalah tindakan yang kontradiktif ketika negara-negara berulang kali mengumumkan bahwa Israel membunuh sejumlah besar warga sipil di Gaza, tapi mereka tidak mengambil tindakan khusus untuk mencegah pembunuhan ini.
Amerika Serikat adalah pemasok senjata terbesar Israel, memberikan bantuan militer sebesar $3,8 miliar per tahun, yang mencakup barang-barang militer mulai dari jet tempur hingga bom berkekuatan besar, dan Washington sejauh ini tidak mengindahkan permintaan apa pun untuk menghentikan bantuan tersebut.
Selain itu, selama perang Gaza, Amerika Serikat mengirimkan sejumlah besar bom anti-bunker ke rezim Zionis, yang digunakan terhadap masyarakat Gaza dan untuk menghancurkan tempat tinggal bertingkat dan infrastruktur di Gaza.
Pernyataan Borrell dilontarkan sementara Presiden AS Joe Biden, yang merupakan pendukung utama rezim Zionis dalam perang Gaza, mengakui bahwa operasi militer rezim tersebut di Gaza sebagai respons terhadap operasi Badai Al-Aqsa pada 7 Oktober adalah “berlebihan”.
Biden juga mengakui pada hari Senin saat pertemuan dengan Raja Yordania bahwa sejumlah besar warga sipil Palestina, termasuk wanita dan anak-anak, telah terbunuh di Jalur Gaza.
Biden mengucapkan kata-kata ini ketika tekanan terhadapnya untuk mencoba melakukan gencatan senjata di Gaza semakin meningkat, dan dia sangat menyadari konsekuensi dari tekanan ini terhadap basis pemilihnya di kalangan pendukung Partai Demokrat.
Hasil jajak pendapat baru di Amerika Serikat yang dilakukan baru-baru ini menunjukkan bahwa perang di Gaza berdampak lebih besar terhadap jumlah pemilih Joe Biden ketimbang kampanye negatif calon pesaing utamanya, Donald Trump.
Hal yang penting adalah berdasarkan hasil jajak pendapat baru yang dilakukan di Amerika, separuh warga Amerika percaya bahwa rezim Zionis melakukan genosida di Gaza.
Perang brutal yang digelar rezim Zionis di Gaza telah memasuki bulan kelima dan rezim penjajah ini terus melakukan genosida terhadap rakyat tertindas di Gaza.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell pada hari Senin (12/2) meminta AS untuk berhenti memasok senjata kepada rezim Zionis karena tingginya korban sipil dalam perang Gaza.
Tampaknya, berlanjutnya perang Gaza yang dilakukan rezim Zionis dan meningkatnya jumlah korban tewas dan warga Palestina yang terluka yang tinggal di Gaza, yang telah melebihi 100.000 orang, telah menyebabkan mitra Tel Aviv di Barat, termasuk Uni Eropa, mengkritik mesin-mesin pembunuih rezim ini.
Persoalan penting adalah bahwa rezim Zionis, meskipun pada awalnya sesumbar untuk memusnahkan Hamas dan bahkan pengusiran seluruh penduduk Gaza, tapi sampai saat ini mereka belum mencapai tujuan-tujuan ini, bahkan tidak mampu membebaskan tahanan zionis yang berada di tangan kelompok perlawanan Palestina.
Dalam perkembangan terkini di bidang ini, para pejabat Tel Aviv, khususnya Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Rezim Zionis, berbicara tentang tekad mereka untuk melancarkan serangan habis-habisan terhadap kota Rafah di selatan Gaza yang berdekatan dengan perbatasan Mesir, dan bahkan telah melancarkan serangan awal terhadap kota ini.
Netanyahu baru-baru ini mengumumkan bahwa operasi darat di Rafah akan dimulai dalam dua minggu ke depan. Perdana Menteri rezim Zionis, melanjutkan sesumbarnya dan menuntut penghancuran sayap militer gerakan Hamas di Rafah sebelum bulan Ramadhan.
Tindakan rezim Zionis ini mendapat perlawanan luas dari dunia dan bahkan negara-negara Barat yang menjadi mitra rezim ini, dan banyak peringatan telah diberikan mengenai dampak buruk dari tindakan ini, termasuk pejabat senior Prancis dan Belanda telah memperingatkan Tel Aviv tentang hal ini.
Selain itu, lembaga peradilan internasional juga mengambil posisi negatif dalam bidang ini. Dalam hal ini, Karim Khan, Jaksa Mahkamah Pidana Internasional menyatakan keprihatinan mendalam tentang kemungkinan serangan darat rezim Zionis di Rafah dan mengatakan bahwa kami akan meminta pertanggungjawaban para pelanggar hukum internasional.
Karim Khan menulis pada hari Senin dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan di jejaring sosial X, Saya sangat prihatin dengan laporan pemboman dan kemungkinan serangan darat oleh pasukan Israel di Rafah.
Dia kemudian memperingatkan, Kantor saya secara aktif menyelidiki dilakukannya segala bentuk kejahatan. Mereka yang melanggar aturan akan dimintai pertanggungjawaban.
Meskipun terdapat peringatan-peringatan ini, tidak adanya mekanisme internasional yang efektif karena tidak efisiennya Dewan Keamanan PBB dalam memaksa rezim Zionis menghentikan perang kejamnya terhadap rakyat Gaza, membuat rezim ini terus melakukan rencananya di Gaza dengan dukungan politik dan militer dari Amerika Serikat, termasuk serangan terhadap Rafah, yang akan menyebabkan bencana manusia yang belum pernah terjadi sebelumnya karena tingginya kepadatan penduduk di wilayah ini.
Sejatinya, dengan lampu hijau dari Barat, khususnya Amerika Serikat, rezim Zionis telah membuka jalan untuk melakukan kejahatan dan genosida yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap warga Palestina di Gaza, dan tidak memperhatikan tuntutan internasional bagi menghentikan serangan kriminal ini.(sl)